Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 08:25 WIB | Sabtu, 04 Juli 2015

Sirik Tanda Tak Mampu

Netralkan rasa iri dalam diri kita!
Foto:istimewa

SATUHARAPAN.COM – ”Dari mana diperoleh-Nya hal-hal itu? Hikmat apakah yang diberikan kepada-Nya? Bagaimanakah mukjizat-mukjizat yang demikian dapat diadakan oleh tangan-Nya?” (Mrk. 6:2-3, TB2).

Demikianlah kalimat yang keluar dari mulut orang-orang Nazaret ketika menyaksikan Yesus mengajar. Mereka takjub. Mereka tak habis mengerti bagaimana mungkin teman sepermainan mereka sekarang telah berubah begitu drastis.

Tetapi, itu tidak berlangsung lama. Rasa kagum itu berubah menjadi iri. Ya, kemungkinan besar memang banyak orang yang merasa iri, teman sepermainan mereka telah menjadi orang—dan didengar banyak orang. Mungkin ada yang bertanya dalam diri: ”Mengapa bukan aku yang memiliki kuasa mengajar seperti itu? Mengapa harus Yesus, Si Anak Tukang Kayu itu?”

Hati-hati dengan rasa iri! Kematian pertama dalam Alkitab disebabkan karena Sang Pembunuh dikuasai rasa iri. Kain iri dengan Habel, adiknya. Dia marah karena Tuhan ternyata menerima persembahan Habel. Karena enggak berani langsung marah kepada Tuhan, Kain membunuh Habel.

Selanjutnya, orang-orang Nazaret itu mengeluarkan pernyataan yang merendahkan: ”Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon?” (Mrk. 6:3). Akhirnya, mereka pun menjadi kecewa dan menolak Yesus. Rasa kagum itu menjadi iri, dan akhirnya penolakan.

Namun, Yesus Orang Nazaret agaknya tidak terlalu terganggu dengan tanggapan tersebut. Dia menyadari bahwa nabi memang tidak dihormati di negaranya sendiri.   

Tak hanya Yesus yang mengalami penolakan, Daud pun demikian. Kisah Daud sungguh heroik. Dari orang yang tidak pernah diperhitungkan, toh Daud menjadi raja Israel. Bahkan orang tuanya sendiri tidak terlalu menganggapnya penting. Ketika Samuel diminta Allah untuk mengurapi salah satu anaknya menjadi raja, Isai diundang dengan semua anaknya. Semua anaknya hadir kecuali Daud. Bahkan Samuel pun pertama kali salah terka dan menganggap Eliab, Si Sulung, yang akan menjadi raja menjadi pengganti Daud.

Saul pun iri kepada Daud. Sang Raja menganggap anak Betlehem itu sebagai saingannya, bahkan bertekad membunuh Daud. Dan semua bermula ketika Daud mengalahkan Goliat. Rakyat mengelu-elukan Daud. Raja merasakannya sebagai ancaman. Sirik memang tanda tak mampu. Menarik disimak, Daud tidak sekali-kali ingin membunuh Saul, meskipun dia memiliki kesempatan untuk melakukannya.

Daud tidak pernah mengajukan diri untuk menjadi raja. Tidak. Tetapi, orang-orang Israel sendirilah yang meminta Daud untuk menjadi raja atas mereka setelah kematian Saul (2Raj. 5:1-5). Mereka mengakui kepemimpinan Daud. Kisah Daud memperlihatkan bagaimana pentingnya bersikap sebagai orang merdeka. Daud tidak dikuasai dendam. Bahkan, ketika anaknya Absalom memberontak pun, Daud sama sekali tidak dendam kepadanya. Daud tidak mengikatkan dirinya pada kuasa. Persoalannya, tak sedikit orang yang mencari kuasa dengan berbagai cara, dan ujung-ujungnya kuasa pun nggak pernah menghampiri dirinya.

Dari Yesus, dan leluhur-Nya Daud, kita pun dipanggil untuk tidak menanggapi rasa iri orang lain yang ditujukan kepada kita. Dan itu dimulai dengan menetralkan rasa iri dalam diri kita!

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home