Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 14:38 WIB | Sabtu, 08 Februari 2014

Taman Nasional Wakatobi, Salah Satu Cagar Biosfer Dunia

Kakayaan laut TN Wakatobi. (Foto: Pemda Wakatobi)

WAKATOBI, SATUHARAPAN.COM - Setelah ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan SK Menhut RI No 7651/Kpts-II/2002 tanggal 19 Agustus 2002, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, UNESCO, pada Juli 2012 secara resmi menetapkan kawasan Taman Nasional (TN) Wakatobi Kabupaten Wakatobi di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai salah satu dari 621 cagar biosfer bumi yang tersebar di 117 negara.

Menurut Sudjiton, Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Wakatobi, melalui siaran pers yang diterima redaksi satuharapan.com, Kamis (6/2), penganugerahan sebagai cagar biosfer bagi TN Wakatobi memberikan dampak tersendiri baik bagi masyarakat maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi, yang pada Desember 2013 genap berusia satu dekade. Hal itu juga dapat mempercepat kesejahteraan masyarakat setempat.

“Selama sepuluh tahun terakhir ini pemerintah daerah melalui berbagai dinas terkait, serta dukungan pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat, berupaya membangun sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan dua sektor unggulan daerah, yaitu sektor kelautan/perikanan dan sektor pariwisata/budaya. Hal ini juga untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat, tentu saja dengan memperhatikan pelestarian lingkungan dan menjamin pembangunan berkelanjutan,” kata Sudjiton.

Lebih lanjut Sudjiton menambahkan, predikat sebagai salah satu cagar biosfer dunia membuatnya saat ini lebih fokus dalam mengembangkan sektor pariwisata/budaya, terutama yang berbasis lingkungan yang bertumpu pada sumber daya laut dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya.

Hal senada diungkapkan Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi AG Martana, bahwa penetapan TN Wakatobi sebagai cagar biosfer tidak terlepas dari delapan sumber daya hayati yang ada di Wakatobi yaitu terumbu karang, mangrove, padang lamun, tempat pemijahan ikan, tempat bertelur burung pantai, peneluran penyu, cetacean, dan potensi ikan yang bernilai ekonomis. Namun, masih banyak yang harus diperbaiki dari segi pengolahan serta prasarana.

“Luasnya kawasan, kompleksnya isu seputar perikanan tangkap, serta terbatasnya infrastruktur yang kami miliki, menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan TN Wakatobi,” dia menerangkan.

Mengingat peran TN Wakatobi yang penting dalam kelestarian ekosistem laut terutama di kawasan Indonesia bagian timur, Martana berharap, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten bersama masyarakat dan para pemangku kepentingan lain, dapat lebih sinergis dalam upaya-upaya pengelolaan TN Wakatobi, terlebih dalam kapasitasnya sebagai cagar biosfer.

“Saat ini kami cukup terbantu dengan partisipasi aktif masyarakat lewat kelompok-kelompok nelayan dalam membantu pengawasan aktivitas di kawasan TN Wakatobi. Ke depannya, kami mengharapkan adanya hubungan antarpihak yang lebih erat sehingga pelestarian TN Wakatobi sebagai cagar biosfer dapat terjaga keberlangsungannya,” Martana mengimbau.

Sementara itu, La Ode Usman Baga, Ketua Lembaga Adat Mandati Pulau Wangi-wangi, ibu kota Kabupaten Wakatobi mengungkapkan, masyarakat adat senang dan bersyukur kearifan lokal yang telah berlangsung turun-temurun kembali dikuatkan. Dia juga bahagia dapat secara aktif berpartisipasi dalam perlindungan kawasan-kawasan konservasi di wilayah itu.  

Tokoh adat dari Wali Binongko, Jaenuddin, menambahkan ke depan, ia berharap Wakatobi sebagai cagar biosfer dapat juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat lokal. 

Sementara, Abdul Halim, Penasihat Senior Bidang Kelautan The Nature Conservancy (TNC) Indonesia, mengatakan, hampir dua tahun setelah penetapan sebagai cagar biosfer dunia, TNC bekerja sama dengan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia dan mitra lainnya, telah mencapai banyak kemajuan dalam mendukung pengelolaan TN Wakatobi. Beberapa kegiatan rutin yang menunjang keberadaannya sebagai cagar biosfer adalah pelibatan masyarakat kampung dan tokoh adat dalam bentuk penyuluhan, pelatihan dan penguatan kearifan lokal, monitor biota laut, dan penguatan kelembagaan di berbagai tingkat.

“TNC memandang predikat sebagai cagar biosfer dunia ini sebagai peluang sekaligus tantangan untuk pengelolaan kawasan konservasi laut yang unik seperti TN Wakatobi. Pengelolaan keragaman hayati, kearifan setempat, serta kesejahteraan masyarakat lokal harus saling mendukung satu sama lain,” katanya.

TNC Melindungi Darat dan Perairan

Lebih lanjut Abdul menjelaskan, The Nature Conservancy adalah organisasi konservasi terkemuka yang bekerja di 35 negara di seluruh dunia untuk melindungi darat dan perairan di mana semua kehidupan bergantung. Di Indonesia, TNC telah bekerja dalam kemitraan konservasi dengan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta selama lebih dari 20 tahun, memajukan perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan dari sumber daya darat dan kelautan untuk kepentingan dan manfaat bagi masyarakat dan alam.

Dengan menggunakan model-model pengelolaan yang berbasis sains, lanjut Abdul, TNC memberikan solusi dalam penyusunan kebijakan dan mempengaruhi tata kerja dan kelola yang berakibat pada bertambahnya konservasi darat dan laut di Indonesia yang dikelola secara efektif.

“Inilah salah satu alasan TNC mendukung pertemuan Man and Biosphere (MaB) pertama di Bogor yang diselenggarakan bersama MaB-LIPI untuk mendorong kerja sama para pihak-pihak yang terkait di Wakatobi,” dia menambahkan.

Kabupaten Wakatobi di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki kondisi geografis yang unik dengan hanya tiga persen kawasannya berupa daratan. Di sinilah letak TN Wakatobi dengan luas 1.390.000 hektare dan meliputi 39 pulau, tiga gosong (bentukan daratan yang terkurung atau menjorok pada suatu perairan), serta lima atol (pulau karang berbentuk lingkaran). Kawasan itu merupakan tempat bernaung lebih dari 396 jenis karang serta habitat alami 590 spesies ikan mulai dari pogo-pogo (Balistoides viridescens), napoleon (Cheilinus undulatus), kepe-kepe (Chaetodontidae), surgeon (Acanthuridae), hingga kakatua (Scaridae).


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home