Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 13:49 WIB | Kamis, 23 Juli 2015

UEA Sahkan UU Anti Diskriminasi

Salah satu sudut kota Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab. (Foto: Ist)

ABU DHABI, SATUHARAPAN.COM – Uni Emirat Arab (UEA) mengesahkan undang-undang anti diskriminasi dan anti kebencian yang yang antara lain mengancam pelakunya dengan hukuman penjara selama lebih dari 10 tahun.  Namun Kelompok hak asasi manusia mengatakan UU itu dapat digunakan secara selektif untuk menekan kebebasan berbicara.

Di atas kertas,  UU baru itu tampaknya menjadi langkah progresif untuk mengakhiri diskriminasi di negara Teluk itu, seperti dilaporkan situs berita Al Araby Al Jadeed.

UU disahkan awal pekan ini, yang berisi larangan diskriminasi berdasarkan agama, kasta, keyakinan, ajaran, ras, warna kulit, atau asal etnis. Pelanggar menghadapi denda lebih dari US$ 500 ribu dan penjara lebih dari 10 tahun.

Tak Ada Yang Baru

Para kritikus mengatakan bahwa banyak UU baru dicakup dalam konstitusi, UU tentang kejahatan cyber dan anti terorisme.  Dan mereka khawatir UU itu bisa digunakan untuk menekan kebebasan berbicara dengan dalih kemajuan.

"Masalahnya adalah implementasi hukum secara  selektif.  Mereka yang langsung bekerja untuk pemerintah telah berpidato tentang kebencian terhadap kelompok penting dari  orientasi intelektual tertentu atau sekte, namun tidak pernah dibawa ke pengadilan," kata Ahmed Mansoor, seorang yang berkampanye untuk hak asasi manusia.

Mansoor banyak menyoroti "pidato kebencian" oleh berbagai tokoh berpengaruh dan diabaikan oleh pemerintah, katanya. Dia khawatir UU baru akan digunakan secara selektif terhadap lawan rezim.

Satu paradoks, katanya, bahwa UEA masih membutuhkan orang harus menyatakan agama dan sekte mereka pada formulir pribadi ketika mengajukan lamaran kerja. "Setahu saya, selama bertahun-tahun sekte tertentu tidak diperbolehkan bekerja sebagai aparat keamanan. Apakah ini akan dianggap diskriminasi atau tidak?"

Istilah Kafir Dilarang

Disebutkan bahwa istilah seperti "kafir", atau "orang yang tidak percaya", akan dilarang dalam UU ini, dan istilah ini secara luas digunakan oleh organisasi-organisasi seperti  Al-Qaeda dan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Kelompok-kelompok ini mengecam para pemimpin Teluk dan politisi dengan istilah tersebut.  Istilah ini juga telah digunakan untuk melegitimasi pembunuhan terhadap Muslim dan non-Muslim oleh kelompok itu.

UAE, yang merupakan bagian dari koalisi internasional anti ISIS dan menyebut sebagai masyarakat multikultural. Dan negara ini menghadapi ancaman yang sangat nyata dari kelompok-kelompok ini.

Awal bulan ini, seorang perempuan Emirat berusia 30 tahun dieksekusi oleh regu tembak atas pembunuhan seorang ekspatriat dalam serangan yang termotivasi oleh ekstremis.

Dalam beberapa bulan terakhir, Wperdamaian di wilayah Teluk hancur oleh serangkaian pemboman terhadap masjid Syiah di Arab Saudi dan Kuwait. Sementara hampir semua negara anggota GCC (Gulf Coperations Coucil), termasuk UEA, memiliki  penduduk dari kepompok Syiah.

Lingkungan Toleransi

Para pendukung  UU baru ini mengatakan bahwa hal itu perlu untuk mengambil garis tegas terhadap semua  retorika "kakfiri"  yang disampaikan dalam pidato, cetak, dan diposting di online, yang melahirkan intoleransi.

Pemerintah Abu Dhabi mengatakan ingin mempromosikan "lingkungan toleransi, berwawasan internasional, dan penerimaan" dengan UU baru, serta bebas dari "kebencian agama dan intoleransi".

Namun, kelompok hak asasi manusia juga khawatir akan digunakan sebagai hukum penindasan. Nicholas McGeehan, dari Human Rights Watch, mengatakan, "Konteksnya adalah serangan penuh pada kebebasan berekspresi yang membunuh kebebasan berbicara dan menghalangi pembentukan masyarakat sipil yang sehat dan aktif."

Pekerja HRW mengatakan pada Al Araby Al Jadeed bahwa hukum dapat dibiarkan "terbuka lebar terhadap interpretasi" oleh peradilan yang tidak independen.

Penghujatan

UU anti penghujatan Arab Saudi yang mencerminkan hukum anti diskriminasi dalam beberapa tahun telah digunakan UEA dalam beberapa kasus  menindak para aktivis liberal dan sekuler di negara ini.

Hakim Saudi menggunakan UU anti penghujatan untuk menghukum aktivis hak asasi manusia, Raef Badawi yang dihukum penjara dan cambuk. Pemerintah telah menekan perbedaan pendapat tentang demokrasi, liberal dan sekuler  sejak revolusi Musim Semi Arab dimulai pada 2011, dan puluhan aktivis dan blogger dipenjara.

Freedom House menggambarkan bahwa hukum federal UEA No 15, yang meliputi aturan tentang pers, sebagai "salah satu hukum pers yang paling ketat di dunia Arab". UU itu melarang "kritik terhadap pemerintah, sekutu dan agama".

Pada bulan November 2014, UEA juga telah mensahkan UU anti Terorisme yang mengolongkan  Ikhwanul Muslimin sebagai "organisasi teroris", dengan hukuman berat bagi orang yang menjadi anggota kelompok gerakan Islam berbasis di Mesir ini.

Namun demikian UU baru ini tidak menyinggung diskriminasi anti gender, yang menurut  HRW sebagai "mengejutkan".  Meskipun UEA telah membuat langkah besar mendorong perempuan berpartisipasi dalam berbagai pekerjaan, bisnis dan pemerintah, hukum keluarga masih sangat berpihak dalam mendukung kaum pria.

Fakta bahwa perempuan Emirat yang menikah dengan pria non Emirat tidak bisa mendapatkan  kewarganegaraan UEA bagi anak-anak mereka telah banyak dikecam sebagai "diskriminatif".

Namun demikian UEA berupaya membentuk negara dengan pola pikir yang terbuka, progresif dan modern.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home