34 Meninggal Akibat Konflik Antaretnis di RD Kongo
GOMA, SATUHARAPAN.COM – Sedikitnya 34 warga sipil tewas akibat peningkatan aksi kekerasan terkait etnis di wilayah timur Republik Demokratik Kongo (RD Kongo), menurut keterangan otoritas setempat, hari Minggu (27/11), setelah sepekan terjadi ketegangan.
“Jumlah korban sementara 34 warga sipil tewas,” kata Joy Bokele, pejabat setempat. Mereka tewas akibat serangan milisi etnis Nande di kamp pengungsi Desa Luhanga yang dihuni warga etnis Hutu.
“Mereka menyerang FARDC (militer RD Kongo). Saat mereka menyerang FARDC, kelompok lain membantai warga dengan senjata tajam atau senjata api,” kata Bokele.
Bokele menambahkan bahwa serangan tersebut dilakukan oleh Mai-Mai Mazembe, milisi Nande, dan salah satu pelaku tewas akibat bentrokan.
Ketegangan antara etnis Nande dan Hutu memanas di wilayah timur negara yang sudah dua dekade dilanda aksi kekerasan terkait lahan, etnis dan sumber daya mineral tersebut.
Etnis Nande menuding etnis Hutu bersekongkol dengan kelompok pemberontak Rwanda FDLR. Sebaliknya, warga Hutu mengatakan mereka hanya mencari lahan untuk menetap dan bertani dan menuding warga Nande berusaha mengusir mereka.
Pembantaian pada Minggu pekan lalu tersebut merupakan bentrokan antaretnis terparah dalam setahun terakhir. Puluhan orang tewas sejak awal tahun ini akibat bentrokan antara etnis Nande dan Hutu.
Tidak Ada Pemilu Sampai April 2018
Sementara itu sejumlah langkah kontroversial untuk memperpanjang kekuasaan Presiden Kongo Laurent Kabila sepertinya berlanjut pada hari Minggu (27/11) saat Menteri Luar Negeri Raymond Tshibanda mengatakan pemilu tidak akan digelar sampai April 2018, 16 bulan setelah Kabila lengser.
Tshibanda juga memperingatkan bahwa oposisi politik di Republik Demokratik Kongo, yang mendesak Kabila untuk mundur pada 20 Desember ketika periode jabatannya habis, dapat memicu kekerasan.
Tshibanda, berbicara di sela-sela sebuah konferensi di Madagaskar, mengatakan bahwa pemerintahan Kabila telah “berkonsultasi dengan pakar pemilu” dari Kongo, PBB dan pihak lain. Selain itu dia menambahkan “sudah diputuskan bahwa kegiatan pendaftaran pemilu akan ditutup pada 31 Juli 2017 dan pemilu akan digelar pada April 2018.”
“Sebelum itu tidak ada waktu yang memungkinkan menurut para pakar” untuk menyelenggarakan pemilu, katanya.
Kabila, yang terpilih dalam dua periode, dilarang berkuasa kembali namun tidak pernah menyatakan bahwa dia akan mundur. (AFP)
Editor : Eben E. Siadari
Pidato Penerima Nobel Perdamaian: Korban Mengenang Kengerian...
OSLO, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria Jepang berusia 92 tahun yang selamat dari pengeboman atom Amerika...