Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 14:50 WIB | Sabtu, 12 Desember 2015

Agar Berfungsi Maksimal, Agama Seharusnya Bilingual

Staf pengajar di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Martin Lukito Sinaga, dalam diskusi film ‘Joyeux Noel’ di Pisa Cafe, Jalan Mahakam, Jakarta Selatan, hari Jumat (11/12) malam. (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Saat ini, kerja agama sangat minimal, agama tidak mampu menghadapi kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Seharusnya, agama tidak hanya sibuk dengan permasalahan di internalnya saja, agama harus menjadi agen di berbagai sektor kehidupan masyarakat.

“Agama masa kini bekerja minimalis sekali, sehingga tidak mampu menghadapi keadaan sekarang. Misalnya, gereja hanya berfungsi pada acaranya saja, memberikan penghiburan kalau ada kematian dan lain sebagainya, minimalis sekali kerjanya,” ucap Staf pengajar di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Martin Lukito Sinaga,‎ dalam diskusi film ‘Joyeux Noel’ di Pisa Cafe, Jalan Mahakam, Jakarta Selatan, hari Jumat (11/12) malam.

Menurut dia, energi agama saat ini habis digunakan untuk mengayomi komunitasnya semata. Padahal, seharusnya agama mampu masuk ke dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Agama boleh berbicara mengenai kerahiman, tapi agama juga harus bisa berbicara mengenai hak asasi manusia (HAM) dan damai.

“Agama itu seharusnya bilingual, boleh agama bertahan pada kerahiman, tapi agama juga harus bisa bahasa HAM, damai, dan psikilogi,” ujar Martin.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, agama seharusnya juga bisa melihat perdamaian sebagai ladang pekerjaan. Agama tidak boleh berfungsi hanya menjaga dan merawat saja, agama harus menjadi agen yang mewujudkan perdamaian itu. “Agama harus berpikir how to work for peace,” kata Martin.

Sebelumnya, dalam diskusi yang sama, pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI), Denny Januar Ali, yang hadir sebagai peserta sempat mengungkapkan fakta bahwa sejak tahun 1995 ratusan aksi terorisme yang didominasi dengan motif agama rutin terjadi setiap tahun sampai saat ini. Menurut dia, 200 hingga 4.000 orang meninggal akibat aksi terorisme setiap tahun.

“Sejak tahun 1995, setiap tahun terjadi ratusan aksi terorisme sampai tahun 2015 ini. Setiap tahun 200 sampai 4.000 orang meninggal akibat terorisme yang didominasi motif agama,” kata Denny.

Menurut dia, hal itu merupakan kenyataan wajah agama saat ini. Dimana wajah kekerasan masih ada di balik wajah kedamaian yang seharusnya diciptakan agama.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home