Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 07:03 WIB | Selasa, 11 November 2014

Akankah Berakhir Berbelitnya Pembangunan Gereja di Mesir?

Di tengah sulitnya aturan membangun gereja, ketika revolusi pecah di Mesir, banyak gereja yang dibakar oleh kelompok ekstremis. (Foto: ist.)

KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Dua pekan lalu, tiga gereja utama di Mesir, Gereja Ortodoks, Katolik dan Protestan, menyusun proposisi hukum mengenai aturan pembangunan gereja.

Dapatkan hukum baru ini, yang telah lama ditunggu oleh komunitas Kristen, akhirnya mendorong perubahan di Mesir mengakhiri berbelitnya aturan membangun gereja? Perwakilan gereja-gereja dan komunitas Kristen itu tampaknya optimistis untuk pertama kalinya.

Gamal Habib, konsultan hukum untuk Gereja Koptik, menjelaskan bahwa berdasarkan konstitusi baru negara itu yang disahkan pada awal 2014, mengamanatkan bahwa undang-undang baru untuk membangun gereja di Mesir akan dibahas pada sesi pertama legislasi di parlemen. "Menurut konstitusi, undang-undang ini perlu disetujui," kata Habib.

Pasal 235 dari Konstitusi Mesir 2014 mengatakan bahwa "parlemen, dalam sidang pertamanya, harus mengeluarkan undang-undang yang berkaitan dengan regulasi pembangunan dan pemulihan gereja, untuk menjamin bahwa orang Kristen mendapatkan kebebasan untuk menjalankan ibadah keagamaan mereka."

Oleh karena itu, parlemen Mesir yang baru, yang diharapkan akan memberikan suara pada akhir tahun, harus membahas rancangan undang-undang baru, yang bertujuan untuk melonggarkan pembatasan membangun gereja di Mesir.

Menurut Habib, draft undang-undang itu telah siap, terutama memberikan definisi yang tepat tentang gereja dan bentuknya, yang bervariasi sesuai dengan ajaran masing-masing gereja. Dokumen tersebut juga menjelaskan bangunan yang melekat pada gereja dan pelayanan yang terjadi di dalamnya, seperti pembentukan pusat medis atau perawatan.

Draf itu juga menunjukkan bahwa kriteria yang digunakan untuk pembangunan gereja disejajarkan dengan pembangunan bangunan pribadi. Draft aturan baru itu juga menyebutkan ketentuan memaksa pihak berwenang untuk memberikan persetujuan atau penolakan permintaan untuk membangun sebuah gereja dalam waktu 60 hari. Tidak adanya respon dari pemerintah akan dianggap sebagai lampu hijau untuk mengawali kegiatan konstruksi.

Sudah Banyak Draft Diajukan

Beberapa draft telah disampaikan kepada pemerintah berturut-turut, yang terbaru pada tahun 2013, tetapi semua sia-sia. Sampai sekarang, tidak ada hukum yang mengatur pembangunan gereja. Disposisi legislatif yang berlaku sejak 1934 membuatnya sangat sulit untuk membangun gereja di Mesir.

Sebuah gereja baru harus disahkan oleh keputusan presiden, yang tidak diterbitkan sampai persetujuan diberikan oleh kementerian dalam negeri. Kementerian itu lebih jauh menambahkan 10 aturan baru yang harus dipenuhi, dan bukan tanpa ironi, disebutkan sebagai Sepuluh Perintah Allah oleh gereja-gereja Kristen.

Aturan-aturan ini melarang pembangunan gereja di dekat sekolah, kanal, bangunan pemerintah, rel kereta api dan daerah pemukiman untuk alasan keamanan. Dalam banyak kasus, penerapan secara kaku aturan ini telah mencegah pembangunan gereja di kota-kota dan desa-desa di mana jemaat gereja Koptik hidup, khususnya daerah pedesaan di Mesir Utara.

Selain itu, ada gangguan birokrasi. Akibatnya, mengingat bahwa izin membangun gereja sulit diperoleh, beberapa desa dan lingkungan tidak memiliki gereja, dan banyak orang yang membangun tanpa izin.

Monsef Soliman, anggota komite komunitarian yang mewakili Gereja Ortodoks mengatakan, "Kami telah menunggu persetujuan untuk undang-undang seperti itu selama bertahun-tahun. Pembatasan selalu mengenai komunitas Kristen dalam pembangunan gereja. Kita bisa menunggu antara 15 dan 16 tahun untuk mendapatkan satu persetujuan, dan itu akan berakhir sebagai penolakan. Ini adalah waktu untuk menghadapi semua masalah ini melalui hukum."

Pada bulan Juli, para pejabat di kementerian keadilan transisional mengumpulkan perwakilan dari gereja-gereja yang berbeda dan komunitas Kristen untuk tugas menyusun proposisi konkret untuk mengatasi semua masalah yang terkait dengan pembangunan gereja.

Pekan ini, menteri juga menyatakan pembentukan sebuah komite para tokoh Koptik dan perwakilan dari kementerian tertentu, terutama kementerian dalam negeri dan keadilan, untuk membahas draft, sejalan dengan proposisi dalam rancangan undang-undang tersebut.

Masalah Mentalitas

Setiap pembangunan sangat penting, tetapi, para ahli mengatakan hal itu tidak cukup untuk menghadapi tantangan yang masih akan muncul. Tokoh inteletual Gereja Koptik, Gamal Assaad menunjukkan perlunya kampanye kesadaran bersama untuk persetujuan UU itu.

"Kami memiliki masalah besar dalam mentalitas di Mesir, bahkan mungkin masalah pendidikan, yang membuat banyak Muslim radikal menolak pembangunan gereja, dan beranggapan bahwa mereka menentang prinsip-prinsip Islam. Hal ini diperlukan untuk mencoba untuk mengubah mentalitas melalui dialog nasional yang nyata, agar dapat menerapkan hukum ini. Jika tidak, itu akan sia-sia. Ini adalah waktu untuk mengkonsolidasikan konsep kewarganegaraan," kata Gamal Assaad. (ahram.org.eg)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home