Loading...
EKONOMI
Penulis: Sabar Subekti 18:12 WIB | Minggu, 11 Oktober 2020

Bank Dunia: 150 Juta Orang Jatuh Miskin Ekstrem Akibat Pandemi

Mereka berada di negara berpenghasilan menengah, ternasuk India, Nigeria, dan Indonesia.
World Bank. (Foto: dok. Reuters)

SATUHARAPAN.COM-Dunia akan menambah 150 juta orang yang jatuh dalam bisa kemiskinan ekstrem, hidup dengan kurang dari US$ 1,90 (sekitar Rp 28.500) per hari, pada akhir tahun depan. Namun itu bergantung pada seberapa buruk ekonomi menyusut selama pandemi COVID-19, kata laporan Bank Dunia hari Rabu (7/10).

Sekitar 82 persen orang yang memasuki kemiskinan ekstrim diperkirakan berada di negara-negara berpenghasilan menengah seperti India, Nigeria dan Indonesia, kata bank tersebut. Banyak penduduk perkotaan yang akan lebih berpendidikan, yang berarti kota-kota akan melihat peningkatan jenis kemiskinan yang secara tradisional berakar di daerah pedesaan.

Sebagian besar orang miskin ekstrim baru, lebih dari 110 juta bahkan menurut perkiraan dasar Bank Dunia, akan berada di Asia Selatan dan Afrika sub Sahara.

Pandemi tiba-tiba menghentikan kemajuan bertahun-tahun melawan kemiskinan ekstrem global, yang diperkirakan akan meningkat tahun ini untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade.

Ini juga mengancam memperburuk ketidaksetaraan global dan mempersulit negara-negara untuk kembali ke pertumbuhan inklusif,” kata presiden Bank Dunia, David Malpass. Dia menyebut pertumbuhan ekonomi global diperkirakan turun 5,2 persen tahun ini, lebih dari delapan dekade terakhir.

Separoh Penduduk Dunia Hidup dengan Rp 48.000 Per Hari

Hampir seperempat dari populasi dunia hidup di bawah US$ 3,20 (sekitar Rp 48.000) per hari, dan mereka adalah sebagian besar orang yang rentan terhadap guncangan ekonomi yang datang secara bergelombang tahun ini. Pengangguran meningkat, dan tabungan mereka habis. Keluarga makan lebih sedikit, dan banyak anak, yang merupakan separuh dari penduduk miskin di dunia, ketinggalan pembelajaran jarak jauh.

“Banyak dari kaum miskin baru kemungkinan besar akan terlibat dalam pekerjaan informal, konstruksi dan manufaktur, sektor di mana aktivitas ekonomi paling terpengaruh oleh penguncian dan pembatasan mobilitas lainnya,” kata laporan itu, mengutip survei telepon di negara-negara di seluruh dunia.

Pemulihan, kata para ahli, bisa memakan waktu satu dekade, pukulan yang menghancurkan bagi orang-orang yang telah melepaskan diri dari kemiskinan dan melihat kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Negara-negara berkembang mencari lebih banyak bantuan dari Bank Dunia, lembaga keuangan lain, dan pemerintah yang lebih kaya untuk membebaskan sumber daya guna memerangi pandemi.

Mereka menginginkan perpanjangan moratorium hutang oleh negara-negara G-20 setelah akhir tahun ini, dan mereka menyerukan pembatalan hutang secara langsung. Mereka juga menginginkan masalah hak penarikan khusus oleh Dana Moneter Internasional, tetapi Washington menentangnya.

Orang yang sangat miskin sangat dirugikan bahkan sebelum lahir, kata laporan tersebut memperingatkan: “Kemungkinan ibu mereka kurang menerima nutrisi yang memadai dan perawatan antenatal; saat lahir, keberadaan mereka seringkali tidak terdaftar secara resmi." Keluar dari kemiskinan seperti itu menjadi tantangan besar.

Sebagian Besar di Asia Selatan

Namun di Afrika, beberapa negara telah membuat "langkah mengesankan" melawan kemiskinan dan beberapa negara memiliki ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia sebelum pandemi.

Sekarang 54 negara Afrika mengatakan mereka membutuhkan US$ 100 miliar per tahun selama tiga tahun ke depan untuk melawan COVID-19 dan dampak ekonomi dan sosialnya.

Kira-kira sepertiga dari kaum miskin ekstrim baru diperkirakan berada di sub-Sahara Afrika, antara 26 juta dan 40 juta, tetapi sebagian besar ada di Asia Selatan antara 49 juta dan 57 juta.

Penambahan hingga 150 juta orang yang sangat miskin jadi ancaman jaring pengaman pemerintah yang sudah rusak. Bank Dunia memperkirakan antara 88 juta hingga 115 juta orang bisa tergelincir ke dalam kemiskinan ekstrem tahun ini, dengan 23 juta hingga 35 juta orang lagi pada tahun 2021.

Perubahan iklim juga dapat mendorong 100 juta orang lagi ke dalam kemiskinan pada tahun 2030, kata laporan itu, dengan Afrika sub Sahara melihat beberapa “dampak paling merusak” dari pemanasan global.

Laporan tersebut "tidak menawarkan jawaban sederhana untuk tantangan utama yang saat ini dihadapi dunia, karena memang tidak ada," tulis penulis Bank Dunia. "Dunia dapat bangkit pada kesempatanini, atau menyerah.” (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home