Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 19:42 WIB | Kamis, 27 Maret 2014

Basuki: "Transjakarta Dicat Jadi Bus Wisata Saja"

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. (Foto: Kartika V.)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Semua bus Transjakarta dicat jadi bus wisata saja, supaya boleh pakai solar,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Kamis (27/3).

Wagub kesal penerapan Perda Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Pasal 20 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, melarang semua pengadaan kendaraan operasional Pemprov DKI harus BBG (bahan bakar gas). Namun anehnya, bus wisata (bus tingkat) boleh menggunakan solar, padahal bus tersebut milik Pemprov DKI Jakarta.

Akibat penerapan tersebut penerimaan 30 bus hibah dari tiga perusahaan swasta terhambat. Sampai saat ini, bukan hanya bus wisata saja yang menggunakan solar, bus-bus operasional yang digunakan Pemprov DKI dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta semuanya masih menggunakan solar. Bahkan pengadaan truk sampah juga yang menggunakan solar.

“Land cruiser saya yang dibeli tahun 2012 itu solar loh. Padahal Perda mengatur semua mobil operasional Pemprov DKI harus gas,” ujar Basuki.

Basuki menambahkan, nantinya akan ada perusahaan swasta yang mau menyumbang, yaitu Mercedez Benz sebanyak 23 bus tingkat, Ti-Phone sebanyak 10 unit bus, Coca Cola sebanyak satu unit bus, Mayapada 10 bus, Senayan City satu bus, dan Pacific Place satu bus. Kemudian juga ada yang ingin menyumbang 53 unit dump truck untuk mengangkut sampah.  

Perusahaan-perusahaan yang menyumbang bus itu meminta kompensasi agar boleh memasang produk mereka di bus yang mereka sumbangkan. Akan tetapi, peraturan mewajibkan mereka membayarkan pajak reklame kepada DKI sebesar 25-30 juta setahun, bahkan aturan baru per 1 April 2014 yang dibuat oleh Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta mengharuskan mereka membayar di muka sekaligus tanpa diskon sebesar 400 juta untuk 3-5 tahun. Padahal dari 30 unit bus hibah tersebut, harga tiap busnya saja mencapai Rp 1,5 miliar.

“Ini mereka (perusahaan yang menyumbang bus) jadi ragu sekarang, tidak berani, bingung,” kata Basuki.

Penerapan Perda dan juga masalah pajak ini menurut Basuki hanyalah alasan yang dibuat-buat oleh oknum-oknum yang bermain di balik pengadaan bus yang berkarat dan tidak layak jalan. Supaya bus hibah tidak bisa diterima, dan pada akhirnya bus-bus tidak layak jalan yang kasusnya telah diperiksa oleh Inspektorat DKI Jakarta, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diterima berdasarkan azas manfaat, karena orang Jakarta butuh penambahan armada bus secepatnya untuk meningkatkan pelayanan.

Pasalnya, jika bus-bus yang diperkarakan tersebut diterima, maka kasus hukumnya akan dihentikan, dan oknum yang melakukan penggelembungan anggaran (mark up) bisa bebas.

Sebelumnya, ada 90 bus Transjakarta dan 18 Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) yang masuk daftar investigasi, di mana terdapat lima unit bus Transjakarta gandeng (articulated) dan 10 unit BKTB yang berkarat. Masalah yang ditemukan antara lain banyak komponen berkarat, berjamur, beberapa instalasi tampak tidak dibaut. Dan, ada bus yang tidak dilengkapi dengan fanbelt mesin dan AC (pendingin udara).

 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home