Loading...
EKONOMI
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 12:42 WIB | Minggu, 29 Desember 2013

BI Optimistis Kurs Rupiah 2014 akan Menguat

LABUAN BAJO, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia (BI) optimistis nilai tukar rupiah pada tahun 2014 akan menguat, menyusul kondisi fundamental ekonomi yang membaik seperti defisit transaksi berjalan turun dan tingkat inflasi terkendali.

"Tahun 2014, dengan kondisi fundamental yang membaik, seperti defisit transaksi berjalan yang turun, diharapkan rupiah akan menguat," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Doddy Budi Waluyo, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (28/12) malam.

Ia berharap pelaksanaan Pemilu 2014 tidak akan berdampak negatif kepada pergerakan nilai tukar rupiah itu.

Doddy memperkirakan, defisit transaksi berjalan pada 2014 akan mencapai 25 miliar hingga 26 miliar dolar AS atau 2,9 persen dari produk domestik bruto (PDB). 

Kondisi tersebut lebih baik dibanding akhir 2013 yang diperkirakan mencapai 31 miliar dolar AS atau 3,6 persen dari PDB atau kondisi pada kuartal II 2013 yang mencapai 4,4 persen dari PDB.

Sedangkan dari sisi inflasi, BI memperkirakan inflasi akan terkendali dan kembali ke pola normal. 

Inflasi akan berada di kisaran 4,5 plus minus satu persen.

BPS mencatat inflasi tahun kalender pada November 2013 mencapai 7,79 persen, dan laju inflasi tahun ke tahun mencapai 8,37 persen.

Dengan kondisi seperti ini, seharusnya rupiah tidak melemah ke depan," kata Doddy.

Berkaitan kondisi kurs rupiah saat ini, Doddy mengakui kondisi fundamental dengan suplai lebih rendah dari permintaan menyebabkan nilai tukar rupiah melemah.

"Rupiah bisa saja menguat karena sentimen positif, tapi secara fundamental akan melemah dan BI tidak akan mendorong nilai tukar rupiah menjauh dari kondisi fundamental," katanya lagi.

Ia mengakui selama 2013 ada tren melemah nilai tukar rupiah sejak Mei atau Juli. 

Sebelum Mei, nilai tukar rupiah di bawah Rp 9.700 per dolar AS, dan sejak September di atas Rp 10.000 per 

dolar AS.

Pada Jumat (27/12) sore, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 73 poin menjadi Rp 12.274 per dolar AS dibanding sebelumnya Rp 12.201 per dolar AS.

BI Berharap

Bank Indonesia (BI) berharap defisit transaksi berjalan pada 2014 dapat turun menjadi 2,9 persen, dibandingkan akhir 2013 yang diperkirakan mencapai 3,6 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Kami berharap defisit transaksi berjalan ke level 2,9 persen, sehingga mendekat ke tingkatan yang ditoleransi sebesar 2,5 persen dari PDB," Doddy.

Ia menyebutkan, secara nominal defisit transaksi berjalan pada akhir 2013 diperkirakan mencapai 31 miliar dolar AS, sementara pada 2014 diharapkan mencapai 25 miliar hingga 26 miliar dolar AS.

"Defisit transaksi berjalan telah berlangsung selama sembilan triwulan, dan pada triwulan II 2013 mencapai 4,4 persen dari PDB," kata Doddy.

Ia berharap kondisi impor yang meningkat dapat diikuti dengan peningkatan ekspor yang lebih besar pada 2014.

Doddy menyebutkan, impor yang perlu mendapatkan perhatian ke depan adalah impor minyak dan gas yang akan terus meningkat, menyusul peningkatan penjualan kendaraan bermotor.

Menurut dia, defisit transaksi berjalan merupakan gejala yang biasa terjadi pada negara berkembang yang berupaya menggenjot pertumbuhan ekonomi tinggi di atas 6,5 persen.

Sementara di sisi lain negara berkembang termasuk Indonesia menghadapi kondisi ketidakseimbangan struktural akibat transisi dari negara berpenghasilan rendah ke menengah-tinggi, dengan penawaran agregat tidak mampu mengimbangi permintaan agregat.

Menurut dia, kapasitas industrial saat ini tertinggal padahal ada peningkatan jumlah penduduk kelas menengah yang menyebabkan permintaan agregat menigkat. 

"Hampir seluruh wilayah di Indonesia tertinggal kapasitas industrialnya dalam memproduksi barang kompleks yang semakin dibutuhkan terkait ekspansi kelas menengah, sehingga impor meningkat," kata Doddy lagi.

Ia menyebutkan, upaya menekan defisit transaksi berjalan telah dilakukan melalui sejumlah kebijakan, seperti meningkatkan daya saing ekonomi nasional, memperkuat kemandirian ekonomi nasional, dan memperkuat basis pembiayaan yang lebih berkelanjutan. 

Upaya memperkuat basis pembiayaan yang berlanjut itu, antara lain meningkatkan investasi asing langsung, penguatan cadangan devisa, pendalaman pasar valuta asing, memperkuat tabungan swasta dan publik, serta mengurangi kerentanan pasar keuangan.  (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home