Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 17:16 WIB | Senin, 25 April 2016

BKPM Belum Tahu Investasi Samadikun Hartono di Indonesia

BKPM Belum Tahu Investasi Samadikun Hartono di Indonesia
Kepala BIN Sutiyoso (kiri), Jaksa Agung HM Prasetyo (kanan) dan Deputi I BIN Sumiharjo Pakpahan (kedua kanan) mengawal terpidana penggelapan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Samadikun Hartono (kedua kiri) sesaatnya tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (21/4) malam. Samadikun merupakan buron yang dikejar sejak 2003 sebagai penikmat kucuran dana bantuan Bank Indonesia pada saat krisis moneter 1998 dan telah merugikan negara Rp 169 miliar. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
BKPM Belum Tahu Investasi Samadikun Hartono di Indonesia

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) belum mengetahui apa saja investasi bisnis buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono di Indonesia.

Hal itu disampaikan Kepala BKPM, Franky Sibarani ketika ditanya satuharapan.com terkait investasi bisnis mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu.

Hahaha… Kamu tanyanya kaya gini saya enggak tahu dong,” kata Franky Sibarani seraya tertawa di kantor BKPM, Jakarta, hari Senin (25/4).

Samadikun Hartono adalah bekas Komisaris Utama Bank Modern yang diduga menyelewengkan dana BLBI dan menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp 169 milyar. Sejak divonis empat tahun penjara 2003 silam, Samadikun dapat melarikan diri dari kejaran kepolisian.

Sebelumnya, Jaksa Agung, M Prasetyo di Kejagung, Jakarta, pada hari Selasa (19/4) pekan lalu mengatakan pihaknya sudah memetakan harta tidak bergerak seperti tanah, bangunan, dan emas‎, milik Samadikun di Indonesia. Namun demikian, eksekusi harta kekayaan Samadikun, baru dapat dilaksanakan setibanya di Tanah Air.

Perjalanan Bisnis Samadikun

Sejak Samadikun meninggalkan Indonesia 13 tahun lalu, perusahaan bisnis grup Modern dikelola oleh saudara kandung dan para pewarisnya. Pria kelahiran Bone, 4 Januari 1948, itu membantu ayahnya, Ho Tjek (Otje Honoris) dalam merintis usaha terutama saat hijrah ke Jakarta.

Saat itu, tahun 1971, sang ayah yang sebelumnya merintis usaha di Makassar bersama putra ketiganya itu bersama-sama mendirikan PT Modern Photo Film (MPF) karena berhasil mendapatkan hak sebagai agen resmi produk Fuji Photo Film dari prinsipalnya di Jepang.

Dari situ bisnis level nasionalnya mulai bergulir. Pada 1982 Otje meninggal dunia dan Samadikun mengambil alih nakhoda perusahaan.

Tiga saudara kandung Samadikun, yaitu Luntungan Honoris, Sungkono Honoris, dan Siwi Honoris turut terlibat dalam bisnis dengan membentuk perusahan induk PT Inti Putra Modern.

Pada 1989 Samadikun memutuskan masuk bisnis perbankan dengan mendirikan PT Bank Modern. Perusahaan bidang keuangan itu yang kemudian menjeratnya kepada kasus BLBI pada 1998 dan divonis penjara 4 tahun karena merugikan negara Rp 169 miliar.

Setelah itu, grup Modern kalang kabut sejalan dengan krisis moneter yang melanda. Di awal tahun 2000 transaksi bisnis grup Modern nyaris tidak ada. Terlebih mulai masuk bisnis digital, penjualan Fuji film mengalami kesulitan.

Catatan Bareksa, setelah krisis 1997-1998, dua perusahaan terbuka milik Modern yaitu PT Modern Photo Film (sekarang PT Modern Internasional Tbk (MDRN)) dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN) terlilit utang dalam jumlah besar.

Pada tahun 1997 rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio, DER) MDRN melonjak menjadi 262 persen dari sebelumnya hanya 66 persen. Total utang membengkak sekitar kali empat menjadi Rp 710 miliar dari sebelumnya hanya Rp 205 miliar.

Puncaknya, pada 2004, utang mencapai Rp 829 miliar sebaliknya nilai ekuitas menciut menjadi Rp 162 miliar dari sebelumnya sekitar Rp 310 miliar.

Kemudian generasi ketiga, yang dipimpin oleh putra dari Luntungan Honoris dan Sungkono Honoris mulai bergerak. Terutama Henri Honoris, putra dari Luntungan yang berjuang mendapatkan merek dagang convenience store, 7-Eleven di bawah bendera MDRN.

Di bidang properti, William Honoris ikut berjuang. Meski, di MDRN, para pemilik saham harus rela melepas sebagian saham kepada Asialink.

Electronics yang sempat menjadi pemilik mayoritas di MDRN sebesar 53,1 persen sedangkan PT Inti Putra Modern menyisakan kepemilikan 17,2 persen.

Hal tersebut dilakukan untuk menambah modal dan memperbaiki kinerja. Generasi Honoris itu yang kemudian namanya terpajang di grup Modern.

Adapun penerus Samadikun Hartono tidak lagi tercantum. James Hartono, putra Samadikun, justru memilih bisnis otomotif mendirikan PT Foton Mobilindo yang berfokus pada kendaraan niaga.

Menurut Bareksa, Politikus PDIP, Charles Honoris, putra dari Luntungan Honoris telah membantah  bahwa pihaknya  ada sangkut paut dengan Samadikun terutama terkait dana BLBI.

”Charles Honoris bukan anak dari Samadikun Hartono. Charles Honoris adalah putra dari Luntungan Honoris,” kata Ketua Tim Pemenangan Charles, Rhugby Adeana S, dalam keterangan resmi setelah Charles dipastikan lolos menjadi anggota DPR RI pada 2014.

Charles menurutnya tidak memiliki keterkaitan atau keterlibatan apapun baik secara hukum maupun secara personal dengan kasus BLBI.

Di susunan komisaris MDLN, Luntungan Honoris menjadi Komisaris Utama dan William Honoris menjadi Direktur Utama.

Di susunan pengurus MDRN, Sungkono Honoris menjadi Direktur Utama bersama Henri Honoris sebagai Direktur Penjualan dan Pemasaran. Komisaris Utama (independen) dipercayakan kepada Achmad Fauzi Hasan.

Selain itu, menurut tribunnews.com, Samadikun memiliki rumah mewah di kawasan elite di Jakarta. Rumah yang diperkirakan bernilai Rp 200 miliar tersebut berada di Jalan Jambu nomor 88, Menteng, Jakarta Pusat ditempati putra Samadikun, Riko Hartono dan istrinya. 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home