Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:56 WIB | Rabu, 13 Januari 2016

BMKG: Waspadai Longsor di Awal La Nina

Ilustrasi: Dua warga menembus hujan lebat menggunakan payung di Jalan Gajah Mada, Jakarta, Pusat, penggal akhir November tahun lalu. (Foto: Antaranews/Wahyu Putro A)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat untuk waspada bencana longsor di awal La Nina yang diperkirakan terjadi pada September 2016.

El Nino, dan La Nina, seperti dikutip dari wikipedia.org adalah istilah yang berhubungan dengan penyimpangan cuaca di daerah sekitar Pasifik Ekuator. El Nino dicirikan dengan naiknya suhu permukaan air laut (warm phase) di Pasifik bagian Ekuator. La Nina merupakan proses kebalikan dari El Nino, diawali dengan menguatnya angin pasat tenggara, suhu muka laut yang ada di tropis Pasifik barat akan sangat hangat dan sebaliknya di Pasifik timur akan lebih dingin. Ini mengakibatkan atmosfer di Pasifik barat akan lebih mendapatkan uap air yang tinggi, yang menyebabkan hujan lebat dan banjir terjadi di Indonesia dan Asia Tenggara, akan tetapi di Pasifik timur mengalami kemarau dan kekeringan.

"Kita masih terus monitor gejala La Nina, belum tahu kepastiannya akan seperti apa. El Nino diprediksi akan melemah setelah Maret, lalu menuju keseimbangan diikuti La Nina, dan dampaknya kemungkinan baru akan terasa di akhir 2016," kata Kepala Pusat Meteorologi Publikasi BMKG, Mulyono R Prabowo, di Jakarta, Rabu (13/1).

Seberapa intens La Nina akan terjadi, menurut dia, BMKG belum dapat mengetahui seperti apa, meski pada umumnya akan lebih ringan. Hal yang harus diwaspadai justru untuk daerah dengan topografi curam yang sangat rawan longsor.

Tanah yang pada saat El Nino menjadi sangat kering, terkena air di awal La Nina biasanya akan menjadi ringkih dan menimbulkan pecahan-pecahan yang bisa memicu longsor.

BMKG, menurut dia, telah menginformasikan kondisi ini kepada pihak terkait dan bekerja sama dengan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memetakan lokasi yang rawan atau berisiko longsor tersebut.

Sedangkan La Nina dapat menimbulkan bencana banjir untuk skala perkotaan, seperti di Jakarta, sangat dipengaruhi dengan intensitas hujan di lokasi tersebut.

"Daerah selatan Jakarta, akan lebih banyak turun hujan dan tentu berpengaruh dengan pusat Jakarta," kata dia.

Daya serap tanah di perkotaan seperti Jakarta, menurut dia, juga sangat mempengaruhi kemungkinan terjadinya banjir, selain juga faktor pemicu alam lainnya seperti pasang air laut yang membuat air dari hulu Jakarta tidak dapat mengalir ke laut.

"Kalau sudah seperti itu pakai pompa air pun tidak berpengaruh," dia menjelaskan.

Menurut Mulyono, tidak secara linier hujan yang terjadi saat La Nina nanti langsung dapat mengisi waduk-waduk atau embung yang dibangun.

“Perubahan kondisi lingkungan, sangat berdampak pada daya dukung serap tanah,” katanya.

“Jika lima tahun lalu serapan tanah masih besar, kondisinya tidak sama saat ini yang kemungkinan disebabkan tutupan pohon yang semakin sedikit,” katanya.

Pada Pertanian

Secara umum Indonesia mengalami dua musim, tetapi secara bersamaan fenomena El Nino dan La Nina memberikan dampak berbeda pada dua musim tersebut.

Curah hujan menurun saat El Nino terjadi, meski sudah memasuki musim hujan, dan jika terjadi saat musim panas maka kondisinya akan semakin kering seperti yang terjadi di 2015. Dampak lainnya membuat musim hujan menjadi mundur, dan tidak berarti waktunya juga akan lebih panjang.

Bulan Februari hingga Maret, ia mengatakan intensitas hujan diperkirakan akan tinggi, namun setelahnya akan mulai berkurang.

BMKG bersama Kementerian Pertanian, menurut dia, telah membuat kalender tanam dinamik sehingga dapat ditentukan juga kapan dan tanaman apa yang cocok ditanam disesuaikan dengan musim. Informasi tersebut sampai ke petani melalui penyuluh pertanian. (Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home