Loading...
SAINS
Penulis: Prasasta Widiadi 07:18 WIB | Kamis, 09 Oktober 2014

BPLHD DKI: 2030, Jakarta Kekurangan Air Bersih

“Sekarang ini populasi Jakarta pada 2010 mencapai 9,84 juta jiwa kemudian pada 2015 mendatang 10,63 juta jiwa dan pada 2030 13,91 juta jiwa, sementara di sisi lain kebutuhan air untuk sektor rumah tangga sebesar 8.437 liter per detik pada 2010, dan pada 2030 tingkat kebutuhan air semakin tinggi, akan tetapi bapak ibu sekalian kita lihat bahwa kebutuhan tersebut tidak sebanding dengan kapasitas air tanah yang ada saat ini, maka pada 2030 setidaknya Jakarta akan kekurangan air 22.638 liter per detik,” kata Bawa.
BPLHD DKI: 2030, Jakarta Kekurangan Air Bersih
Bawa Sarasa (tengah) menjadi pemateri pada pemaparan Rencana Program Konservasi dan Upaya Hemat Air di Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari Sosialisasi Ketahanan Air di Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan di Balai Agung, Kantor Gubernur DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (8/10). (Foto-foto: Prasasta Widiadi).
BPLHD DKI: 2030, Jakarta Kekurangan Air Bersih
Pelaksana Tugas Gubernur (Plt). Basuki Tjahaja Purnama (tengah) saat menghadiri pemaparan Rencana Program Konservasi dan Upaya Hemat Air di Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari Sosialisasi Ketahanan Air di Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan di Balai Agung, Kantor Gubernur DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (8/10).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jakarta pada 2030 diprediksi kekurangan air bersih. Penelitian tersebut diungkapkan Kepala Unit Limbah Lingkungan dan Air Tanah, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Bawa Sarasa  pada Rabu (8/10) dalam pemaparan Rencana Program Konservasi dan Upaya Hemat Air di Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari Sosialisasi Ketahanan Air di Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan di Balai Agung, Kantor Gubernur DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (8/10).

“Sekarang ini populasi Jakarta pada 2010 mencapai 9,84 juta jiwa kemudian pada 2015 mendatang 10,63 juta jiwa dan pada 2030 13,91 juta jiwa, sementara di sisi lain kebutuhan air untuk sektor rumah tangga sebesar 8.437 liter per detik pada 2010, dan pada 2030 tingkat kebutuhan air semakin tinggi, akan tetapi bapak ibu sekalian kita lihat bahwa kebutuhan tersebut tidak sebanding dengan kapasitas air tanah yang ada saat ini, maka pada 2030 setidaknya Jakarta akan kekurangan air 22.638 liter per detik,” kata Bawa.

Dari data yang dia kemukakan di layar proyektor terlihat bahwa kekurangan air bersih semakin nampak dari 2.573 liter per detik pada 2010 sementara pada 2030 angka kekurangan air mencapai 22.638 liter per detik.

“Kita tidak ingin pemaparan ini semakin membuat sedih warga Jakarta, tetapi kita perlu memperhatikan juga bahwa instalasi dan infrastruktur penyediaan air yang kurang baik,” Bawa melanjutkan.

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta adalah badan yang terbentuk di bawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola lingkungan hidup dengan berlandaskan hukum kepada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 1981 tentang susunan BPLHD yang dibentuk oleh Biro Bina Kependudukan dan Lingkungan Hidup (BKLH) Pemda DKI Jakarta.

Bawa mengemukakan saat ini sekitar 40 persen warga DKI menggunakan air tanah dangkal untuk melakukan kegiatan rumah tangga. “Sebesar satu hingga dua persen warga DKI Jakarta menggunakan air tanah dalam untuk keperluan usaha," Bawa melanjutkan.

Saat ini BPLHD DKI Jakarta memantau penerapan zero deepwell consumption (pemberian izin pemanfaatan air tanah sesuai dengan pertimbangan kemampuan kondisi air tanah dan jaringan perpipaan) masih terlalu banyak di Jakarta, bahkan Pemprov DKI juga membatasi penggunaan air tanah untuk keperluan komersial yakni penggunaan sumur dalam hanya boleh mengambil 100 meter kubik per hari dan sumur pantek maksimum 10 meter kubik per harinya.

BPLHD menargetkan pada 2015 Provinsi DKI Jakarta harus 100 persen menggunakan air perpipaan untuk domestik.

Penerapannya, menurut Bawa sebagai berikut, pada 2020, sebagian Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur tidak lagi menggunakan air tanah, sedangkan Kebayoran Jakarta Selatan dan Kramat Jati Jakarta Timur ditargetkan pada 2030 seluruhnya menggunakan saluran perpipaan.

Dari data yang dia bawa bersumber dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tertulis bahwa ada beberapa masalah pengelolaan air perkotaan di Provinsi DKI Jakarta yakni kurangnya cakupan layanan air bersih perpipaan, defisit dan kontaminasi air tanah dalam dan dangkal, kurang optimalnya penetralisir limbah perkotaan  yang berupa limbah industri dan domestik.

“Krisis air baku, intrusi air asin, tingginya tingkat kehilangan air perpipaan,” Bawa melanjutkan.

Data tersebut, menurut Bawa tidak salah karena banyaknya bangunan-bangunan pencakar langit di Jakarta dan kurangnya biopori serta sistem peresapan di Jakarta.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home