Loading...
INSPIRASI
Penulis: Esther GN Telaumbanua 01:00 WIB | Selasa, 01 Juli 2014

Bu Minah, Tukang Sayur Keliling

Tukang sayur keliling (foto: baltyra.com)

SATUHARAPAN.COM – Bu Minah panggilannya. Ia tukang sayur keliling di wilayah perumahan kami. Sejak pembantu pulang kampung, saya banyak berinteraksi dengannya, terutama pada akhir minggu. Ia tukang sayur kesukaan saya karena dagangannya komplit berbeda dengan tukang sayur lainnya.

Banyak hal yang saya pelajari dari Bu Minah. Mula-mula saya kaget ketika ia menyebutkan telah bekerja sebagai tukang sayur keliling selama lebih 20 tahun, dan tak pernah bertukar profesi atau berpikir untuk berhenti. ”Pekerjaan ini telah menghidupi saya dan keluarga, hingga anak-anak saya bisa tamat sekolah bahkan ada yang D-3. Kenapa saya harus tinggalkan?” begitu penjelasannya. Di sini saya belajar mengenai loyalitas dan raya syukur atas pekerjaan.

Suatu hari saya terkaget-kaget, saat memilih sayuran terdengar bunyi dering HP. Saat mencari-cari asal bunyi, ternyata Bu Minah sedang berbicara. ”Iya Bu, ada langganan yang pesan ikan. Ia nanya, ’Jam berapa saya lewat rumahnya?’” katanya sambil menyimpan HP sederhana itu kembali. Alamak, usaha kecil yang purna jual. Canggih sekali!

Minggu lalu saat para ibu berkerumun memilih dagangan, sebuah mobil berhenti. Seorang ibu turun dan menanyakan alamat yang dituju. Tak seorang pun di antara kami yang mampu memberikan jawaban pasti. Bbu Minah tampil  bak jurusalamat, ”Oh, Ibu cari alamat Ibu Erika ya? Nomor rumahnya betul sama, tetapi ibu harus belok sana karena RT/RW beda. Di sebelah sana Bu, dekat rumah susun. Ibu Erika yang baru kehilangan suami ’kan?”  Saya termangu. Ia memahami wilayah dan memiliki pelanggan setia puluhan tahun. Bu Minah sangat mengenal peta wilayah serta kondisi pelanggannya.

Saya makin dibuatnya trenyuh ketika ia memberikan uang kembalian, saya melihat ada beberapa buku di laci gerobak sayurnya.  Ia pun menjelaskan, ”Ini buku catatan saya, Bu. Saya sering lupa, jadi saya catat di sini siapa yang belum bayar. Kalau bulan tua, ibu-ibu banyak pada ngutang, nanti habis bulan nyicil bayar. Yang penting bisa masak buat anaknya, nggak apa-apa. Saya ngerti, karena saya juga punya anak”. Ibu-ibu yang banyak gaya dan tinggal di rumah bertingkat itu ternyata sering mengutang pada Bu Minah.

Sebelum melanjutkan berkeliling, Bu Minah berpesan. ”Bu, awal puasa saya tiga hari libur. Selama bulan puasa nanti jualannya sore. Tetapi kalau ibu perlu banget, telpon saya ya. Nanti saya anterin.” Saya pun menjawab, ”Ya, Bu Minah, selamat berpuasa! Semoga lancar, sehat-sehat, dan dapat pahala.”  Dalam hati saya manambahkan: ”Kiranya Tuhan memberkatimu Bu Minah. Engkau, perempuan luar biasa!”

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home