Loading...
INSPIRASI
Penulis: Sabar Subekti 01:00 WIB | Jumat, 28 Oktober 2016

Buta Kesadaran Kognitif

Pendiidikan pekerti luhur sungguh perlu!
Bersih dari calo. Sebuah spanduk terpampang di depan sebuah kantor pelayanan publik. Mengapa kata-kata di spanduk itu berbeda dengan praktik pelayanannya? (Foto: Ist)

SATUHARaPAN.COM – Di sebuah pinggiran jalan di dekat sungai di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, terpampang spanduk dengan tulisan: ‘’Dilarang membuang sampah di sini!’’ Dan di bawahnya bertumpuk-tumpuk sampah dalam kantong plastik. Setiap hari makin menggunung.

Rupanya, pada pagi hari, banyak warga yang berangkat kerja sambil membawa sampah dari rumahnya dan dibuang di tempat itu. Rupanya para pelaku punya kesadaran besar menjaga kebersihan rumah mereka, tetapi rendah kepeduliannya pada kebersihan ruang publik.

Dalam sebuah pelatihan untuk pengembangan karakter, menghidupkan nilai dan pendidikan pekerti luhur, perilaku seperti itu dibahas dengan serius. Disebutkan pelakunya mungkin termasuk golongan orang buta huruf fungsional. Jika orang yang buta huruf tidak bisa membaca; maka jenis buta huruf ini bisa membaca, tetapi tidak mengerti pesan itu dengan baik dan utuh.

Namun, hal itu dibantah karena para pembuang sampah di sana tampaknya pekerja kantoran dan berpendidikan. Mereka naik sepeda motor atau bermobil, bahkan ada yang mobilnya berharga tinggi. Apakah mereka pantas dimasukkan golongan buta huruf fungsional?

Kasus seperti ini banyak terjadi, termasuk di tempat pelayanan publik. Tertulis di sana: ‘’Mau cepat Hindari Calo.’’ Yang terjadi, tanpa lewat calo urusan Anda akan menjadi lama, bahkan sangat lama. Tertulis: ‘’Siap memberi pelayanan terbaik.’’ Namun, banyak warga yang keluar dengan menggerutu pada pelayanan lembaga itu.

Di persimpangan jalan, banyak tanda dilarang berhenti, tetapi di situ justru angkutan umum berhenti berlama-lama. Di bagian ruas jalan tedapat tanda dilarang parkir, justru berderet-deret kendaraan terparkir, termasuk kendaraan dinas pemerintahan.

Apa masalahnya, sehingga tumbuh perilaku seperti itu; di mana pengetahuan tidak memiliki pengaruh signifikan dengan perilaku? Bukankah ini juga terjadi dalam pungli dan korupsi dan kejahatan yang lain? Pelakunya tahu bahwa yang dilakukan itu kejahatan.

Dalam pendidikan menghidupkan nilai, perilaku seperti itu terjadi pada orang yang miskin atau buta kesadaran kognitif. Kesadaran ini menyangkut kemampuan observasi dan memahami situasi untuk dikembangkan menjadi pengetahuan dan mendorong terbentuknya perilaku yang baik dan bijak. Kesadaran ini tidak hanya melibatkan kerja rasio, tetapi juga spiritualitas, dan terbentuk melalui proses pendidikan dan keteladanan.

Dalam pendidikan menghidupkan nilai, ada kegiatan khusus untuk mengembangkan kesadaran kognitif ini, sehingga pengetahuan yang dimiliki mendorong orang menjadi lebih bijak, bukan sebaliknya justru menjadi lebih bejad.

Nah, jika sekarang di Indonesia ada enam juta orang yang buta huruf, jumlah penyandang buta huruf fungsional kemungkinan jauh lebih banyak, dan yang buta kesadaran kognitifnya jauh lebih banyak lagi. Ini berarti pendidikan pekerti luhur memang diperlukan. Dan bagi Indonesia sudah sangat mendesak.

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor: Yoel M. Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home