Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 21:59 WIB | Selasa, 07 Oktober 2014

Calon Pimpinan KPK Paparkan Agenda Aksi

Busyro Muqqodas pimpinan KPK dan salah satu calon pimpinan KPK (kiri), mantan anggota DPD RI I Wayan Sudirta (tengah) dan Kepala Bidang Hubungan Internasional Sekretariat Kabinet Robby Arya Brata pada acara diskusi yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, Selasa (7/10). (Foto: Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tiga dari enam calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memaparkan agenda aksi bila mereka terpilih menjadi Komisioner KPK pada acara diskusi yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi.

Ketiga orang tersebut adalah Kepala Bidang Hubungan Internasional Sekretariat Kabinet Robby Arya Brata, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah I Wayan Sudirta dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas. 

Sedangkan tiga orang yang tidak hadir adalah dosen hukum Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting, jurnalis dan advokat Ahmad Taufik serta spesialis perencanaan dan anggaran Biro Rencana Keuangan KPK Subagio.

"KPK terlalu asyik pada `represive approach, law enforcement`, padahal hal itu tidak menyelesaikan masalah karena tidak menyentuh akar penyebab korupsi, boleh gagah-gagahan menangkap menteri tahun ini, tapi tahun depan seperti itu lagi. Jadi saya mengusulkan penerapan `balance approach` antara pencegahan dan penindakan," kata Robby pada acara diskusi media di Jakarta, Selasa.

Menurut Robby, bagian penindakan KPK itu seperti mengepel lantai yang kotor tapi tidak menutup genteng yang berlubang sehingga tidak menyelesaikan masalah.

"Uang negara hasil korupsi yang dikembalikan ke negara itu kecil, di bawah 30 persen, jadi lebih baik mencegah dari pada mengobati. Kalau saya pimpinan KPK, saya kasihan kepada yang ditangkap maka saya berusaha agar tidak ada lagi orang yang ditangkap," tambah Robby.

Sehingga Robby berharap agar para elit tidak lagi melakukan korupsi karena bila elit masih korupsi maka masyarakat akan melakukan gerakan antikorupsi sendiri (people lead bottom up peaceful anticourruption movement).

Sedangkan mantan anggota DPD I Wayan Sudirta membagi rencananya dalam jangka pendek, menegah dan panjang.

Rencana jangka pendek antara lain adalah dengan pembangunan KPK di daerah dan memperjuangkan amandemen UUD 1945 sehingga KPK masuk ke dalam konstitusi.

"Kalau KPK daerah dibentuk itu ideal, tapi persyaratan harus sama dengan KPK pusat. Bisa satu per satu KPK di kota-kota besar dulu tapi kualifikasi tidak boleh ditawar-tawar. Kalau KPK daerah belum bisa dibentuk maka caranya adalah supervisi, kalau supervisi oleh KPK, kepolisian dan kejaksaan selalu manut," ungkap Sudirta.

Sedangkan rencana jangka menengah adalah memperbaiki sistem partai politik, birokrasi, mengembalikan aset negara yang berada di luar negeri hingga tidak memilih-milih kasus khususnya militer.

"Cara rekrutmen mereka legislatif dan eksekutif harus benar-benar diawasi lembaga antikorupsi, karena kalau diambil satu maka tumbuh seribu, kalau mau berantas korupsi maka urus parpolnya, UU Parpol bagaimana rekrutmen Parpol dengan benar. Selanjutnya dalam birokrasi dimulai dari rekrutmen CPNS agar tidak main suap, tidak ada pembayaran saat menduduki jabatan, ditambah birokrasi harus lepas dari kontrol pejabat publik sehingga bupati dan gubernur tidak bisa memindahkan PNS," kata Sudirta. 

Rencana selanjutnya adalah mengembalikan aset di luar negeri yang jarang berhasil dilakukan karena minimnya ratifikasi terhadap perjanjian internasional.

"Padahal uang yang dipinjamkan ke kita dari Bank Dunia 70 persennya adalah aset korupsi yang disimpan koruptor di luar negeri. Satu lagi kok tentara bisa kebal hukum? Jika kurang peraturannya maka kita bikin aturannya," ungkap Sudirta.

Selanjutnya rencana jangka panjang adalah melalui pendidikan antikorupsi di keluarga dan juga sekolah. 

Sedangkan Busyro Muqoddas menyatakan bahwa kunci dari pemberantasan korupsi adalah membangun pendidikan antikorupsi yang dimulai dari keluarga.

"Perlu pendidikan politik, karena rakyat tidak mengalami pendidikan politik selama ini. Parpol juga mengalami kesulitan melakukan pendidikan politik, maka yang terjadi adalah korupsi sistemik yang `by design`, korupsi hidup dalam birokrasi yang hidup dalam feodalisme, Politik di Indonesia berbentuk oligarki, bahkan dinasti sehingga yang diperlukan dekonstruksi semua sistem mengenai kepolitikan," ungkap Busyro.

Selain itu perlu juga sinergi lembaga negara dengan masyarakat sipil hingga melakukan pendekatan kultural.

"Yang sekarang dilakukan KPK adalah strategi detterent effect yang progresif revolusioner mengenai pasal 35 KUHAP agar dikenakan pidana tambahan yaitu pencabutan hak duduk dalam jabatan publik yang sudah dikabulkan Mahkamah Konstitusi untuk mantan presiden PKS dan Djoko Susilo dan rencananya pasal 98 KUHAP yaitu masyarakat yang mengalami kerugian dapat mengajukan ganti rugi dari perbuatan korupsi itu," tegas Busyro.

Pada Kamis, 9 Oktober 2014 rencananya 6 kandidat pimpinan KPK akan menjalani tes wawancara dengan panitia seleksi dan setelah itu didapat 2 orang yang namanya akan diusulkan ke presiden dan kemudian menyampaikan dua nama kepada DPR.

Selanjutnya seleksi V diproses di tingkat DPR pada 22 Oktober 2014 hingga 19 Januari 2015. Pengumuman hasil seleksi tahap V dan penyampaian calon terpilih kepada Presdien dilakukan pada 19-27 Januari 2015. Presiden pun kemudian menetapkan calon pengganti terpilih pada 27 Januari-9 Maret 2015. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home