Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 01:00 WIB | Sabtu, 26 September 2015

Dalam Nama Tuhan

Kalau Tuhan mau nama-Nya dipakai, masak kita marah?
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – ”Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” (Mrk. 9:38). Demikianlah laporan Yohanes kepada Yesus.

Tampaknya, Yohanes, sebagai seorang murid Yesus, tak rela jika ada orang lain yang melakukan perbuatan ajaib atas nama Sang Guru. Di mata Yohanes, hanya para pengikut Yesuslah yang boleh melakukan perbuatan ajaib atas nama Yesus. Bukankah mereka adalah orang-orang terdekat Yesus?

Yohanes tidak sendirian. Para murid lainnya agaknya juga  berpendapat sama. Sebagai orang pilihan mereka beranggapan hanya merekalah yang boleh melakukan perbuatan-perbuatan ajaib dalam nama Sang Guru.

Yesus dengan tegas menyatakan kepada para murid-Nya: ”Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita” (Mrk. 9:39).

Tampaknya, Yesus sedang memberikan pelajaran kepada para murid dalam hal ini. Pertama, mereka tak perlu marah kalau ada orang yang mengusir setan dalam nama Yesus. Sesungguhnya mereka pun percaya kepada Yesus. Jika tidak, tentu mereka tidak akan melakukan penyembuhan itu dalam nama Yesus.

Kedua, yang tak boleh dilupakan pula, mukjizat adalah karunia. Jika ada orang yang melakukan perbuatan-perbuatan ajaib dalam nama Tuhan, dan Tuhan sungguh berkenan, maka mukjizat pasti terjadi. Tetapi, janganlah kita lupa bahwa mukjizat itu terjadi dalam nama Tuhan Yesus. Dengan kata lain, mukjizat itu tidak berasal dari orang itu sendiri. Tetapi, Tuhan berkenan melakukannya. Kalau Tuhan, mau nama-Nya dipakai, masak kita marah?

Di sinilah persoalan para murid Yesus. Ketika mereka mencegah orang-orang itu melakukan mukjizat dalam nama Yesus, agaknya mereka tidak rela jika ada orang menjadi lebih terkenal dari mereka. Mereka lupa bahwa mukjizat adalah karunia.

Tetapi, memang itulah yang sering terjadi bukan? Ketika ada orang melakukan mukjizat, banyak orang berbondong-bondong datang kepadanya dan mengelu-elukan dia. Mereka lupa bahwa semuanya itu sejatinya hanyalah karunia Tuhan. Ujung-ujungnya: pemegahan diri.

Ringkasnya, kedaulatan Tuhan. Sebab, kalau Tuhan harus mengikuti kehendak kita, lalu siapa sesunguhnya yang menjadi Tuhan: kita atau Dia?

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home