Loading...
HAM
Penulis: Ignatius Dwiana 15:04 WIB | Rabu, 28 Agustus 2013

Demokrasi Indonesia Menegakkan Ideologi Pancasila

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hajriyanto Y. Thohari. (Foto Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – "Demokrasi mengharuskan adanya komitmen bersama untuk menaati aturan hukum, menghormati hak-hak semua warganya, menjamin kehidupan semua warga negaranya, kedudukan sama di depan hukum, menjalankan toleransi, menghormati kebhinnekaan, serta prinsip-prinsip dasar kemanusiaan lain," kata Hajriyanto Y. Thohari. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hajriyanto Y. Thohari menyambut Peluncuran Publik Laporan Tim Temuan dan Rekomendasi (TTR) tentang Penyerangan terhadap Penganut Syi’ah di Sampang Madura di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Senin (26/8).

Fakta di lapangan yang menunjukkan ada diskriminasi terhadap kaum minoritas keagamaan, orientasi seksual, suku, maupun budaya merupakan kurangnya pemenuhan hak-hak rakyat atau hak-hak konstitusional warga negara.

“Meskipun sama-sama warga negara Indonesia, kaum minoritas keagamaan masih mengalami kesulitan menjalankan keyakinan dan agama yang diyakini dan dianutnya. Maka, tak mengherankan jika lembaga-lembaga nasional maupun internasional sering menyoroti kasus ini. Yang mencolok belakangan ini, warga Syi’ah di Sampang yang mengalami penyerangan pada 26 Agustus 2012. Permasalahannya hingga hari ini belum tuntas terselesaikan. Dalam konstitusi kita, yaitu UUD 1945, dinyatakan dengan tegas bahwa negara harus melindungi kebeasan beragama dan berkeyakinan bagi seluruh warga negaranya. Dalam hal ini kelompok minoritas adalah bagian dari warga negara dan bangsa Indonesia, dan wajib dipenuhi hak-hak sipil dan politik mereka,” bunyi pidato Hajriyanto Y. Thohari.

Pengusiran warga Syi’ah dari Sampang menunjukkan bahwa visi kebangsaan masih lemah. Visi kebangsaan mestinya dimiliki semua warga negara Indonesia yang mengakui bahwa semua rakyat Indonesia berkedudukan sama di depan hukum dan berhak mendapat perlindungan dari pemerintah. Visi kebangsaan sebetulnya tercantum dengan jelas dalam empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, namun banyak warga negara Indonesia masih enggan membaca dan menelaah serius konstitusi. Bahkan, banyak pejabat negara dan aparat negara yang juga tidak paham empat pilar dan manfaatnya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hajriyanto Y. Thohari melanjutkan,“Kalangan legislatif dan eksekutif  harus sadar bahwa dalam pembuatan undang-undang terkait kehidupan beragama, mereka harus memiliki visi kebersamaan dan kebangsaan. Undang-undang tersebut tidak boleh dilahirkan karena semata-mata memenuhi kepentingan kelompok kecil yang egois. Jika hal ini terjadi, undang-undang yang diskriminatif akan sulit dilaksanakan kecuali oleh tangan-tangan aparat negara yang otoriter, sesuatu yang tertentu saja bertentangan dengan norma-norma demokrasi yang kita junjung tinggi.”

Menegakkan ideologi Pancasila yang menghormati segala perbedaan, menghormati dan melindungi hak-hak kelompok minoritas, menjadi hal yang penting dan mendesak. Sementara itu ideologi kekerasan, baik lokal maupun asing yang hendak menghilangkan hak hidup pelbagai agama dan keyakinan di muka bumi Indonesia tidak boleh ditolerir. Negara juga harus bersikap tegas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kelompok-kelompok dengan ideologi tersebut. Absennya negara dalam setiap konflik akan membuat Indonesia dipandang dunia internasional sebagai negara yang gagal melindungi rakyatnya.

Dalam pidato penutupnya, Hajriyanto Y. Thohari mengutip pidato Presiden Soekarno, “Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa.”

 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home