Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 11:27 WIB | Kamis, 23 Januari 2014

Dialog Adalah Satu-satunya Jalan bagi Suriah

Anak-anak Suriah dalam pengungsian, generasi yang paling menderita akibat perang. (Foto: Ist)

SATUHARAPAN.COM – Di masyarakat Jawa ada pepatah: “ana rembug dirembug”, artinya, ada masalah dibicarakan. Pepatah ini menandai bahwa kemampuan komunikasi manusia melebihi makhluk lain dan mempu untuk mengelola relasi dengan cara-cara yang lebih damai.

Para pihak dalam perang di Suriah, khususnya delegasi dari internal Suriah, telah datang di Swiss sejak kemarin, Rabu (22/1) untuk membahas penyelesaian konflik yang sangat berdarah  melalui negosiasi. Hal ini juga menandai kembalinya kemampuan komunikasi untuk menyelesaikan masalah dengan dialog, dan bukan dengan letusan senjata.

Negosiasi ini sebenarnya telah cukup terlambat. Hampir tiga tahun para pihak, ditambah makin rumit dengan kehadiran negara dan kelompok-kelompok bersenjata bertempur secara brutal. Hal itu menutup kemampuan manusia untuk bernegosiasi.

Selama tiga tahun masing-masing pihak menjadi “pencabut nyawa” bagi pihak lain. Perang telah membunuh lebih dari 130.000 orang, dan jutaan orang dalam kesengsaraan yang luar biasa, kelaparan dan nyaris tanpa harapan.

Namun demikian pembicaraan telah dimulai, ada harapan untuk “membungkam letusan senjata” dan mencoba menemukan akar masalah dan solusi yang diperlukan.  Proses ini diyakini tidak akan terjadi secara singkat, karena  “luka” konflik berdarah sudah cukup parah menimpa seluruh rakyat Suriah.

Posisi Masih Keras

Para delegasi yang berbicara di Konferensi Jenewa II di Montreux, Swiss memang masih mencerminkan kerasnya posisi. Pihak Oposisi Suriah menuding delegasi pemerintah menyampaikan hal-hal yang disebutnya sebagai kebohongan. Pemerintah AS yang mendukung para pemberontak menolak Presiden Suriah, Bashar Al-Assad, dilibatkan dalam pemerintahan sementara.

Di sisi lain pihak delegasi pemerintah Suriah mempertahankan keterlibatan Al-Assad, dan menuding para pemberontak sebagai teroris dan negara-negara lain yang terlibat mendukungnya.

Meskipun posisi masih cukup keras, hal itu memang harus diungkapkan dan menjadi bagian yang akan dibahas. Pernyataan-pernyataan keras dan bahkan kasar diharapkan bisa berubah menjadi lebih rasional dan realistis ketika melihat tujuan dan kebutuhan yang sebenarnya, yaitu perdamaian bagi Suriah.

Utusan Gabungan PBB dan Liga Arab, Lakhdar Brahimi, memang mengakui belum tahu agenda apa yang akan dibicarakan pada pertemuan internal Suriah di Jenewa yang akan dimulai hari Kamis (23/1) ini, namun dia membawa banyak pesan dari rakyat Suriah, dan dari gereja-gereja tentang harapan terciptanya perdamaian.

Pembicaraan tampaknya akan mengarah kepada pembentukan pemerintah transisi yang diharapkan menjadi pengelola proses perubahan melalui cara-cara yang demokratis dalam mengatasi perebutan kekuasaan di sana. Hanya cara ini yang bisa diterima oleh peradaban dunia, dan bukan melalui perang, dan kedua pihak telah menyepakati dalam Konferensi Jenewa I tiga tahun lalu. Persoalannya memang akan terkait pada siapa yang akan memegang mandat dalam pemerintahan transisi ini.

Sementara itu, pihak delegasi pemerintah Suriah tampaknya membawa agenda tentang menyingkirkan kelompok yang mereka sebut sebagai teroris dan keterlibatan pihak asing pada kelompok-kelompok ini.  Basar Al-Assad bahkan mengindikasikan masalah ini sebagai prasyarat bagi proses transisi yang bisa diterima.

Empat Harapan

Masalah-masalah ini memang masih cukup rumit. Namun ada beberapa harapan yang paling rasional dalam pertemuan ini, yaitu  adanya kesepakatan untuk gencatan senjata yang ditaati para pihak, yang bertujuan menghentikan bertambahnya korban dan penderitaan yang makin dalam.

Kedua,  para pihak memberikan akses yang memadai dan aman bagi bantuan kemanusiaan bagi rakyat Suriah.  Perang Suriah menjadi tragedi besar abad ini, karena masuknya senjata lebih mudah daripada masuknya bantuan kemanusiaan. Bahkan bantuan itu juga jatuh ke tangan para kombatan.

Ketiga, adanya pembicaraan awal untuk mengimplementasikan Konferensi Jenewa I, yaitu pembentukan pemerintah transisi yang bertuhas menjalankan proses perubahan secara demokratis.

Keempat,  harapan bahwa para pihak bersepakat untuk sebuah agenda pembicaraan lanjutan untuk membahas solusi secara lebih rinci dengan fasilitasi oleh pihak yang yang fokus kepada perdamaian.

Tiga tahun perang berdarah dan penuh kengerian telah dikecam secara tegas, dan hal itu tengah ditebus dengan negosiasi yang dimulai di Swiss. Jika negosiasi inipun menemui jalan buntu, maka Suriah bisa menjadi kawasan yang paling mengerikan dalam awal abad ini. Kita berharap pemulihan kemampuan berkomunikasi yang tengah terjadi tidak dihentikan oleh kemampuan memicu pelatuk senjata. 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home