Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 15:33 WIB | Selasa, 14 Juni 2016

Diperiksa KPK, Waketu Komisi V DPR RI Terima 25 Pertanyaan

Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Michael Wattimena, saat menjadi saksi untuk tersangka Amran Hi Mustary di Gedung KPK, hari Selasa (14/6). (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua (Waketu) Komisi V DPR RI, Michael Wattimena, menjadi saksi untuk tersangka Amran Hi Mustary. Amran merupakan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara yang menjadi tersangka penerima suap dalam kasus suap proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2016.

Michael menerima 25 pertanyaan dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Ditanya 25 pertanyaan dan semuanya sudah saya sampaikan kepada penyidik,” kata Michael usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hari Selasa (14/6).

Michael mengaku tidak mengenal Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (PT WTU), Abdul Khoir, sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus ini.

Nggak, saya nggak kenal itu Abdul Khoir,” ujar Michael.

Saat ditanya mengenai ada tidaknya uang yang mengalir ke kantongnya, ia menampik.

“Oh nggak ada,” katanya.

Selain Amran dan Abdul, dalam kasus ini KPK juga telah menetapkan diantaranya dua Anggota Komisi V DPR RI, Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto; dan dua staf pribadi Damayanti, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini, sebagai tersangka penerima suap.

Pemberian uang suap dari Abdul adalah terkait usulan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu, sekaligus menggerakkan Budi untuk mengusulkan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di Maluku. Kedua proyek diharapkan dapat masuk dalam RAPBN Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016 dan nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama.

Proyek pembangunan jalan yang diusulkan Damayanti (pelebaran Jalan Tehoru-Laimu) senilai Rp 41 miliar. Sementara, proyek yang diusulkan Budi (rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu) senilai Rp 50 miliar.

Usulan proyek diinisiasi oleh Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary.

Amran menyatakan adanya komisi sebesar enam persen dari nilai besaran program pembangunan yang akan diberikan kepada masing-masing anggota DPR yang mengusulkan program tersebut sebagai program aspirasi.

Damayanti didakwa menerima hadiah berupa uang sejumlah SGD 328.000 (setara Rp 3,1 miliar), Rp 1 miliar dalam dolar Amerika Serikat, dan SGD 404.000 (setara Rp 4 miliar) dari Abdul yang diberikan secara terpisah.

Berdasarkan surat dakwaan, pada 25 November 2015, Abdul Khoir memerintahkan stafnya untuk menyiapkan uang senilai SGD 328.000. Selanjutnya, Abdul Khoir menyerahkan uang tersebut kepada Damayanti, Dessy, dan Julia di Restoran Meradelima, Kebayoran, Jakarta Selatan.

Uang tersebut kemudian dibagi-bagi dengan rincian SGD 245.700 (Rp 2,4 miliar) untuk Damayanti serta untuk Julia dan Dessy masing-masing sebesar SGD 41.150 (Rp 404 juta).

Selanjutnya, Abdul Khoir memerintahkan stafnya memberikan Rp 1 miliar kepada Damayanti untuk memenuhi permintaan uang dalam rangka keperluan pemilu kepala daerah di Jawa Tengah.

Pihak yang terlibat antara lain Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi untuk Pilkada Kota Semarang dan pasangan calon bupati Kendal Widya Kandi Susanti dan Gus Hilmi untuk Pilkada Kabupaten Kendal.

Kemudian pada tanggal 7 Januari 2016, di Foodcourt Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan, Abdul Khoir menyerahkan uang sebesar SGD 404.000 (Rp 3,9 miliar) kepada Dessy dan Julia sebagai upah komitmen program aspirasi milik Budi Supriyanto.

Atas perbuatannya, Damayanti didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home