Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 18:57 WIB | Rabu, 04 November 2015

Dolar Melemah Terhadap Mata Uang Negara Berkembang di Asia

Kurs dolar Amerika Serikat melemah terhadap mata uang negara-negara berkembang di Asia pada hari Rabu (4/11). (Foto: chinadaily.com.cn)

TOKYO, SATUHARAPAN.COM - Kurs dolar Amerika Serikat melemah terhadap mata uang negara-negara berkembang di Asia pada hari Rabu (4/11), karena kekhawatiran atas ekonomi Tiongkok berkurang dan para investor menunggu masukan segar dari Federal Reserve tentang jadwal waktu kenaikan suku bunganya.

Ringgit Malaysia dan rupiah Indonesia membukukan keuntungan yang mantap terhadap greenback, karena pemulihan harga komoditas mendorong pasar ekuitas masuk ke wilayah positif.

Won Korea Selatan, dolar Taiwan, dolar Singapura dan baht Thailand juga naik terhadap mata uang AS.

Namun dolar menguat terhadap mata uang Jepang, naik menjadi 121,19 yen dari 121,03 yen di New York pada Selasa.

Ekspektasi tetap bahwa bank sentral Jepang mungkin perlu meningkatkan program pembelian obligasinya untuk lebih merangsang pertumbuhan ekonomi yang merosot dan harga konsumen lemah di negara itu.

Sementara itu, euro turun menjadi 1,0948 dolar dari 1,0959 dolar tetapi terus menunjukkan penguatannya terhadap yen, merayap naik menjadi 132,68 yen dari 132,64 yen.

Imbal hasil tinggi, aset-aset berisiko telah menerima pukulan besar tahun ini di tengah kekhawatiran pelarian modal kembali ke Amerika Serikat karena para investor mencari investasi yang lebih baik dan lebih aman.

Namun dolar mengalami tekanan jual terhadap mata uang negara-negara berkembang pada Oktober, karena kekhawatiran tentang ekonomi utama dunia itu mendorong argumen The Fed akan menunda kenaikan suku bunganya hingga 2016.

"Kami masih memiliki beberapa ketidakpastian tentang kapan suku bunga AS akan mulai naik, tetapi tampaknya awan pesimisme sekitar ekonomi Tiongkok mulai membersih," kepala strategi pasar Michael McCarthy dari CMC Markets Plc mengatakan kepada Bloomberg News.

"Ini tidak mungkin kita akan melihat sebuah `hard landing` (pelambatan ekonomi mendadak yang menimbulkan guncangan) di Tiongkok. Ada diperlihatkan komitmen dari pihak berwenang di Tiongkok untuk mendukung perekonomian. Kami tentu melihat dukungan yang baik untuk aset-aset berisiko."

Banyak ekonom mengatakan kenaikan suku bunga Fed bisa terjadi suatu waktu tahun berikutnya, mengutip pelemahan dalam perekonomian AS -- termasuk data lemah pekan lalu dalam belanja konsumen -- dan kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang ekonomi global, yaitu pelambatan yang sedang berlangsung di Tiongkok.

Itu, pada gilirannya, meningkatkan kasus untuk kenaikan suku bunga kemudian dan meningkatkan mata uang negara-negara berkembang.

Ringgit bertambah 0,60 persen, sedangkan rupiah Indonesia naik 0,62 persen. Won menguat 0,37 persen dan dolar Taiwan menguat 0,56 persen.

Baht Thailand naik 0,13 persen, sedangkan dolar Singapura diperdagangkan 0,12 persen lebih tinggi.

Dolar AS menguat terhadap yen didorong harapan tindakan lebih lanjut oleh bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), setelah menahan pemicu pada stimulus tambahan pekan lalu.

"AS adalah satu-satunya yang siap untuk naik (suku bunga)," Koon How Heng, analis valuta asing senior di unit perbankan dan manajemen kekayaan Credit Suisse Group AG, mengatakan kepada Bloomberg News.

"Seluruh dunia dalam kondisi netral atau dovish. Itu mendukung pandanga positif dolar."

Investor sekarang sedang menunggu kesaksian Ketua Fed Janet Yellen di Kongres pada Rabu dan angka ketenagkerjaan serta perdagangan AS terbaru. (AFP/Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home