Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 12:02 WIB | Jumat, 18 September 2015

DPR Jangan Bilang Tolak Tunjangan Naik, Tapi Nyatanya Mau

Ilustrasi. Wakil Ketua Komisi VI DPR Dodi Alex Noerdin (kedua kiri) menyampaikan pendapatnya disaksikan Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier (kedua kanan), Wakil Ketua Komisi VI Farid Al-Fauzi (kiri) dan Anggota Komisi VI Nasim Khan dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/9). Diskusi itu membahas tentang pembentukan pansus Pelindo II dan langkah-langkah yang akan dilakukannya kedepan. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) diminta tegas menyikapi usulan kenaikan tunjangan anggota dewan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Anggota DPR RI jangan hanya berkata menolak, namun pada kenyataannya ingin hal tersebut terealisasi.

Sebab, dia melihat usulan kenaikan tersebut diajukan secara diam-diam dan tidak transparan pada pembahasan APBN Perubahan 2015. Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI dan Sekretariat Jenderal DPR RI juga terlihat sengaja menaikan tunjangan para anggota dewan, tanpa memperhatikan hasil kinerja DPR RI sejak dilantik bulan Oktober 2014 lalu.

“Menuntut DPR RI untuk tidak bermain dua kaki, bilang menolak tapi nyatanya mau. Sehingga DPR RI harus secara resmi menolak kenaikan tunjangan,” ucap Manager Advokasi dan Investigasi Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Apung Widadi, dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Jumat (18/9).

Menurut dia, Seknas FITRA juga menuntut Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia segera melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo membatalkan rencana kenaikan tunjangan anggota DPR RI. Sebab, tidak sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini yang melemah.

“Jika tunjangan DPR akhirnya dinaikkan maka akan menimbulkan parameter buruk bagi pemerintah untuk ramai-ramai ikut menaikkan tunjangan. Kecurigaan publik ini adalah bentuk tawaran transaksional kebijakan anggaran oleh Menkeu agar ketika pemerintah tunjangannya naik maka fungsi pengawasan DPR akan dilemahkan,” kata Apung.

Selain itu, kata dia, menuntut Kemenkeu agar tidak obral kenaikan gaji kepada pejabat. Tunjangan DPR itu menunjukkan lemahnya Menkeu di bawah anggota DPR, setelah sebelumnya juga takluk dalam menyetujui tunjangan mobil untuk DPR yang akhirnya dibatalkan Presiden Jokowi.

“Menkeu juga perlu intropeksi diri, jangan obral remunerasi. Contoh terdekat adalah ketika tahun ini ada tunjangan untuk pegawai pajak mencapai 4,5 triliun rupiah. Namun faktanya, target pajak belum tercapai hingga september ini dah bahkan diproyeksikan sendiri oleh menkeu tidak terpenuhi. Akhirnya, dengan target meleset tersebut, asumsi defisit negara mencapai 270 triliun rupiah dari target awal hanya 220 triliun rupiah,” kata Apung.

“Parahnya, karena hal tersebut, untuk menutupi defisit Pemerintah melalui Menkeu telah menerbitkan surat utang dan menarik utang dari luar neger dengan total senilai 40 sampai 50 triliun rupiah,” dia menambahkan.

Fraksi Gerindra Tolak

Menanggapi usulan kenaikan tunjangan anggota DPR RI dalam RAPBN 2016, Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Ahmad Muzani, mengatakan fraksinya menolak hal tersebut. Dia meminta Menkeu segera merevisi surat keputusan mengenai kenaikan tunjangan tersebut.

"SK Menkeu nomor S-502/MK.02/2015 harus dikaji lagi. Ya kalau SK bisa direvisi, bagus," kata Muzani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/9).

Meski menilai usulan tersebut sebenarnya wajar, menurut Muzani, momentum kenaikan tunjangan tidak pas. Karena bersamaan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang tengah melemah. "Pemutusan hubungan kerja (PHK) naik, ekonomi berat, guru demo tanyakan nasib mereka, lalu kita yang jadi pejabat menaikkan tunjangan, tidak pas. Alangkah baiknya ditunda dulu. Berlaku yang lama saja," kata dia.

Selain meminta Menkeu untuk merevisi SK, Muzani juga menegaskan akan meminta anggota fraksinya untuk menolak kenaikan tunjangan ini saat pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home