Loading...
INDONESIA
Penulis: Kartika Virgianti 12:19 WIB | Senin, 15 Desember 2014

DPR Tak Kunjung Sahkan RUU PRT

Demo PRT. (Foto: jalaprt.co)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah diwacanakan selama 10 tahun atau dua periode di DPR, tetapi sampai saat ini tak kunjung dibahas.

Atas dasar ini, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak DPR periode 2014-2019 untuk memasukkan RUU PRT dalam Prolegnas serta segera mengesahkan menjadi undang-undang.

Di samping itu, banyak pengamat menduga terdapat tarik ulur kepentingan yang cukup kuat di dalam parlemen sehingga RUU tersebut tak kunjung dibahas dan disahkan. 

Anggota Komisi IX dan Badan Legislasi DPR, Rieke Diah Pitaloka mengatakan akan mengupayakan RUU PPRT masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dalam persidangan DPR pada Januari 2015 mendatang.

“Sikap PDI Perjuangan tidak berubah. Dalam rapat kerja nasional, RUU PPRT tetap menjadi prioritas di parlemen,” kata Rieke Diah Pitaloka melalui teleconference dalam jumpa pers Jala PRT di Jakarta, Minggu (14/12).

Politisi PDI Perjuangan itu membenarkan RUU tersebut sudah ada dalam agenda DPR periode sebelumnya, tetapi saat itu dukungan anggota parlemen lainnya kurang kuat. Namun Rieke memastikan akan melakukan koordinasi secara intens di Baleg maupun Komisi IX  dalam upaya mendapat dukungan lebih besar.

“Tidak bisa bila yang berjuang hanya satu atau dua orang saja. Pengesahan RUU ini perlu dukungan yang kuat dari anggota parlemen lainnya. Pengesahan RUU tersebut sangat mendesak karena hubungan antara majikan dengan PRT saat ini masih sangat mengedepankan kultur feodalisme,” tuturnya.

Pantauan Jala PRT melalui pendampingan dan pemberitaan media, pada 2014 terjadi 408 kasus kekerasan terhadap PRT. Sebanyak 90 persen merupakan multikasus mulai dari kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan perdagangan manusia, dengan pelaku majikan dan agen penyalur.

Dari seluruh kasus tersebut, 85 persen terhenti proses hukumnya di kepolisian. Hal itu dinilai tidak menimbulkan efek jera sehingga kekerasan terhadap PRT terulang. 

Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini menegaskan, pengesahan RUU PPRT sudah sangat mendesak, karena selama ini PRT seringkali bekerja dalam situasi yang mengecualikan hak-haknya. Dia kemudian mencontohkan di Jakarta banyak PRT yang tidak mendapatkan upah layak, padahal sudah bekerja selama tujuh tahun, masih hanya menerima gaji Rp 700 ribu dan tidak mendapatkan libur karena selama ini tinggal di rumah majikan.

Selain itu, PRT juga rentan terhadap kekerasan. Masih di Jakarta, terdapat kejadian PRT dipukuli dan diperintah majikan untuk menjilat susu yang tumpah ke lantai.

“Kasus-kasus itu seringkali dihentikan oleh kepolisian atau ditolak oleh pengadilan. Karena itu, kami mendesak RUU PPRT disahkan setelah dua periode seolah sengaja diabaikan oleh DPR,” tutur Lita.

Sementara itu, pengacara publik dari LBH Jakarta, Pratiwi Febry mengatakan pengesahan RUU PPRT akan banyak membawa perubahan, termasuk dalam menciptakan kemandirian anak dalam keluarga.

“Selama ini, PRT sering harus membantu anak menyiapkan baju seragam dan sepatu sekolah anak hingga menyusun buku-buku pelajarannya, karena PRT tidak dianggap sebagai pekerja sehingga hak-haknya diabaikan. Adanya UU PPRT ini, PRT akan diakui sebagai pekerja, dengan demikian UU PPRT bisa mendorong kemandirian anak,” dia menjelaskan.

Hak lain yang selama tidak diperoleh PRT adalah jaminan sosial ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, Jala PRT juga mendesak di dalam RUU tersebut, keikutsertaan PRT dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Selama ini pekerjaan PRT masih dianggap tanpa risiko, karena itu mereka tidak pernah mendapatkan pelatihan, misalnya pelatihan keamanan dan keselamatan kerja, atau untuk menghadapi kebakaran dan lain sebagainya.

Hak PRT untuk berkomunikasi dan berorganisasi juga selama ini tidak pernah diberikan oleh majikannya, di mana masih banyak majikan yang melarang PRT untuk berorganisasi.

“Yang selama ini seringkali diabaikan adalah hak PRT. Terjadi beberapa kasus PRT yang bekerja di apartemen dikunci di dalam oleh majikannya ketika pergi. Prilaku ini tentu membahayakan bila terjadi kebakaran, karena PRT tidak bisa keluar,” ucapnya. (Ant

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home