Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 16:38 WIB | Selasa, 29 Maret 2016

Ekonom CORE: Tax Amnesty Tidak Efektif

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Akhmad Akbar Susamto (tengah) dalam acara CORE Media Discussion, "Menakar Alternatif Kebijakan Fiskal, Menahan Perlambatan Ekonomi," di Jakarta, hari Selasa (29/3). (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, menilai kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak) yang digagas Pemerintah Indonesia pada tahun 2016 tidak akan berjalan efektif.

Menurut dia, berdasarkan pengalaman pemerintah yang memberlakukan kebijakan pengampunan pajak pada tahun 1964 dan 1984 serta sunset policy pada tahun 2008 terbukti tidak efektif karena tidak adanya basis data perpajakan yang lengkap untuk mendeteksi kekayaan yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

“Pengalaman menunjukkan bahwa kebijakan tax amnesty tak selalu berjalan efektif. Di antara alasannya ketidakadaan basis data perpajakan yang lengkap yang membuka kemungkinan petugas pajak untuk mendeteksi kekayaan yang tak dilaporkan,” kata Akhmad Akbar Susamto dalam acara CORE Media Discussion, "Menakar Alternatif Kebijakan Fiskal, Menahan Perlambatan Ekonomi," di Jakarta, hari Selasa (29/3).

Akbar mengatakan pengemplang pajak pun tidak merasa perlu khawatir akan tertangkap. Terlebih, kekayaan yang tidak dilaporkan pada umumnya berada di luar negeri sehingga benar-benar jauh dari jangkauan petugas pajak.

“Kalau pun kebijakan tax amnesty benar-benar berjalan dan membawa lonjakan partisipasi wajib pajak, kegagalan dapat terjadi bila sistem perpajakan yang ada tidak mampu mengendalikan dan mempertahankan tingkat kepatuhan pajak secara berkelanjutan,” katanya.

Ditambah belum adanya kejelasan mengenai kewajiban bagi wajib pajak untuk menempatkan kekayaannya di dalam negeri, kata Akbar, besar kemungkinan individu-individu yang meminta pengampunan pajak akan menyembunyikan kembali kekayaan mereka di luar negeri ketika manfaat tax amnesty tidak lagi diberikan.

“Di sinilah kehati-hatian menjadi sangat penting. Harus diakui bahwa Indonesia masih belum memiliki basis data perpajakan yang lengkap,” dia menegaskan.

Akbar mengaku, meskipun reformasi sistem perpajakan telah mulai dilakukan, kinerja Direktorat Jenderal Pajak belum benar-benar seperti yang diharapkan. Menurut dia, kepercayaan masyarakat kepada petugas pajak secara umum juga masih rendah.

“Perlu diingat, bahwa dalam jangka panjang, kebijakan tax amnesty dapat berakibat buruk terhadap kepatuhan sukarela (voluntary compliance) wajib pajak yang selama ini patuh,” katanya.

Di luar itu semua, lanjut Akbar, perlu diantisipasi munculnya persepsi masyarakat bahwa kebijakan tax amnesty hanyalah akal-akalan untuk menghapuskan kewajiban para individu kaya yang selama ini tak taat pajak.

“Hal ini terutama terkait dengan akan diberlakukannya automatic exchange of information/AEOI mulai September 2018. Ketimbang memaksakan segala cara untuk mengejar penerimaan dari tax amnesty akan lebih baik jika pemerintah fokus menjaga momentum fiskal dengan segera mempersiapkan revisi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” katanya.

“Pembahasan APBN 2016 merupakan keniscayaan mengingat indikator-indikator makroekonomi saat ini jauh berbeda dari asumsi-asumsi yang telah ditetapkan,” dia menambahkan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home