Loading...
INSPIRASI
Penulis: Obrin Sualang 05:00 WIB | Rabu, 25 Mei 2016

Fenomena Riyad Mahrez

Seyogianya dimulai dari diri sendiri.
Riyad Mahrez (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Saya bukan penggemar tulen sepakbola.  Beritanya di media cetak maupun online sering saya lewatkan. Kalau terpaksa membaca, itu pun karena ada gambar  yang menarik perhatian saja. Tetapi, entah mengapa berita tentang kemenangan klub Leicester di Liga Primer Inggris beberapa waktu lalu begitu menyihir perhatian saya.

Yang menarik bukan soal teknik bermain klub gurem tersebut. Bukan pula strategi dan kehebatan Claudio Ranieri pelatihnya.  Perhatian saya hanya tertuju kepada keunikan sosok kurus kering dan rapuh bernama Riyad Mahrez.  Seorang bekas pemain murah asal Aljazair yang sebelumnya beberapa kali ditolak saat ingin bermain di klub besar.  Berkat tekad dan kerja kerasnya, pemain muda tersebut berhasil menjadi juru kunci kesuksesan fenomenal klub berbiaya rendah tersebut.  Bahkan dia sekarang menjadi mega bintang, tidak hanya di Leicester namun juga di Liga Inggris.

Fenomena Mahrez mungkin saja mengingatkan kita kepada tokoh-tokoh lain yang bernasib serupa.  Ingat dengan penemu bola lampu yang dipandang rendah oleh gurunya sewaktu di sekolah?  Apakah anda mendengar kabar sosok Walikota London yang barusan terpilih yang notabene berasal dari kalangan minoritas?  Ah, tidak perlu jauh ke luar sana.  Bagaimana dengan sosok pengusaha lulusan SMP yang kini menjadi menteri yang cukup disegani?

Mudah bagi kita menyimpulkan berbagai fenomena tersebut menjadi patron pembelajaran universal: kita tidak boleh terlalu cepat menilai seseorang dari penampakan fisiknya.  Kalau mau diperluas, bukan hanya penampakan fisik, tetapi juga latar belakang, suku, ras dan bahkan agama  seseorang.   Kalimat bijak itu tidaklah susah untuk dimaklumi setiap orang.   Yang menjadi persoalan adalah sejauh mana kita melakoninya.  

Tidak jarang di media sosial kita menemukan berbagai komentar yang bertolak belakang.  Pemasalahan latar belakang seseorang seolah menjadi isu yang paling seksi dibicarakan. Pembicaraan seolah semakin seru tatkala memasuki masa-masa pilbup, pilgub dan pilpres. Sebaik apa pun kinerja yang telah ditunjukkan seseorang sebelumnya, seolah terkubur dengan sentimen  negatif berlatar belakang SARA.  Sampai kapan kita akan dewasa?  Bagaimana kita bisa menghentikan penyebaran virus pemecah belah bangsa ini?

Seyogianya dimulai dari diri sendiri.  Kalau anda dan saya aktif di media sosial, maka cara yang paling sederhana dengan tidak serta-merta like dan share setiap isu yang berbau SARA.

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home