Loading...
BUDAYA
Penulis: Francisca Christy Rosana 21:53 WIB | Selasa, 07 April 2015

Filosofi Kopi, Saat Kopi Tak Sekadar Diteguk

Sutradara dan pemain Filosofi Kopi saat konferensi pers Filosofi Kopi di Epicentrum Walk, Kuningan, Jakarta pada Selasa (7/4) sore. (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.”

Begitulah kutipan film Filosofi Kopi yang diangkat dari cerita pendek karya Dewi ‘Dee’ Lestari, yang ditulis selama 10 tahun yakni 1996 hingga 2006 melalui riset yang panjang.

Dalam film yang diadaptasi dari cerita pendek tersebut, Angga Dwimas Sasongko sebagai sutradara berupaya menyempurnakan cerita dalam bentuk visual tanpa menghilangkan esensi makna yang ingin disampaikan  Dee.

Dee dalam cerita pendek berjudul Filosofi Kopi ingin menggambarkan bahwa setiap cangkir memiliki nilai filosofi, bahkan tak hanya sekadar sebuah minuman yang habis setelah diteguk.

Melalui tangan dan pikiran kreatifnya, Angga yang memenangi Piala Citra 2014 itu berhasil mewujudkan cita-cita Dee menuangkan isi bukunya dalam film ini.

“Kami ingin menggambarkan bahwa di balik kopi yang diminum oleh para penikmat itu ada sebuah proses pembuatan yang panjang. Mulai dari penanaman, perawatan biji kopi, pembuatan, hingga tahap final menjadi secangkir kopi,” ujar Angga saat konferensi pers Filosofi Kopi di Epicentrum Walk, Kuningan, Jakarta pada Selasa (7/4) sore.

Hal yang sama pun dirasakan para pemeran utama. Chicco Jerikho yang berperan sebagai Ben, peracik barista paling andal se-Jakarta, pun mengakui setiap kopi memiliki karakternya masing-masing.

Kopi tubruk, misalnya. Kopi ini menggambarkan karakter yang sederhana, tak peduli penampilan, namun memiliki cita rasa yang tinggi. Ia pun menganalogikan dirinya seperti kopi tubruk.

“Saya analogikan diri saya sebagai kopi tubruk. Simple, buatnya gampang. Nggak peduli penampilan, tapi kalau didalami lebih dalam akan sangat menyenangkan,” ujar Chicco.

Melalui film ini, Chicco menyadari untu menikmati kopi saja butuh cara yang tepat.

Sementara itu, ia juga bersyukur, film ini mengenalkan kepada pembaca gambaran lokasi pertama kali biji kopi ditanam di Indonesia, yakni di daerah Malabar, Jawa Barat.

Melalui film ini, kata Chicco, ia dibantu untuk mengenali jenis-jenis kopi di Indonesia yang beragam dan memiliki kualitas yang baik. Ia pun tak memiliki pretensi tertentu untuk memainkan karakter Ben dalam film ini.

“Tahun lalu saya dapat Piala Citra itu di luar harapan saya. Kalau dalam film ini, saya tak memiliki obsesi ingin mendapat Piala itu lagi. Saya hanya berusaha bisa menghidupkan tokoh ini dengan baik dan benar jadi tak terbebani. Puji Tuhan,” ujar dia.

Rio Dewanto yang bermain sebagai Jody, partner Ben di Kedai Filosofi Kopi megakui mendpat pengalaman yang banyak dalam film yang diproduseri oleh Anggiya ini.

“Pengalaman cukup berbeda karena film ini saya secara nggak langsung ditunjuk menangani Kedai Filosofi Kopi yang dibangun khusus untuk pembuatan film. Untuk membangun kedai, Angga menunjuk saya untuk terjun langsung. Sampai sekarang saya masih terbawa karakter Jody,” katanya.

Sementara itu, Julie Estelle yang berperan sebagai El, Q-grader Keddai Filosofi Kopi mengatakan film ini mengharuskannya mencari tahu banyak hal tentang kopi.

“Saya harus cari tahu banyak hal soal kopi. Kami sekolah kopi dulu,” kata Julie.

Dalam film yang akan mulai tayang di bioskop 9 April ini memang menggambarkan setiap kopi yang dihidangkan menyimpan kisahnya sendiri, sesuai perspektif penikmatnya. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home