Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 09:26 WIB | Jumat, 13 Mei 2016

Gema Demokrasi Tuntut Kebebasan Berekspresi

Gema Demokrasi Tuntut Kebebasan Berekspresi
Gerakan Masyarkat Demokrasi (Gema Demokrasi) yang terdiri dari gabungan lembaga pro demokrasi diantara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, KontaS, Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) dan lain sebagainya menunjukan selembar kertas bergambr seorang aparat menyita buku yang dinilai bernuansa komunis. Gema Demokrasi menyatakan sikap meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk bertanggun jawab menjaga demokrasi sesuai dengan konstitusi yang menjung tinggi nilai hak asasi manusia yang disampaikan dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta Jalan Pangeran Dipoenogoro, Jakarta Pusat, Kamis (12/5) (Foto-foto: Dedy Istanto).
Gema Demokrasi Tuntut Kebebasan Berekspresi
Sekretaris AJI Arfi Bambani (kanan) memaparkan tentang status keorganisasian pers yang dinilai oleh salah satu kelompok dinyatakan tidak legal dalam hal ini terkait dengan kebebasan berekspresi dalam kasus militerisme menghadang jalan demokrasi.
Gema Demokrasi Tuntut Kebebasan Berekspresi
Satu lembar tentang seorang aparat yang menyita beberapa buku yang dinilai oleh aparat berbau komunis yang saat ini marak terjadi di beberapa daerah tentang munculnya kembali masa Orde Baru (Orba) yang dinilai Gema Demokrasi otoriter
Gema Demokrasi Tuntut Kebebasan Berekspresi
Gema Demokrasi yang terdiri dari beberapa lembaga saat menggelar jumpa pers menyatakan sikapnya terkiat dengan militerisme menghadang demokrasi yang digelar di kantor LBH Jakarta Pusat.

JAKARTA, SATUHARPAN.COM – Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi (Gema Demokrasi) menyatakan sikap negara telah meruntuhkan demokrasi dan mengingkari nawa cita terkait dengan pelarangan dan penangkapan serta pembubaran yang dinilai merampas kebebasan berekspresi.

 

Pernyataan itu disampaikan dalam jumpa pers yang digelar di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Jalan Pangeran Dipoenogor, Jakarta Pusat, hari Kamis (12/5) bersama dengan perwakilan dari lembaga LBH Jakarta, Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan berbagai lembaga lainnya.

 

“Tindakan penangkapan serta penggeledahan sewenang-wenang oleh aparat dinilai telah merampas kemerdekaan warga negara. Pelarangan dan pembubaran dalam kegiatan dan kebebasan berekspresi seperti menonton, pameran seni dan lain sebagainya telah menjadi pelanggaran serius hak sipil masyarakat untuk berkumpul,” kata Alghiffari Aqsa dari LBH Jakarta.

 

Gema Demokrasi menilai peristiwa tersebut ada upaya menciptakan “musuh-musuh” palsu yang seolah-olah dijadikan berlawanan dengan rakyat dengan memunculkan dan menyebarluaskan kembali rasa komunisme yang sebenarnya adalah semu. Upaya tersebut justru dilakukan dengan melawan hukum yang merupakan wujud pengulangan sejarah di masa Orde Baru (Orba).

Stigma gerakan rakyat dan kelompok minoritas yang sebenarnya bekerja untuk demokrasi tidak ada kaitannya dengan penyebaran paham komunisme, Marxisme atau lain sebagainya yang dituduh menyuarakan antikapitalisme.

 

Melihat kondisi itu, Gema Demokrasi menuntut Presiden Joko Widodo bertanggung jawab untuk menjaga demokrasi berjalan sesuai dengan konstitusi yakni memegang teguh prinsip demokrasi, negara hukum dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Selain itu meminta ditegakkannya supremasi kepemimpinan sipil atas militer dan kepolisian sesuai dengan konstitusi dan mandat reformasi sektor keamanan agar gerakan militerisme tidak menghambat kebebasan berekspresi. Terakhir meminta jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) serta organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang melakukan tindakan sweeping, penyitaan buku, agar tunduk kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20/PPU/VIII/2010 tentang pelarangan buku. 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home