Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 10:58 WIB | Kamis, 26 Maret 2015

Gubernur BI: Gejolak Rupiah masih Berlanjut Sampai Juni

Kecenderungan anak-anak perusahaan multinasional di Indonesia untuk mengirimkan dividen ke negara asal menyebabkan permintaan terhadap dolar meningkat dan rupiah akan tertekan sampai Juni.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (Foto: Prasasta Widiadi)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, memberikan aba-aba serius tentang kemungkinan masih berlanjutnya gejolak nilai tukar rupiah sampai pertengahan tahun ini. Bank sentral itu juga membeberkan beberapa penyebab melemahnya nilai tukar rupiah, yang selama ini belum diungkapkan secara terbuka.

Agus Martowardojo mengatakan pelemahan  nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini selain disebabkan oleh gejolak global yang disebabkan ketidakpastian kapan Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga,  juga karena adanya tekanan  utang swasta yang meningkat dan defisit neraca transaksi berjalan yang lebar.

Selain itu, Agus Martowardojo juga menyebutkan kecenderungan anak-anak perusahaan multinasional di Indonesia untuk mengirimkan dividen ke negara asal pada kuartal kedua tahun ini, akan menyebabkan permintaan terhadap dolar meningkat dan rupiah akan tertekan sampai Juni.

Sebagaimana dilansir oleh indonesia-investment.com, sebuah lembaga assessment dan komunikasi investasi Indonesia (25/3),  Agus Martowardojo mengingatkan bahwa utang swasta yang tidak mendapat lindung nilai (unhedge)  ikut menyebabkan tekanan pada rupiah. Menurut data terakhir  Bank Indonesia, utang luar negeri swasta Indonesia sebesar US$ 162.9 miliar atau 54,6 persen dari total utang luar negeri Indonesia. Sebagian besar utang luar negeri sektor swasta yang tidak dilindungi ini  adalah utang jangka pendek dan karena itu menyiratkan risiko pada saat kinerja mata uang bergejolak.

Mengenai defisit transaksi berjalan, Agus Martowardojo memperkirakan masih akan tetap di kisaran  3 persen dari produk domestik bruto Indonesia (PDB) tahun ini. Menurut para ekonom, defisit transaksi berjalan sebesar tiga persen dari PDB sudah merupakan pertanda bahaya.

Kendati demikian, Agus Martowardojo menambahkan bahwa dibandingkan dengan mata uang lainnya (termasuk mata uang Brasil, Turki, India, dan Afrika Selatan), gejolak rupiah relatif baik terhadap dolar AS, dan BI berusaha untuk  membatasi depresiasi atau penurunan nilai sampai 4 persen  pada 2015. Mata uang negara lain  mengalami depresiasi yang lebih buruk.

Rupiah sampai hari ini masih juga belum beranjak jauh dari posisi terendah dalam 17 tahun, yang  memicu kekhawatiran di kalangan investor dan pembuat kebijakan. Nilai tukar rupiah Rabu sore yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah sebesar 69 poin menjadi Rp 12.970 per dolar AS dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 12.901 per dolar AS.

Kendati demikian, ia menilai bahwa pergerakan rupiah yang masih searah dengan mata uang di kawasan Asia terhadap dolar AS menunjukan kondisi yang masih normal sehingga potensi untuk pembalikan arah masih terbuka.

Utang Swasta Terkonsentrasi di Empat Sektor

Menurut data Bank Indonesia, utang luar negeri swasta pada akhir Januari 2015 terkonsentrasi di beberapa sektor, yaitu sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas & air bersih. Di keempat sektor tersebut utang luar negeri swasta masing-masing sebesar US$ 47,2 miliar (28,9 persen dari total utang luar negeri swasta), US$ 32,2 miliar (19,8 persen) US$ 26,4 miliar (16,2 persen) dan US$ 19,2 miliar (11, 8 persen).

Pada Januari 2015, pertumbuhan utang luar negeri sektor keuangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan masing-masing sebesar 24,9 persen (yoy), 8,5  persen (yoy), dan 0,2% persen. Sebetulnya angka ini  lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2014 masing-masing sebesar 26,9 persen (yoy), 10,0 persen (yoy), dan 0,3%  persen(yoy).

Di sisi lain, pertumbuhan utang luar negeri sektor listrik, gas & air bersih tercatat sebesar 12,2 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Desember 2014 sebesar 8,9 persen (yoy).

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home