Loading...
INDONESIA
Penulis: Sabar Subekti 20:29 WIB | Kamis, 29 Mei 2014

Hasyim Muzadi: Pemimpin Perlu Perjuangkan Prinsip Wasathan

Mantan Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi. (Foto: Ant)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - KH Hasyim Muzadi mengungkapkan perlunya pemimpin yang mau memperjuangkan prinsip wasathan atau moderat dan keseimbangan. Prinsip tersebut  merupakan sendi dari manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah yang sangat penting dikembangkan di Indonesia.

“Selama ini ekonomi kita dikuasai oleh pihak tertentu saja. Karena itu Islam menolak politik ekonomi kartel. Di sinilah perlunya prinsip Al-Wasathiyah di bidang ekonomi. Ekonomi harus dibangun secara merata. Jangan hanya dikuasai sekelompok kecil orang saja,” kata Hasyim, dalam Bathsul Masail Rapat Kerja Nasional  Muslimat NU, di Jakarta,  Kamis (29/5).

Dalam pembahasan bertajuk “Memilih Pemimpin Menuju Indonesia Bermartabat” dengan moderator Puteri Gus Dur (KHAbdurrahman Wahid), Yenni Wahid, Hasyim mengungkapkan pentingnya komitmen pemimpin bangsa mempertahankan prinsip tawasuth dan keadilan, karena sikap moderat dan adil saat ini hampir hilang di Indonesia.

“Selain keadilan dalam akses ekonomi, pendidikan prinsip ini juga diperlukan, agar anak bangsa kita mempunyai keseimbangan dalam berpikir dan bersikap. Juga dalam budaya, hukum dan politiknya,” kata Hasyim. Dia prihatin pada produk legislasi di Indonesia yang masih pro asing dan tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat.

“Saat ini ada 20 undang-undang terkait tambang, minyak, pendidikan dan lainnya yang tidak pro rakyat, tapi pro asing. Maka kita butuh pemimpin yang mau berkomitmen dalam memperjuangkan ini,” kata dia.

Komunikasi Politik

Sementara itu, pengamat politik, Hamdi Muluk, dalam acara itu mengungkapkan bahwa perilaku politik dan sikap yang ditunjukkan para politisi  menujukkan kelemahan dalam komunikasi. Dia mencontohkan maraknya kampanye busuk yang menyudutkan calon tertentu, yang malah menjadi serangan balik bagi sang penyerang.

“Kampanye SARA yang marak ditujukan kepada Jokowi, misalnya, sekarang malah jadi serangan balik buat Prabowo. Sebab bahasa yang disampaikan bersayap,” kata dia.

Dia mengungkapkan perlunya kerjasama semua elemen, dalam membenahi Indonesia. “Kita harus panggil orang-orang terbaik di negeri ini untuk turun tangan mengurus negeri ini. Karena itu, kita sempat menginventarisir  19 tokoh publik yang berkompeten dan dipandang mampu menangani problem bangsa ini.”

Pilih Presiden

Pada bagian lain, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, mengatakan dia meyakini suara mayoritas warga NU akan mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pilpres 9 Juli.

"Suara warga NU akan lebih banyak memilih Jokowi-Jusuf Kalla," kata Hasyim Muzadi usai acara Rakernas  hari  Kamis (29/5). Menurut dia, kampanye negatif soal isu SARA yang menyerang Jokoowi-Jusuf Kalla memang sempat menganggu suara warga NU. Namun kini Nahdliyin makin mantap memilih Jokowi setelah ada klarifikasi soal ke-Islam-an Jokowi saat menjadi imam pada salat berjamaah.

"Kan sebelumnya banyak yang kaget, karena dibilang begini-begini. Tapi setelah ada klarifikasi dari Jusuf Kalla (JK), umat jadi lumayan mengerti," kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok ini.

Lebih lanjut, dia meminta pihak-pihak yang selama ini menyebar fitnah terhadap Jokowi untuk segera menghentikan aksinya. "Kan sudah tidak terbukti. Ngapain diterusin lagi," kata dia.

Dia mengatakan, Jokowi selama ini menjadi sasaran kampanye hitam. Pihak yang mendukung Jokowi perlu melakukan klarifikasi guna meluruskan kabar yang tak benar. "Kan (Jokowi) dicurigai tidak salat. Jadi itu bagian dari klarifikasi saja.”

Soal dukungan sejumlah tokoh NU kepada Prabowo-Hatta, Hasyim meyakini bahwa dukungan meraka tak berpengaruh signifikan.

Hasyim juga menyebut Jusuf Kalla sebagai  kader NU tulen dan sudah tidak diragukan lagi integritasnya. "Jusuf Kalla merupakan figur NU tulen. Caranya bernegara sangat NU. Dia tukang menghilangkan konflik. Bukan membuat konflik," kata dia.

Dia menyebutkan,  dari dua pasangan capres yang bertarung dalam Pilpres 2014 tidak ada satupun tokoh NU yang bertarung. "Capres tak ada yang NU. Adanya pada posisi cawapres. "JK itu NU betulan," tegasnya.

Hasyim menambahkan, warga NU sudah pintar menghadapi perbedaan sikap dalam berpolitik. Karena itu, perbedaan tidak akan menyebabkan warga NU terbelah. "NU secara institusi tidak bisa digunakan untuk mendukung salah satu calon. JK itu pilihan saya. Kalau ibu-ibu mau ikut, monggo," kata dia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home