Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 12:42 WIB | Selasa, 25 Agustus 2015

Hendardji: Jika Jadi Komisioner Tak Ada Garis Komando di KPK

Capim Mayjen TNI (Purn) Hendardji Soepandji (mantan Aspam KSAD) untuk tes wawancara di Aula Serbaguna III lantai I Kementerian Sekretariat Negera Republik Indonesia, Jakarta Pusat. (Foto:Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Panitia Seleksi (Pansel) hari ini Selasa (25/8)kembali melakukan tes wawancara terhadap Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Aula Serbaguna III lantai I Kementerian Sekretariat Negera Republik Indonesia, Jakarta Pusat.

Kali ini Pansel mengadirkan Capim Mayjen TNI (Purn) Hendardji Soepandji (mantan Aspam KSAD) untuk tes wawancara.

Saat ditanya oleh Wakil Ketua Pansel Enny Nurbaningsing terkait garis komando yang ada ditubuh TNI sedangkan di KPK menggunakan sistem kolektifkoligial, Jika terpilih menjadi salah satu komisioner KPK apa yang akan dilakukan.

Lantas Hendardji Soepandji menjawab bahwa dirinya sudah pensiun sekitar lima tahun yang lalu, jadi garis komando tersebut sudah lepas dari tubuh TNI.

"Sejak pensiun garis komado lepas dari TNI tidak ada jalur komando lagi, tentang otoritas dari Panglima TNI bahwa saya sebagai orang sipil, status saya murni orang sipil, sehingga tidak akan ada jalur komado lagi, lima tahun lebih kami sudah membiasakan diri dari kehidupan sipil itu," kata Hendardji Soepandji, di Aula Serbaguna III lantai I Kementerian Sekretariat Negera Republik Indonesia, Jakarta Pusat, hari Selasa (25/8).

Oleh karena itu, kata Hendardji jika terpilih menjadi salah satu komisioner KPK dirinya akan menguatkan tiga strategi

"Perubahan strategi, baik strategi pencegahan, penindakan dan strategi penguatan antar lembaga," kata dia.

Menurut dia dalam strategi penguatan bagi lembaga harus melakukan konsolidasi secara Internal dengan lima komisioner KPK lainyan.

"Dalam strategi penguatan kelembangaan kami akan melakukan konsolidasi Internal tentu putusan-puntusan itu dari lima orang komisioner tadi tidak akan jalan sendiri kami akan taat azas bahwa ke lima komisioner itu adalah rekan kerja kami, duduk sama rendah beridiri sama tinggi dan proses-proses yang ada di KPK gimana prosedurnya akan kami jalankan sebagaimana mestinya termasuk gelar perkara," kata dia.

Kemudian Enny mempertanyakan lagi soal Undang-undang Tipikor semua itu perkara Tipikor harus di selesaikan melalaui pengadilan Tipikor nah bagaiman jika bapak terpilih apa lagi sebagai ketua dalam melakukan penyelidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan TNI, walau pun TNI tidak tunduk kepada pengadilan umum dan kita tahu, dan penyelesaiannya harus ekstra, jadi kalau tadi supaya tidak berkesan jeruk makan jeruk.

Hendardji pun menjawab, jadi sesuai dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang pokok-pokok kehakiman di Indonesia itu ada empat pengadilan. “Pertama,” kata Hendardji, “Pengadilan Hukum, kedua Pengadilan PTUN, ketiga, Pengadilan Agama dan ke empat pengadilan Militer.”

"Tentu kami harus taat azas kemudian, Pengadilan Tipikor sendiri ada di bawah Pengadilan umum oleh karena itu kami akan terus membangun komunikasi dengan TNI agar betul-betul korupsi itu di berantas para komandan Polisi Meliter sekarang adalah mantan anak buah saya tentu akan mudah saya membangun komunikasi itu, mebangun komitmen agar tidak terjadi korupsi di Tubuh  Aangakata Darat (AD), ketika saya menjabat pun korupsi diberantas tentu itu akan di teruskan oleh junior-junior saya Insa allah mereka akan meneruskan menegakkan hukum, menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. Namun demikian sampai ada korupsi dan tidak di tangani dengan benar ini tentu kami akan mengambil langkah-langka kewenangan yang kami miliki tapi percayalah kami tidak akan anak emaskan siapapun yang melakukan kejahatan khususnya korupsi," katanya.

Sementara itu, Juru Bicara Panitia Seleksi (Pansel) KPK Betti S Alisjabana menanyakan, apakah wajar sebagai seorang purnawirawan TNI memiliki harta yang begitu besar, mencapai Rp 32,2 miliar dan ditambah dengan USD 4.000.

Hal tersebut di dapat Pansel berdasarkan dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2012.

Hendardji menjelaskan harta yang dimilikinya adalah wajar, lantaran harta yang dimilikinya bukan harta sendiri, melainkan harta bersama sang istri.

"Saya kira wajar itu harta saya.  Itu harta kami berdua, saya dan istri saya. Jadi TNI 36 tahun bekerja, istri saya 33 tahun bekeja sebagai di Kesekjenan, jadi wajar," kata  Hendardji.

Hendardji mengaku bahwa harta yang didapatnya itu, bukan dari TNI saja, karena setelah pensin menjadi TNI dirinya sempat bekerja di tempat lain. Karenanya, wajar jika harta yang dimilikinya besar.

"Setelah pensiun, jadi Dirut Kemayoran dan Komisaris di Wilmar. Wilmar punya 90 badan usaha, yang dulu namanya  Cahaya Kalbar Indo yang sekarang jadi Wilmar Cahaya Indonesia," kata dia.

Di waktu yang sama Pansel lain yaitu Harkristuti Haskrisnowo juga sempat menanyakan soal Hendardji yang memiliki rumah dan mobil yang banyak.

Oleh karena itu, Harkristuti menanyakan, perihal rumah tersebut, apakah kesemua rumah tersebut bisa dipertanggungjawabkan.

"(Rumah banyak) semua bisa dipertanggungjawabkan (miliki surat-surat yang sah), kalau mobil (banyak) ada yang saya pakai sendiri, ada yang dipakai istri dan dipakai anak saya," katanya.

Editor: Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home