Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 23:14 WIB | Kamis, 16 Maret 2017

Hidup Bersama Tanpa Perkawinan Diminta Tidak Dipidana

Ilustrasi. Algojo melaksanakan eksekusi cambuk terhadap terdakwa dalam kasus khalwat/mesum di Masjid Baiturrahmah, Banda Aceh, Senin (17/10/2016). Sebanyak tujuh pasangan mesum, seorang di antaranya tidak hadir karena hamil, masing-masing menjalani sebanyak sembilan hingga 25 kali cambuk karena terbukti melakukan pelanggaran syariat berdasarkan Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Azriana meminta pasal tentang pemidanaan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah dihapuskan dari revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

"Kami menyarankan Pasal 488 RUU KUHP tentang pemidanaan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah dihapus karena berpotensi mengkriminalkan warga negara yang seharusnya dilindungi oleh negara," kata Azriana di Jakarta, Kamis (16/3).

Azriana mengatakan saran Komnas Perempuan itu bukan berarti pihaknya setuju dengan gaya hidup bersama tanpa perkawinan, apalagi yang hanya didasari pergaulan bebas. 

Menurut dia, hidup bersama tanpa perkawinan berpotensi menimbulkan eksploitasi seksual, terutama pada perempuan.

Namun, ada beberapa hal yang mungkin terjadi sehingga ada pasangan yang hidup bersama tanpa perkawinan yang sah, yaitu perkawinan yang dicatatkan di kantor urusan agama atau catatan sipil.

"Bisa jadi pasangan tersebut sudah menikah secara agama atau adat, tetapi mengalami hambatan untuk mencatatkan perkawinannya. Dengan pasal 288 RUU KUHP, mereka rentan dikriminalkan," tuturnya.

Azriana mencontohkan perkawinan secara adat, perkawinan yang dilakukan para penghayat aliran kepercayaan dan perkawinan beda agama. Pasangan yang menikah melalui cara tersebut berpotensi kesulitan mencatatkan perkawinannya.

"Kriminalisasi juga bisa terjadi terhadap perempuan yang terikat perkawinan poligami karena Undang-Undang Perkawinan membolehkan perkawinan poligami dengan syarat mendapatkan izin dari istri pertama. Seringkali perkawinan poligami dilakukan tanpa ada izin dari istri pertama, sehingga tidak dicatatkan.," katanya.

Azriana mengatakan ketimpangan relasi kuasa antara suami dengan istri juga berpeluang mengkriminalkan perempuan karena biasanya pencatatan perkawinan dilakukan oleh laki-laki.

"Istri yang tidak memiliki kuasa untuk mendorong suaminya mencatatkan pernikahan mereka, juga rentan dikriminalkan," ujarnya.

Daripada diatur dalam ranah hukum, Azriana menilai praktik hidup bersama tanpa perkawinan yang sah lebih baik diantisipasi pemerintah dengan pendekatan lain. Misalnya melalui pendidikan yang lebih menghargai perempuan.

"Lebih baik RUU KUHP mengatur kekerasan seksual dalam relasi kuasa yang terjadi pada pasangan hidup bersama tanpa perkawinan yang sah," katanya. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home