Loading...
INSPIRASI
Penulis: Julianus Mojau 09:00 WIB | Selasa, 07 Juni 2016

Hindari Kekerasan Hukum!

Kasihilah sesama!
Pertimbangan hukum (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Hari-hari di Indonesia, bahkan di dunia Internasional, banyak pihak menyerukan agar hukum dibuat dan ditegakkan untuk melindungi manusia dan alam sekitarnya. Di Indonesia, misalnya, baru saja ditetapkan hukum kebiri dan hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual. Mereka yang mendorong hal itu berpendapat bahwa hukum seberat-beratnya  seperti hukum kebiri dan hukuman mati adalah solusi untuk mengatasi kekerasan sosial di Indonesia yang semakin marak. Menimbang dengan rasa marah akan membuat kita cepat menyetujui bentuk penegakan hukum seperti ini sebagai perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai gambar Allah.

Tetapi, ada juga pihak yang tidak sepakat dengan produk hukum dan cara penegakan hukum sebagai penjaga utama harkat dan martabat manusia. Mereka berpendapat bahwa produk hukum dan penegakkan seperti itu—mengikuti bacaan Darwinian—menandakan proses evolusi peradaban  manusia belum mengalami kemajuan dari zaman sebelum pencerahan. Hukum masih merupakan hukum besi atau hukum kekerasan. Kekerasan dibalas dengan kekerasan. Hukuman berat juga dengan cepat diasosiasikan mematikan orang lain. Tanpa disadari produk dan penegakan hukum seperti itu telah menjadi bentuk kekerasan itu sendiri—kekerasan hukum. Dan kekerasan hukum  itu tidak jauh berbeda berbahaya dengan tindakan kekerasan pelaku kejahatan yang hendak dilawannya.

Sejatinya, perbedaan sudut pandang di atas dapat menjadi bentuk kekerasan itu sendiri.  Karena keduanya akan dengan gampang jatuh ke dalam ”logika kalah-menang”. Dalam logika ini rantai kekerasan dalam suatu masyarakat sulit diputuskan. Karena kekerasan yang satu, termasuk atas nama hukum dan penegakkan hukum, akan menghasilkan kekerasan lain. Pendek kata kekerasan melahirkan kekerasan. Akhirnya, masyarakat kita menjadi masyarakat bermental keras.

Sampai di sini hukum, yang seharunya menjadi media mengatasi kekerasan, telah menjadi—meminjam ungkapan Emil Durkheim—sekadar ”media pelampiasan amarah” kita. Produk hukum dan penegakkan hukum yang dilandasi amarah tidak jarang pula menjadi sekadar ingin mengalahkan orang lain.  

Pada taraf ini, lagi-lagi tanpa disadari, mengikuti analisis Sigmund Freud, produk hukum dan penegakan seperti itu tidak lain dari cerminan alam bawah sadar kita yang suka membenci manusia lain. Mungkin itulah alasan Yesus Orang Nazaret menyerukan: ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home