Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 09:15 WIB | Senin, 04 Agustus 2014

ICW Apresiasi Vonis Akil Mochtar Seumur Hidup

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho memberikan hasil pemantauannya terhadap tindak korupsi yang dinilai belum memberikan efek jera karena vonis yang diberikan masih terbilang rendah, Minggu (3/8). (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA.SATUHARAPAN.COM – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi vonis penjara seumur hidup terhadap mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Vonis terhadap Akil sangat penting mengingat banyaknya putusan pengadilan menjatuhkan hukuman ringan terhadap pelaku korupsi pada semester I tahun 2014.

Hal itu dikatakan oleh  koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Kalibata Timur IV, Jakarta Minggu (3/8)

"Meskipun mayoritas vonis hakim masuk dalam kategori ringan, namun putusan hakim tipikor juga ada yang menjatuhkan hukuman dalam kategori berat,"  Kata Emerson

Menurut dia, ada empat putusan sepanjang tahun 2014 yang masuk dalam kategori hukuman berat. Yakni kasus impor daging sapi yang melibatkan petinggi Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dengan vonis 16 tahun penjara dengan kerugian negara Rp 1,3 triliun. Kasus korupsi retribusi parkir Bandara Ngurah Rai tahun 2008-2011 yang merugikan negara lebih dari Rp 28 miliar dengan vonis 15 tahun kepada Chris Sridana. Kasus korupsi pengadaan flametube PT PLN Sektor Pembangkit Belawan yang menjatuhkan vonis 11 tahun penjara kepada Albert Pangaribuan.

Serta, kasus suap penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak yang merugikan negara Rp 57,7 miliar dengan terdakwa Akil Mochtar. "Vonis ini menjadi yang pertama dan terberat menjerat pejabat negara aktif dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia," tegas Emerson.

Pada semester I tahun 2014, ICW memantau sebanyak 210 perkara korupsi dengan 261 terdakwa yang telah diadili oleh pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi serta peninjauan kembali.

Nilai kerugian negara yang timbul sekitar Rp 3,863 triliun dan USD 49 juta dengan total nilai suap mencapai Rp 64,15 miliar. Rata-rata putusan pidana penjara bagi koruptor yang terlibat di kisaran 2 tahun 9 bulan

Berdasarkan hasil pemantauan ICW selama enam bulan dengan judul “Tren Vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semester 2014” ditemukan sejumlah catatan di antaranya:

Nilai Kerugian Negara yang timbul oleh kasus korupsi semester I 2012-2014 terus mengalami peningkatan. Peningkatan sangat signifikan terjadi antara tahun 2013 dan 2014 dari  Rp 121,9 miliar menjadi Rp 3,863 triliun.

Dari total kerugian Negara tersebut, Pengadilan hanya memutus uang pengganti total Rp 87,4 miliar.

Tahun 2014 menjadi sejarah karena putusan seumur hidup yang dijatuhkan Pengadilan tingkat pertama kepada pejabat negara aktif Akil Mochtar.

Sejauh ini Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga peradilan yang paling banyak memutuskan bebas/lepas terdakwa korupsi sebanyak enam terdakwa.

Penjatuhan vonis bebas di tingkat peninjauan kembali perlu mendapatkan perhatian. Dalam catatan ICW sedikitnya ada 70 terdakwa korupsi divonis bebas pada tingkat peninjauan kembali meskipun pada tingkat kasasi dihukum penjara.

Selain Putusan pidana penjara yang masih ringan, putusan penjara terkait uang pengganti juga masih belum konsisten.

Dari hasil catatan tersebut ICW menyimpulkan rerata putusan pengadilan masih dinilai belum maksimal, yakni 35 bulan atau 2 tahun 9 bulan. Hal ini belum menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi (tipikor), apalagi mereka masih bisa menerima remisi.

Kemudian, kasus terkait dengan Akil Mochtar merupakan peringatan keras, pengawasan kepada para penegak hukum harus makin diperkuat jangan sampai para koruptor justru menempati pos stategis dalam lembaga penegak hukum. Dan, yang terakhir keterbukaan informasi di pengadilan masih belum optimal seperti akses putusan di website tidak update khususnya terhadap kasus korupsi yang baru.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home