Loading...
EKONOMI
Penulis: Martha Lusiana 09:34 WIB | Sabtu, 22 Agustus 2015

Ini Alasan Indonesia Tak Ikut Perang Mata Uang

Destry Damayanti saat memaparkan kondisi Indonesia dalam sebuah diskusi bertajuk Indonesian Young Entrepreneur’s Strategy for Asean Free Trade Area 2015 di Pacific Place Jakarta, Jumat (21/8). (Foto: Martha Lusiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat ekonomi, Destry Damayanti mengatakan, bila Indonesia ikut mendevaluasi rupiah, kondisinya akan semakin runyam sebab dengan mendepresiasi mata uang, harga impor akan semakin mahal.

Seperti diketahui sebelumnya, Tiongkok sempat mendepresiasi nilai tukar yuan secara terstruktur atau biasa disebut devaluasi yuan. Hal ini dilakukan agar barang-barang Tiongkok memiliki nilai yang lebih kompetitif sehingga mampu mendongkrak angka ekspor.

Sikap Tiongkok tersebut lalu diikuti Vietnam yang juga mendevaluasi dong sebanyak tiga kali agar bisa ikut berkompetisi dalam perang mata uang (currency war) demi menaikkan nilai ekspor dan juga menyesuaikan Tiongkok serta isu kenaikan suku bunga Fed.

“Memang depresiasi nilai tukar rupiah akan membuat Indonesia menjadi lebih kompetitif karena harga barang Indonesia menjadi lebih murah,” kata Destry dalam sebuah diskusi bertajuk Indonesian Young Entrepreneur’s Strategy for Asean Free Trade Area 2015 di Pacific Place Jakarta, Jumat (21/8).

Akan tetapi, ia menjelaskan, Indonesia memiliki masalah struktur dalam pengembangan industri manufaktur sehingga Indonesia harus mengimpor barang supaya bisa memenuhi permintaan.

“Jadi, kalau Indonesia mau ikut-ikutan depresiasi, ikut dalam currency war, nanti (Indonesia) malah runyam karena dengan begitu harga impor akan menjadi lebih mahal,” kata Destry.

Menurut ekonom Bank Mandiri tersebut, menurunkan nilai rupiah tidak secara otomatis membuat permintaan komoditas asal Indonesia menjadi meningkat. Hal ini disebabkan oleh sifat komoditas yang inelastis terhadap harga barang.

Menurut data yang dipaparkan Destry, angka ekspor komoditas Indonesia mencapai 79,6 persen, sementara ekspor barang manufaktur Indonesia hanya sebanyak 8,6 persen.

“(Hampir) 80 persen Indonesia ekspor komoditas. Komoditas yang mentah, belom ada pengolahan, pengolahan sangat terbatas langsung disekpor, sedangkan manufaktur hanya 8 persen. Di saat harga komoditas sedang turun, ya, ekonomi Indonesia menjadi berat, collaps, karena sumbernya berasal dari komodtas,” ujar Destry.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home