Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 18:30 WIB | Rabu, 19 Agustus 2015

Istana dan Polri Beda Sikap Soal Izin Kawal Konvoi Moge

Warga Yogyakarta, Elanto Wijoyono (kiri), menjawab pertanyaan wartawan mengenai aksi menghadang konvoi motor gede (moge) di perempatan lampu merah, Yogyakarta, Minggu (16/8). Menurut yang bersangkutan aksi yang menjadi bahan perbincangan di media sosial dan media massa itu dilakukan sebagai respons warga mengkritik penggunaan fasilitas negara, seperti voorijder atau pengawalan kepolisian terhadap konvoi yang dianggap tidak berpihak kepada kepentingan publik. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretariat Kabinet (Setkab) Republik Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) ternyata memiliki penjelasan berbeda terkait masalah pengawalan terhadap rombongan pengendara sepeda motor.

Setkab Republik Indonesia menilai pengawalan konvoi sepeda motor adalah tindakan yang melanggar hukum dan tidak termasuk dalam kategori pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan. Sementara Polri menilai pengawalan konvoi sepeda motor masih bisa dibenarkan dan sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Melalui Asisten Deputi II Kedeputian Politik, Hukum, dan Keamanan, Setkab Republik Indonesia menjelaskan tindakan pengawalan voorijder petugas Kepolisian dalam peristiwa yang terjadi di Sleman merupakan perbuatan melanggar ketentuan Pasal 134 huruf g UU No 22/2009. Sebab konvoi sepeda motor Harley Davidson tidak termasuk sebagai pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan.

Pasal 134 huruf g: “Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain Kendaraan untuk penanganan ancaman bom, Kendaraan pengangkut pasukan, Kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan Kendaraan untuk penanganan bencana alam.”

Lebih lanjut dikatakan, apabila peserta konvoi tersebut menggunakan lampu isyarat dan sirene, hal tersebut juga melanggar ketentuan Pasal 59 UU No 22/2009. Sebab lampu isyarat dan sirene, baik warna merah, biru, maupun warna kuning, sudah diatur peruntukkannya.

Pasal 59 UU No 22/2009

(1) Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.

(2) Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna: a. merah; b. biru; dan c. kuning.

(3) Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.

(4) Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan Lain.

(5) Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:

a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan

c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.”

Oleh karena itu, Asisten Deputi II Kedeputian Politik, Hukum, dan Keamanan Setkab menyarankan sebaiknya petugas Kepolisian tidak melakukan pengawalan terhadap konvoi atau iring-iringan sepeda motor Harley Davidson. Namun apabila pengawalan tersebut harus dilakukan, maka sebaiknya pengawalan tersebut tidak menggunakan lampu isyarat atau sirene serta mematuhi peraturan atau rambu-rambu lalu lintas yang berlaku.

Asisten Deputi II Kedeputian Politik, Hukum, dan Keamanan Setkab itu juga meminta kepolisian mempertimbangkan untuk mempertegas aspek peraturan perundang-undangan terkait arti kepentingan tertentu. Misalnya, bagaimana pengawalan untuk kegiatan olahraga tertentu, seperti balap sepeda jalan raya.

Versi Polri

Berbeda penjelasan, Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Polri,  dalam akun Facebook resmi pada Selasa (18/8) malam menyatakan pengawalan konvoi sepeda motor oleh polisi masih bisa dibenarkan dan sesuai dengan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Pada dasarnya kendaraan yang harus mendapatkan pengawalan adalah kendaraan yang mendapatkan hak utama, yaitu: (Pasal 135 jo. Pasal 134 UU LLAJ)

a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;

b. Ambulans yang mengangkut orang sakit;

c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;

d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;

e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;

f. Iring-iringan pengantar jenazah; dan

g. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri," demikian yang ditulis melalui akun Divisi Humas Polri.

Dalam akun itu kemudian dijelaskan ‘kepentingan tertentu’ dalam ayat g adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera. Contoh yang diberikan antara lain, "Kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan kendaraan untuk penanganan bencana alam."

Dalam akun itu kemudian disebutkan bahwa para pengendara dalam konvoi moge yang meminta pengawalan polisi masih dibenarkan. "Ini berarti dapat saja konvoi motor gede (moge) meminta pengawalan polisi jika memang dirasa hal tersebut untuk keamanan lalu lintas, baik kendaraan yang melakukan konvoi ataupun kendaraan lain di sekitarnya," tulis Divisi Humas Mabes Polri.

Polisi, seperti disampaikan dalam akun Facebook Divisi Humas Polri, tidak hanya memberikan pengawalan untuk kelompok atau jenis kendaraan tertentu. "Polisi memberikan pengawalan untuk semua warga yang membutuhkan pengawalan, baik kendaraan bermotor maupun tidak, seperti sepeda untuk kegiatan fun bike."

Selain itu, Polri, berdasarkan akun itu, disebut memiliki hak untuk memberhentikan kendaraan di persimpangan. Aturan itu diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas.

"Pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dilakukan pada saat sistem lalu lintas tidak berfungsi untuk kelancaran lalu lintas yang disebabkan antara lain oleh: (Pasal 4 ayat (1) Perkapolri 10/2012)

a. Perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional;

b. Adanya pengguna jalan yang diprioritaskan;

c. Adanya pekerjaan jalan;

d. Adanya kecelakaan lalu lintas;

e. Adanya aktivitas perayaan hari-hari nasional antara lain peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun suatu kota, dan hari-hari nasional lainnya;

f. Adanya kegiatan olahraga, konferensi berskala nasional maupun internasional;

g. Terjadi keadaan darurat antara lain kerusuhan massa, demonstrasi, bencana alam, dan kebakaran; dan

h. Adanya penggunaan jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas."

Hak Diskresi

Akun Facebook Divisi Humas Mabes Polri itu juga menyampaikan, Polri memiliki hak untuk memberhentian arus lalu lintas jika ada konvoi kendaraan yang mendapatkan hak utama atau prioritas dengan menggunakan hak diskresi.

Dengan syarat yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) UU 2/2002, yaitu hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bertindak dengan penilaian sendiri ini disebut sebagai diskresi.

Jadi, ada kemungkinan walaupun lampu lalu lintas menyala merah, polisi dapat tetap memberikan kesempatan kepada kendaraan dari arah tersebut untuk tetap jalan. Hal ini dinamakan Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Perkap 10/2012:

“Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu adalah tindakan petugas dalam hal mengatur lalu lintas di jalan dengan menggunakan gerakan tangan, isyarat bunyi, isyarat cahaya dan alat bantu lainnya dalam keadaan tertentu,” tulis Divisi Humas Mabes Polri.

Menurut Pasal 4 ayat (1) huruf g Perkap 10/2012, pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dilakukan pada saat sistem lalu lintas tidak berfungsi untuk Kelancaran Lalu Lintas yang disebabkan antara lain oleh karena terjadi keadaan darurat seperti:

a. Perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional;

b. Adanya pengguna jalan yang diprioritaskan;

c. Adanya pekerjaan jalan;

d. Adanya kecelakaan lalu lintas;

e. Adanya aktivitas perayaan hari-hari nasional antara lain peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun suatu kota, dan hari-hari nasional lainnya;

f. Adanya kegiatan olahraga, konferensi berskala nasional maupun internasional;

g. Terjadi keadaan darurat antara lain kerusuhan massa, demonstrasi, bencana alam, dan kebakaran; dan

h. Adanya penggunaan jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas.

Dalam keadaan-keadaan darurat tersebut, akan ada tindakan pengaturan lalu lintas yang meliputi (Pasal 4 ayat (2) Perkap 10/2012):

a. Memberhentikan arus lalu lintas dan/atau pengguna jalan;

b. Mengatur pengguna jalan untuk terus jalan;

c. Mempercepat arus lalu lintas;

d. Memperlambat arus lalu lintas;

e. Mengalihkan arus lalu lintas; dan/atau

f. Menutup dan membuka arus lalu lintas. (Setkab/Facebook Divisi Humas Mabes Polri)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home