Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 11:53 WIB | Selasa, 26 Juli 2016

Jatam: Pemerintah Amburadul Urus Penataan Izin Tambang

Ilustrasi dampak pertambangan batubara terhadap lingkungan di Kalimantan Timur. (Foto: bumikalimantan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai pemerintah dalam hal ini Kementeria Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih amburadul dalam menata izin sektor pertambangan.

Menurut Jatam siaran pers Menteri ESDM, Sudirman Said tentang “Penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Bukan Semata untuk Mencabut Izin”, makin menegaskan amburadulnya kepengurusan sektor pertambangan dan ketidakmampuan pemerintah menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan di sekitar pertambangan.

“Tindakan Menteri ESDM ini dipandang Jatam sebagai upaya lempar batu sembunyi tangan,” kata Koordinator Jatam Nasional, Merah Johansyah Ismail, dalam keterangan tertulis hari Selasa (26/7).

Jatam menilai, pemerintah pusat hingga daerah meneruskan “tradisi” membangun sektor pertambangan di atas perampasan lahan yang maha luas, pendapatan royalti tidak seberapa, ongkos pemulihan lingkungan yang tak dihitung serta suburnya peluang korupsi bagi para pemburu rente.

Sebelumnya, dalam siaran pers No. 00082.Pers/SJI/04/2016 Tanggal 21 Juli 2016 tersebut, Sudirman Said memaparkan tentang clear and clean (CnC) IUP pertambangan  sebagai bentuk keseriusan pemerintah menyelesaikan masalah pertambangan.

Kini, IUP yang berstatus CnC jumlahnya mencapai 60 persen dari 10.388 IUP yang terdata di Kementrian ESDM. Menteri ESDM bahkan mengeluarkan Permen ESDM No 43 Tahun 2015 tentang kewenangan evaluasi penerbitan IUP di daerah oleh Gubernur.

“Siaran pers ini mesti dibantah keras setidaknya logika di dalamnya. Ini sesat fikir, seolah menunjukkan bahwa cara pemerintah pusat dan daerah mengeluarkan IUP itu seolah terencana dengan baik selama ini,” kata Merah.

“Kita tahu bahwa 75 persen dari 10.000 izin tersebut tumpang tindih, itu bukti pengurusan sektor tambang yang amburadul. CnC adalah sebuah mekanisme yang baru keluar belakangan untuk “mencuci tangan” pemerintah yang sebelumnya mengeluarkan izin membabi buta,” dia menambahkan.

Jatam menilai Permen ESDM 43 Tahun 2015 tentang tata cara evaluasi penerbitan izin usaha pertambangan Minerba yang berisi pemberian kewenangan evaluasi penerbitan IUP dan tambang Non CnC melalui Gubernur seolah upaya terobosan baru, padahal sebaliknya, peraturan semacam ini sudah ada sejak lama.

Jatam mencontohkan sudah adanya PP 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan  Usaha Pertambangan Minerba dalam Pasal 102. Juga pada PP 55 Tahun 2010 Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Minerba pada pasal 2 dan 13 begitu juga pada Peraturan Menteri ESDM No. 02 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang ESDM kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi.

“Jika mau sejak awal gubernur dan menteri ESDM sudah melakukan evaluasi tanpa harus menunggu mengeluarkan produk hukum baru lagi. Setumpuk peraturan sudah dicipta dan merepetisi belaka,” katanya.

Jadi Mesin Devisa

Jatam menambahkan mekanisme CnC terbukti tak mampu menapis tambang bermasalah. Dua aspek yang disampaikan oleh kementerian ESDM dalam siaran persnya, yaitu pengecekan administratif keuangan dan pengecekan kewilayahan agar tak tumpang tindih adalah solusi egois yang hanya menguntungkan pemerintah dan pengusaha.

“Keselamatan rakyat dan lingkungan tidak menjadi aspek yang dipertimbangkan dalam mekanisme CnC ini, buktinya IUP batubara yang menyebabkan 24 anak tewas di kawasannya akibat lubang tambang yang tak direklamasi justru tak dicabut izinnya begitu juga IUP PT Citra Buana Seraya di Bengkulu Tengah yang menciptakan konflik dengan warga hingga terjadi penembakan sembilan warga,” ungkap data Jatam.

Lebih lanjut, Jatam menilai, pemerintah melakukan korupsi informasi kolosal dengan tak pernah menyebut external cost atau ongkos sosial dan lingkungan dari izin – izin tambang yang selama ini dibiarkan merusak, tak melakukan reklamasi bahkan kabur dari kawasan – kawasan tersebut.

“Sikap pemerintah tentang penataan dan penertiban IUP ini, tidak lebih dari ketidakmauan pemerintah untuk mengubah ketergantungan terhadap tambang dan lebih mengedepankan sektor tambang menjadi mesin devisa, penertiban dan penataan izin dilakukan hanya untuk mendapatkan rente atau uang dari finansialisasi alam dan bahan mineral - batubara Indonesia,” kata Koordinator Jatam itu.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home