Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 20:53 WIB | Minggu, 11 Januari 2015

Jokowi Ditantang untuk Revolusi Perpajakan Indonesia

Eva Kusuma Sundari, politikus PDI Perjuangan (kiri) dan Dahnil Anzhar (kanan) pegiat anti korupsi pada FrontPage dengan tema, Jokowi Lawan Mafia Pajak, Minggu (11/1) di Bakoel Koffie, Jakarta. (Foto: Prasasta)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat dan pegiat anti korupsi Dahnil Anzhar meminta Presiden Joko Widodo merombak atau merevolusi besar-besaran sistem perpajakan di Indonesia.

“Kalau kita total mau memaksimalkan penerimaan negara dari sektor pajak, Jokowi saat ini harus melakukan revolusi di Ditjen Pajak (Direktorat Jenderal Pajak),” kata Dahnil Anzhar dalam diskusi FrontPage dengan tema, Jokowi Lawan Mafia Pajak, Minggu (11/1) di Bakoel Koffie, Jakarta. 

Dahnil menyebut posisi pengadilan pajak di Indonesia saat ini dilematis. Di satu sisi secara struktural hukum ada di bawah Mahkamah Agung, tetapi secara birokrasi Pengadilan Pajak di bawah Kementerian Keuangan.

“Nah, di sini kerancuannya, karena biasanya praktik mafia pajak terjadi antara pegawai pajak dan pengadilan pajak,” Dahnil melanjutkan.

Dahnil membeberkan bahwa ada tiga modus dalam korupsi pajak dikarenakan pengadilan pajak terlalu longgar dalam menjalankan fungsi pengawasan sehingga banyak penerimaan negara yang dimenangkan Wajib Pajak.

“Modus pertama biasanya hampir semua tuntutan keberatan pajak yang disampaikan Wajib Pajak masuk ke dalam Pengadilan Pajak, kemudian biasanya mereka didorong untuk melakukan gugatan pajak, jadi pegawai pajak mendorong Wajib Pajak agar masuk pengadilan pajak,” kata Dahnil.

Modus kedua, lanjut Dahnil, setelah tuntutan Wajib Pajak masuk pengadilan pajak bisaanya pegawai pajak tidak memperkuat pemerintah tetapi berusaha memenangkan Wajib Pajak agar pajak perusahaan atau unit usahanya diringankan.

“Jadi kalau kita lihat sepanjang 2002 sampai 2008 sebesar 80 persen gugatan yang masuk ke Dirjen pajak  dikabulkan. Artinya apa? negara dirugikan triliunan rupiah, kalau tidak salah lebih dari 20 triliun rupiah, gugatan Wajib Pajak yang masuk pengadilan pajak pasti dimenangkan Wajib Pajak,” Dahnil menambahkan.

Selama satu dekade pemerintahan sebelumnya penerimaan pajak di Indonesia dinilai kurang maksimal. Menurut ekonom Dahnil Anzar, ini terjadi karena jumlah wajib pajak yang sedikit dan tidak semuanya aktif membayar pajak.

“Ada 60 juta wajib pajak, tapi saat ini yang aktif membayar hanya 28 juta wajib pajak. Padahal dari pajak ini sangat penting bagi negara," kata Dahnil.

Selain itu, kata dia, penerimaan pajak di Indonesia kurang, karena ada sekitar 20 juta perusahaan yang tercatat tapi hanya ada 5 juta badan usaha yang menjadi wajib pajak.

Target Pajak

Pada Jumat (9/1) Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat berdialog dengan para pewarta di Gedung Direktorat Jenderal Pajak menjelaskan saat ini pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2015 mencapai Rp 1.300 triliun. Artinya, naik Rp 400 triliun atau 44% dibandingkan penerimaan pajak tahun ini.

Bambang mengatakan, target yang cukup besar itu menunjukkan keseriusan pemerintah. Salah satu cara untuk mencapai target ini adalah melalui upaya penegakan hukum.

"Ini komitmen bahwa kita akan serius dalam meningkatkan pajak," kata Bambang.

Selain itu, Bambang mengatakan, rasio penerimaan perpajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau tax ratio‎ yang selama ini berada di angka 12 persen dari ditargetkan naik menjadi 13,5 persen.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home