Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 18:41 WIB | Senin, 09 November 2015

JPU Ungkap Skenario Rio Capella Tutupi Penerimaan Uang

Tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi suap kepada anggota DPR terkait penyelidikan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung, Patrice Rio Capella (tengah) dengan baju tahanan keluar dari gedung KPK seusai diperiksa di Jakarta, Jumat (23/10/15). Mantan Sekjen Partai Nasional Demokrat itu resmi ditahan KPK dalam kasus tersebut. (Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan ada skenario yang disusun Patrice Rio Capella untuk menutupi jejaknya menerima Rp 200 juta dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti.

"Terdakwa dan Fransisca Insani Rahesti bertemu di lobi hotel Kartika Chandra. Pada pertemuan itu, terdakwa mengatakan kepada Fransisca `Sis yang paling aman buat kita berdua adalah kita membuat cerita," kata jaksa penuntut umum KPK Yudi Kristiana di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, hari Senin (9/11).

Yudi mengatakan skenario yang dibuat, terdakwa mengetahui ada pemberian dari Evi Susanti, tapi minta dipegang oleh Fransiska.

"Aku (Patrice Rio Capella) tahu ada uang dari ibu Evi Susanti, tapi aku minta kamu (Sisca) pegang dulu (menyimpannya), jadi sampai sekarang uang itu masih di kamu (Sisca)," kata Yudi.

Jaksa KPK ini menyebut bahwa pernyataan Rio itu disampaikan pada sekitar awal Agustus 2015, setelah ada pemanggilan KPK terhadap pihak-pihak yang terkait dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary, advokat yang bekerja di kantor pengacara OC Kaligisi pada 9 Juli 2015.

Kejadian tersebut membuat Fransisca yang merupakan perntara pemberi uang sekaligus anak buah OC Kaligis khawatir dapat merembet.

Padahal ada April 2015, Rio sempat menyampaikan pesan kepada Fransisca Insani Rahesti melalui whatsapp (WA) menyatakan "minta ketemu-ketemu terus, aku kan sibuk, jadi harus menyisihkan waktu. Ketemu terus memangnya kegiatan sosial, tetapi jangan sampai mereka pikir aku yang minta lho Sis".

Pernyataan itu dipahami Sisca sebagai permintaan uang dan menyampaikannya kepada Evi Susanti.

Namun atas skenario Rio tersebut, Fransisca kembali meminta untuk bertemu dengan Rio di VIP Room Restoran Dimmsul 48 Gondangdia Jakarta.

"Pada pertengahan Agustus 2015, Fransisca menyampaikan keraguan atas skenario terdakwa, namun terdakwa mengatakan `Sis, percaya aku, itu (skenario) udah paling benar, uangnya sudah aku siapin di dalam kotak sepatu LV`. Dan juga menyampaikan `udah tenang Sis, itu udah paling benar. Kalau uangnya tetap di aku, aku kena, udah kamu tenang`. Kemudian terdakwa menyerahkan uang Rp  200 juta kepada Franssica`," ungkap jaksa.

Keesokan harinya karena khawatir dengan skenario yang dibuat Rio, Fransisca kembali menghubungi Rio untuk bertemu di restoran Kustring Jalan Teuku Umar Menteng pada 20.00 WIB dan mengembalikan uang sebesar Rp 200 juta kepada Rio.

"Pada Minggu, 23 Agustus 2015 sekitar pukul 20.00 WIB, terdakwa mengadakan pertemuan dengan Frasisca, Clara Widi Wiken yaitu kakak Fransisca, dan ajudan/supir Rio Jupanes Karwa di RS Medistra Jakarta. Pada pertemuan itu, terdakwa memberikan dua nomor ponsel kepada Fransisca dan Clara dan mengatakan `Ini aku udah siapkan dua nomor untuk komunikasi kita, ini nomor sebelum dan ini nomor sesudah`," jelas jaksa.

Rio kembali menekankan skenario awal apabila terkait masalah uang dari Evi Susanti bermasalah, yaitu apabila Fransisca diperiksa KPK, maka Fransisca sebaiknya mengatakan bahwa uang dari Evi yang tadinya diserahkan kepada Rio ditolak dan dikembalikan kepada Fransisca untuk selanjutnya dikembalikan kepada Evi Susanti.

Pada Senin, 24 Agustus 2015, Jupanes Karwa membawa uang dari Rio sebesar Rp 200 juta dan diserahkan kepada Clara Widi Wiken di pom bensin Pancoran. Uang tersebut pada 25 Agustus 2015 oleh Fransisca diserahkan kepada penyidik KPK.

Atas perbuatan tersebut, Rio dikenakan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman terhadap pelanggar pasal tersebut adalah penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun, ditambah denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Terhadap dakwaan tersebut, Rio Capella menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi).

"Tidak akan mengajukan keberatan," kata Rio Capella dalam sidang.

"Kami memang sudah sepakat bahwa kami tidak mengajukan eksessi. Kami berharap pemeriksaan cepat, biaya ringan seperti KUHAP, kami usulkan pemeriksaan perkara terdakwa dilakukan Senin dan Kamis, sehingga mungkin Senin depan sudah selesai untuk pemeriksaan saksi dan terdakwa," kata kuasa hukum Rio, Maqdir Ismail.

"Usul diterima dan akan dipertimbangkan," kata ketua majelis hakim Artha Theresia. Sidang dilanjutkan pada 16 November 2015.(Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home