Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 13:43 WIB | Kamis, 15 April 2021

Junta Militer Myanmar Tangkap Ratusan Dokter, Perawat dan Seniman

Seorang pengunjuk rasa anti kudeta menggunakan cat merah saat dia menulis slogan di halte bus pada hari Rabu (14/4) di Yangon, Myanmar. Pengunjuk rasa anti kudeta terus melakukan demonstrasi publik meskipun ada ancaman kekerasan mematikan dari pasukan keamanan. Kata-kata itu berbunyi "Kami tidak menerima kudeta militer". (Foto: AP)

YANGON, SATUHARAPAN.COM-Junta yang berkuasa di Myanmar telah menuntut setidaknya 19 dokter medis karena berpartisipasi dalam protes pembangkangan sipil terhadap kudeta militer 1 Februari, menurut laporan sebuah surat kabar yang dikelola pemerintah, hari Rabu (14/4).

Para dokter, perawat, dan mahasiswa kedokteran berbaris dan bergabung dalam pemogokan untuk menunjukkan penentangan mereka terhadap pengambilalihan militer yang menggulingkan pemerintah terpilih secara demokratis Aung San Suu Kyi, dan menghentikan kemajuan yang telah dibuat Myanmar menuju demokratisasi yang lebih besar setelah lima dekade pemerintahan militer.

Para dokter yang didakwa dituduh mendukung dan berpartisipasi dalam gerakan pembangkangan sipil "dengan tujuan merusak mesin administrasi negara," tulis surat kabar Global New Light of Myanmar.

Pemerintah militer telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap 100 orang yang aktif di bidang sastra, film, seni teater, musik dan jurnalisme dengan tuduhan menyebarkan informasi yang merusak stabilitas negara dan supremasi hukum.

Ini bukan pertama kalinya dokter menjadi sasaran. Awal bulan ini di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu, pasukan keamanan menggunakan granat setrum dan menembakkan senjata untuk membubarkan pawai oleh pekerja medis yang memprotes pengambilalihan militer. Situs berita online The Irrawaddy melaporkan bahwa empat dokter ditangkap.

Tidak Ada Pesta Thingyan

Protes berlanjut pada hari Rabu (14/4) di seluruh Myanmar bahkan ketika orang-orang memboikot perayaan resmi Thingyan, Tahun Baru tradisional negara itu, yang biasanya menjadi momentum reuni keluarga dan pesta pora.

Dalam selebaran dan postingan media sosial pekan lalu, orang-orang diminta untuk tidak mengadakan perayaan Thingyan, mengatakan akan tidak sopan bagi "para martir yang jatuh" untuk menikmati festival tersebut.

Tanggapan kekerasan pemerintah terhadap demonstrasi anti kudeta telah menyebabkan 714 orang terbunuh oleh pejabat keamanan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Pekan lalu, setidaknya 82 orang tewas dalam satu hari dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan terhadap pengunjuk rasa, menurut laporan dari media lokal independen dan AAPP.

Korban tewas hari Jumat di Bago adalah total satu hari terbesar untuk satu kota sejak 14 Maret, ketika lebih dari 100 orang tewas di Yangon, kota terbesar di negara itu. Bago berada sekitar 100 kilometer timur laut Yangon. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home