Loading...
INSPIRASI
Penulis: Tjhia Yen Nie 05:31 WIB | Selasa, 01 November 2016

Kalah Jadi Abu, Menang Jadi Arang

Kecintaan terhadap Indonesialah yang seharusnya menjadi tolok ukur kepemimpinan serta tindakan setiap warga negara.
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – ”Lumayan juga ikut demo, dapat uang, dapat makan, nasi bungkusnya enak… waktu belum dapat kerja, saya suka ikutan,” kata seorang sopir ketika kami berbincang mengenai rencana demo 4 November 2016 mendatang.

Mendengar kisah sopir itu tentu saja membuat kami, yang mendengarnya, heran. “Apa Bapak enggak takut, kalau nanti tertangkap atau tiba-tiba rusuh, tertembak peluru nyasar?” tanya yang lain.  ”Yah, udah resiko, tapi lumayan juga sih daripada nganggur… beberapa kali ikut, saya aman-aman saja.”

Dalam beberapa hari ini, media sosial diributkan tentang persiapan demo 4 November 2016 mendatang. Secara pribadi, saya kadang tidak habis pikir membaca tulisan-tulisan di media sosial  yang diwarnai dengan kata-kata yang memerahkan telinga, baik dari kubu pendukung demo maupun sebaliknya. Beberapa orang menanggapinya dengan panik: ”Bagaimana kalau nanti terjadi kerusuhan?”  Beberapa orang menanggapinya apatis, ”Itu lagi, itu lagi, seperti tidak ada hal lain yang dibahas.”

Perbedaan memang tidak dapat dihindari dalam negara Indonesia.  Ada 200 juta jiwa lebih yang berarti 200 juta pikiran, kehendak, dan persepsi, dan memang tidak dapat disamaratakan.  Namun, di atas perbedaan itu, tentu ada satu persamaan yang seharusnya dimiliki oleh setiap warna negara Indonesia, yaitu kecintaan terhadap Indonesia.

Kecintaan terhadap Indonesialah yang seharusnya menjadi tolak ukur kepemimpinan serta tindakan setiap warga negara.  Seorang yang berhati Indonesia, tentu akan mengutamakan kesejahteraan, keamanan, dan ketenteraman setiap warga negara Indonesia, apa pun jenis suku, agama maupun ras dan kepercayaannya; tidak mendomplengi kepentingan pribadi atau golongannya dalam tindakannya.

Nah, bagaimana kita sebagai warga negara  Indonesia menanggapi rencana aksi demo tersebut? Meredakan suasana yang memanas atau ikut menjadi angin yang mengembuskan suasana?  Saling mencaci di media sosial, saling tuduh dan lempar kata; atau dapat berpikir dengan pikiran yang jernih, menimbang dengan hati yang murni? Bukankah pepatah mengatakan, kalah jadi abu, menang jadi arang?

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home