Loading...
SAINS
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 06:18 WIB | Rabu, 22 Juni 2016

Kartini Kendeng Nyelameti Jokowi di Seberang Istana

Perwakilan Sembilan Kartini Kendeng bersama dengan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, dan beberapa aktivis perempuan dan perwakilan dari Komnas HAM saat menggelar aksi "Nyelameti Pak Jokowi" dengan membawa nasi tumpeng sebagai bentuk selamatan di hari ulang tahunnya hari ini. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Di tengah isu kerusakan alam akibat pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Sukinah mewakili Sembilan Kartini Kendeng, mengadakan selamatan di hari ulang tahun Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), di seberang Istana Negara, Jakarta Pusat.

“Acara ini digelar kebetulan bersamaan dengan wetonan (hari kelahiran, 21 Juni) Pak Jokowi, jadi kami di sini yang awalnya hanya ingin menuntut janji beliau kepada masyarakat Kendeng juga seraya mendoakan Pak Jokowi agar senantiasa diberi keselamatan dan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa,” ujar Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli  Pegunungan Kendeng (JMPPK), Gunretno, hari Selasa (21/6) sore.

Gunretno yang mengorganisir hak-hak tanah adat Kendeng itu mengingatkan kembali bahwa di lokasi yang sama pada tanggal 12 dan 13 April 2016 lalu, terdapat aksi dari sembilan ibu-ibu Kendeng (Sembilan Kartini Kendeng) yang menyemen kakinya sebagai bentuk kekecewaan terhadap adanya pembangunan pabrik semen yang berdampak buruk terhadap lingkungan masyarakat Kendeng.

Kesembilan perempuan itu adalah Sukinah, Supini, Murtini, Surani, Kiyem, Ngatemi, Karsupi, Deni, dan Rimabarwati. Suara mereka mewakili ribuan petani di empat kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yakni Pati, Grobogan, Wonogiri, dan Gombong. Mereka harus kehilangan sumber mata air bersih dan mengalami berbagai dampak lingkungan rusak lainnya.

“Ibu-ibu ini selalu berusaha melaporkan kondisi lingkungannya yang dirusak terus-menerus, tapi hingga kini tidak ada tindak lanjut penyelesaian dari Pak Jokowi maupun jajarannya. Kami menuntut janji bapak di sini,” kata dia.

Padahal, dalam aksi menyemen kaki kala itu, dikatakan pula oleh Gunretno, sempat didatangi oleh dua menteri yang berjanji bahwa Pak Jokowi akan meluangkan waktu untuk menemui ibu-ibu Kendeng guna mendengar dan memberikan jalan keluar atas permasalahan yang ada. Namun, setelah itu yang terjadi ialah janji tinggallah janji, hingga kini Jokowi belum juga turun tangan.

“Sudah dua tahun, sejak tanggal 16 Juni 2014 ibu-ibu ini beserta keluarganya tinggal di tenda yang kami sebut dengan tenda perjuangan, tapi alat-alat berat tidak juga berhenti beroperasi di sana. Pelanggaran oleh pabrik semen terus dilakukan sampai sekarang,” katanya.

Sembilan Kartini Kendeng berharap terhadap pemenuhan janji Jokowi untuk menghentikan permasalahan tersebut. Mereka percaya bahwa Jokowi masih mempunyai ikatan batin yang kuat dengan kondisi rakyat kecil.

“Kami nyelameti Pak Jokowi karena kami percaya beliau masih punya chemistry dengan rakyat kecil. Kami percaya pemimpin pilihan rakyat itu bisa menyelesaikan persoalan yang tidak hanya di Kendeng saja, tapi di seluruh daerah di negeri ini,” ujar Gunretno.

Dalam aksi damainya, Sukinah dan Gunretno selain membawa nasi tumpeng dan berbagai sesajen yang berasal dari hasil bumi Kendeng, juga menyanyikan dua Tembang Jawa, yakni Tembang Pucung dan Dhandhanggula.

Kedua tembang tersebut sebagai pengingat bahwa Jokowi sebagai pemimpin harus mendengarkan suara rakyat, terutama rakyat kecil.

“Banyak pertanda yang gampang dilihat dari bencana alam yang ada. Bencana alam adalah pertanda, tapi pemerintah tidak tersentuh dan tidak juga melihat penyebabnya. Bumi ini sudah memberi begitu banyak kekayaannya untuk menghidupi manusia, tapi juga terus disakiti, maka itu bisa menghakimi apabila tidak segera diperbaiki dan dikelola dengan baik,” kata Gunretno.

Jawa Tengah menduduki peringkat pertama dari daerah yang paling rawan bencana di Indonesia. Namun, dengan kondisi tersebut, Jawa Tengah memiliki delapan rencana pembangunan pabrik semen. Mereka menilai moda pembangunan di Jawa Tengah tidak memperhitungkan efek terbesar, yakni bencana alam.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada hari Senin (20/6), warga di Jawa Tengah menjadi korban bencana banjir dan tanah longsor, total 47 orang meninggal dan 15 orang hilang.

"Tentu saja bencana alam hadir bukan karena kebetulan, tapi karena alam marah ketika keseimbangan ekosistemnya dirusak manusia," kata Gunretno.

Pertambangan dari pembangunan pabrik semen menjadi salah satu faktor yang merusak ekosistem tersebut.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home