Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 14:23 WIB | Selasa, 24 November 2015

Kasus Freeport Novanto, MKD “Diserang”

Mahkamah Kehormatan Dewan DPR. (Foto: dpr.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sorotan pemberitaan kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Setya Novanto, kepada PT Freeport Indonesia, kini pindah ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). MKD disebut telah terintervensi dengan menunda pengambilan keputusan dan mempersoalkan kedudukan hukum Menteri ESDM, Sudirman Said, sebagai pelapor.

Padahal, selama sepekan kemarin, setelah Sudirman menyampaikan laporannya kepada MKD, hari Senin (16/11), media-media menyoroti berbagai barang bukti yang telah diserahkan, mencoba membongkar keterlibatan Novanto yang disebut telah mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres JK untuk meminta saham PT Freeport Indonesia. Pemberitaan berbagai media pun berharap agar MKD tidak terintervensi kepentingan politik.  

Politikus Partai Golongan Karya (Golkar), Zainudin Amali, mengatakan MKD seharusnya dapat bekerja secara profesional. Dengan begitu, masyarakat tidak akan curiga MKD terintervensi kepentingan politik, seperti saat Novanto tersandung kasus usai menemui bakal calon Presiden Amerika Serikat 2016, Donald Trump.

“Seharusnya MKD bekerja secara profesional, supaya masyarakat tidak menduga atau menaruh curiga. Mereka bekerja saja menangani kasus ini, jangan seperti kasus Donald Trump buat orang jadi merasa pesimis,” kata Amali kepada sejumlah wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Selasa (24/11).

Menurut dia, seharusnya MKD berani menerima aduan Sudirman. Sebab, kasus yang disangkakan pada Novanto saat ini telah menjadi perhatian publik. Sebagai lembaga penjaga marwah kedewanan, seharusnya MKD dapat menjaga kepercayaan publik.

“Saya masih yakin MKD akan menanganinya, MKD Cuma butuh keyakinan saja bahwa apa yang mereka lakukan tidak menyalahi prosedur,” kata Amali.

Fadli Senada MKD

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, membenarkan langkah MKD untuk menunda pengambilan keputusan atas aduan Sudirman. Menurut dia, terdapat banyak keanehan dalam barang bukti yang disampaikan oleh Menteri ESDM itu ke MKD.

Pertama, Fadli mempertanyakan, pertemuan antara Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, berlangsung lama, namun mengapa transkrip dan bukti rekaman percakapan yang diserahkan hanya sedikit.

“Itu berarti banyak yang dia edit atau mungkin juga ditukangi,” kata politikus Partai Gerindra itu.

Selanjutnya, Fadli menilai pertemuan antara Novanto, Riza, dan Maroef, juga hanya sebatas omong kosong, tidak ada pembahasan apa-apa. Sebab, bila ada pembicaraan serius dalam pertemuan tersebut, pasti ada tindak lanjutnya. “Mana ada pertemuan yang serius tapi tidak ada tindak lanjutnya. Itu hanya pertemuan omong kosong saja seperti di warung kopi,” kata dia.

Sementara itu, terkait kedudukan hukum Sudirman sebagai pelapor, Fadli berpendapat sama seperti MKD. Menurut dia, sebagai seorang menteri, Sudirman meminta izin lebih dahulu dari Presiden Republik Indonesia.

Fadli menjelaskan, dalam tata beracara di MKD, sosok yang dapat melapor di MKD telah diatur. Berdasarkan hal itu, dia mempertanyakan kedudukan hukum pemerintah melaporkan anggota DPR di badan bentukan DPR sendiri.

“Masa pemerintah mengadu ke MKD? Jadi ini kan dua lembaga yang berbeda,” ucap Fadli.

Yang Ingin Minoritas

Sementara itu anggota MKD yang merupakan politikus Partai Hanura, Sarifuddin Sudding, berharap aduan Sudirman dapat ditreima dan dilanjutkan. Menurut dia, pemberitaan yang sudah sangat masif terkait kasus tersebut bisa dijadikan landasan MKD untuk menyidang Novanto tanpa pengaduan.

“Barang bukti yang sudah diberikan Sudirman dugnakan saja oleh MKD sebagai bukti permulaan untu memanggil pihak-pihak terkait,” kata Sudding.

Namun, menurut dia hal tersebut harus menjadi keputusan bersama seluruh elemen di MKD. Sebab, bila melakukan voting, kelompok yang ingin menerima dan melanjutkan aduan Sudirman hanya sedikit, serta dipastikan kalah.

“Kita minoritas, kalau pengambilan keputusan ya kalah,” tutur Sudding.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home