Loading...
BUDAYA
Penulis: Ignatius Dwiana 12:01 WIB | Jumat, 24 Januari 2014

Kebangkitan dan Keruntuhan Kota dalam Foto

Kebangkitan dan Keruntuhan Kota dalam Foto
Kota Ushuaia di ujung selatan Argentina karya Jorg Brugemann. Menurut Jorg Brugemann itu adalah kota paling selatan di dunia atau kota di ujung dunia. (Foto-foto: Ignatius Dwiana)
Kebangkitan dan Keruntuhan Kota dalam Foto
Apartemen kota Ushuaia karya Jorg Brugemann.
Kebangkitan dan Keruntuhan Kota dalam Foto
Foto karya Darwin Meckel tentang kebangkrutan Detroit.
Kebangkitan dan Keruntuhan Kota dalam Foto
Patrick B. Mitchell di apartemennya di Hotel Leland, Detroit, tempat dia tinggal 8 bulan terakhir. Foto karya Darwin Meckel.
Kebangkitan dan Keruntuhan Kota dalam Foto
Hotel Atlantis di Dubai, Emirat Arab, dengan akuarium raksasa karya Thomas Meyers.
Kebangkitan dan Keruntuhan Kota dalam Foto
Pengunjung pameran.
Kebangkitan dan Keruntuhan Kota dalam Foto
Pengunjung pameran.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kota merupakan tempat kelahiran dan peleburan kebudayaan, mentalitas, agama, dan gagasan. Sekaligus tempat mencari kehidupan yang lebih baik, berkumpulnya hasrat akan keamanan, kebebasan, dan kesejahteraan. Kota menawarkan kesempatan yang lebih besar, sekaligus menyembunyikan banyak bahaya. Kemiskinan, kriminalitas, serta anonimitas di antaranya. Belakangan ini ketimpangan sosial yang besar menjadi ciri khas banyak kota metropolis.

Kondisi serba bertolak belakang. Di kota terjadi perjumpaan hal-hal yang dapat saling menghindari atau pun yang tidak akan pernah ditemui seperti di pedesaan. Kota melepaskan belenggu asal usul dan keluarga, memaksakan dan mendukung pencapaian luar biasa di bidang budaya dan sosial.

Kota mengumpulkan kemiskinan yang amat sangat, namun sering kali juga merupakan satu-satunya kesempatan untuk melepaskan diri dari cengkeramannya. Di kota, setiap orang merupakan bagian dari suatu keseluruhan yang bermakna tetapi sekaligus komponen kecil yang tidak penting.

Kota menawarkan kedekatan dan anonimitas. Kota merupakan segala sesuatu dan sekaligus kebalikannya. Pada waktu yang sama, di tempat yang sama, kota menyimpan masa depan dunia.

Kondisi pelbagai kota itu disorot dalam pameran fotografi ‘Kota: Kebangkitan dan Keruntuhan’. Pameran berlangsung dari Jum’at (24/1) hingga Jum’at (7/1) di Galeri Nasional Jakarta.

Ada 150 lebih karya fotografi yang ditampilkan dari 18 fotografer yang bernaung di bawah agensi Ostkreuz. Mereka melakukan penjelajahan untuk mencari intisari realitas perkotaan masa kini. Para fotografer merancang proyek ini bersama-sama dan mengumpulkan foto mengenai kebangkitan dan keruntuhan kota dari 22 kota di dunia. Ini merupakan proyek esai fotografi jangka panjang, berjalan selama 5 tahun. Sekaligus juga unik, karena tiada duanya. Karya mereka adalah pemadatan kesan-kesan pribadi atas penjelahan fotografi mereka untuk menggali hakikat sebuah kota.

Gagasan karya ini berangkat dari catatan urbanisasi pada 2008. Untuk pertama kalinya lebih banyak orang berdiam di kota daripada di kawasan pedesaan. Proses tidak terbendung ini teramati sejak masa industrialisasi abad 19. Dewasa ini ada 25 mega-kota (megapolis) yang berpenduduk lebih dari sepuluh juta jiwa. Sementara ada sejumlah kota dunia yang menyusut penduduknya atau hancur.

Tentang Ostkreuz

Ostkreuz didirikan tujuh fotografer di Berlin di akhir masa Jerman Timur pada 1990. Ostkreuz termasuk agensi foto terpenting di Jerman. Agensi ini beranggotakan delapan belas orang. Hampir semuanya pernah meraih penghargaan tingkat nasional maupun internasional. Sejumlah karya mereka dapat ditemui di banyak koleksi di seluruh dunia.

Untuk memperingati 20 tahun Ostkreuz, para anggotanya mengkonsep pameran fotografi ‘Kota: Kebangkitan dan Keruntuhan’. Karya fotografi mereka telah dipamerkan di banyak negara sejak 2010. Setelah sukses dipamerkan di Vietnam sebelumnya, sekarang giliran Indonesia berkesempatan menyaksikan karya mereka.

Khusus untuk pameran di Jakarta, acara ini turut memamerkan sejumlah karya fotografer Indonesia, Fanny Octavius. Dia jurnalis foto Antara selama tujuh tahun. Dia telah mengumpulkan perspektifnya sendiri tentang Jakarta. Absurditas, kompleksitas, dan ketegangan pengalamannya terlihat secara visual dalam proyek ini. Seluruh karya Fanny untuk proyek ini akan disusun menjadi sebuah buku foto berjudul ‘JKT’. Buku foto itu akan diluncurkan pada tahun ini.

Pameran ini diselenggarakan Goethe-Intistut bareng Ostkreuz, Galeri Nasional Indonesia, Galeri Foto Jurnalistik Antara, dan Turkish Arilines.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home