Kemangi Hutan, Khasiat yang “Tak Ada Bandingannya”
SATUHARAPAN.COM – Orang sering salah mengenali selasih sebagai kemangi. Bisa dimaklumi, karena baik selasih ataupun kemangi, termasuk dalam satu marga (genus) yang sama, Ocimum. Selain jenisnya berbeda, perbedaan dapat dilihat pada daun. Selasih memiliki warna hijau pucat, atau ungu. Berbeda dengan kemangi yang dibudidayakan, di Indonesia selasih lebih sering kita jumpai tumbuh liar di tepi jalan, sehingga sering juga disebut kemangi hutan.
Marga Ocimum, mengutip dari Wikipedia, adalah golongan terna yang dimanfaatkan daun, bunga, dan bijinya sebagai rempah-rempah serta penyegar (tonikum). Berbagai bagian tumbuhan marga ini berbau dan punya rasa khas, kadang-kadang langu, harum, atau manis, bergantung pada kultivarnya. Beberapa di antaranya bahkan dapat membuat mabuk.
Salah satu jenis Ocimum, kemangi misalnya, berasal dari Asia Tenggara. Namun, sebagian besar dianggap berasal dari anak benua India. Berbagai tradisi boga dunia, seperti Italia, Cina, India, dan Thai, banyak menggunakan Ocimum sebagai bagian dari penyedap utama.
Di Italia, daun selasih yang dikeringkan merupakan salah satu komponen saus pesto yang khas Genoa. Di Indonesia, daun kemangi termasuk salah satu lalapan segar populer. Sementara, selasih dikenal karena bijinya digunakan sebagai campuran minuman penyegar.
Namun, beberapa tahun belakangan, selasih, Ocimum sanctum Linn., banyak dijadikan objek studi peneliti di berbagai dunia. Priyabrata Pattanayak, Pritishova Behera, Debajyoti Das, dan Sangram K Panda, misalnya, seperti dapat dibaca di situs ncbi.nlm.nih.gov, mempublikasikan hasil penelitian berjudul “Ocimum sanctum Linn., A reservoir plant for therapeutic applications: An overview”.
Melalui penelitian itu mereka menyatakan tanaman berkhasiat itu sudah dimanfaatkan sejak lama dalam praktik pengobatan tradisional Ayurveda. Berdasarkan praktik pengobatan tradisional itu, berbagai bagian tanaman mulai dari daun, batang, bunga, akar, biji, dan keseluruhan bagian tanaman, direkomendasikan untuk mengobati penyakit bronkhitis, malaria, diare, disentri, penyakit kulit, arthritis, penyakit mata, dan digigit binatang.
Penelitian atas Ocimum sanctum Linn., juga diarahkan pada potensi khasiatnya dalam hal antifertilitas, antikanker, antidiabet, antimikroba, antijamur, pelindung hati, analgesik, dan antispasmodik. Potensi dalam pengobatan itu sangat dimungkinkan karena adanya unsur aktif eugenol (1-hydroxy-2-methoxy-4-allylbenzene) di dalam Ocimum sanctum.
Pemerian Botani Selasih
Tumbuhan marga Ocimum dari keluarga Lamiaceae, seperti dikutip dari Wikipedia, memiliki 35 jenis. Di antaranya, menurut studi Priyabrata Pattanayak dan kawan-kawan, yang memiliki khasiat sebagai obat adalah Ocimum americanum, Ocimum basilicum (ban tulsi), Ocimum campechianum, Ocimum canum (dulal tulsi), Ocimum gratissimum (ram tulsi), Ocimum kilimandschricum, Ocimum tenuiflorum. Yang disebut terakhir ini sinonim dari Ocimum sanctum.
Marga Ocimum merupakan tumbuhan semak semusim, dengan tinggi 30 – 150 cm, mempunyai batang berbentuk kayu segi empat, beralur, bercabang, berbulu. Tumbuhan ini bercabang banyak pada bagian atas.
Daunnya berbentuk bulat telur, panjang 14 – 16 mm, lebar 3 – 6 mm. Selasih dapat tumbuh di tempat yang cukup mendapat sinar matahari, sampai ketinggian 600 meter di atas permukaan air laut.
Selasih, menurut Wikipedia, menjadi bagian penting dari ibadah di gereja-gereja Kristen Ortodoks. Tanaman basil biasa diletakkan pada sejumlah tempat di gereja.
Orang Eropa secara tradisional mengenal basil atau sweet basil, Ocimum basilicum, sebagai rempah yang diwariskan dari tradisi Yunani Kuno.
Warga Indocina dikenal menggunakan berbagai kultivar selasih. Di Thailand dan negara-negara lain setempat dikenal horapa (Thai basil, Ocimum basilicum convar Thyrsiflorum) dan manglak (Thai lemon basil, Ocimum ×citriodorum). Horapa populer sebagai bagian dari menu Vietnam, misalnya pada sup sapi pho. Manglak dikenal di Indonesia sebagai kemangi.
Selasih, Ocimum sanctum, Linn., dengan nama sinonim Ocimum tenuiflorum, mengutip buku Obat Asli Indonesia (1967) dari Dr A Seno Sastroamidjojo, merupakan tumbuhan tegak yang mencapai ukuran tinggi hingga 1,5 meter. Batangnya berbulu halus.
Daunnya panjang, berbentuk taji atau berbentuk telur, bergerigi atau rata, dengan bau menyengat. Ada tiga varian selasih, varian dengan kelopak dan mahkota bunga berwarna ungu, kelopak hijau mahkota ungu, dan kelopak hijau mahkota putih.
Bijinya akan membesar jika direndam dalam air. Tumbuhan ini tersebar di wilayah tropis dunia, sebagai tumbuhan liar ataupun dibudidayakan.
Di India, contohnya, selasih dibudidayakan untuk kepentingan komersial karena diambil minyaknya ataupun untuk keperluan tata ibadah. Ocimum sanctum, menurut studi Priyabrata Pattanayak dan tim, menjadi simbol penting dalam tradisi agama Hindu, karena diyakini sebagai tanaman dewa-dewa. Di India tanaman ini disebut tulsi, dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti “tak ada bandingannya”, mengingatkan pada aneka khasiatnya.
Selain disebut tulsi, selasih juga dikenal dengan nama tlasi atau tlasih, tulasi, kemangi hutan, atau holy basil. Lita Sudiati, seperti dapat dibaca di etd.repository.ugm.ac.id, dalam penelitiannya di Fakultas Farmasi UGM, “Uji Aktivitas Antibakteri Kultur Kalus Daun Lampes (Ocimum sanctum L.) dengan Bakteri Uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus melalui Metode Bioautografi”, menyebutkan selasih sebagai lampes. Seno Sastroamidjojo juga menyebutkan nama klampes dan kemangen sebagai nama lain selasih.
Penelitian dan Potensi Khasiatnya
Tidak hanya di pusat penelitian-pusat penelitian yang sudah dikenal di dunia, selasih juga diteliti di Indonesia. Risang Ady Prasetyo, dalam skripsi tesis di Universitas Muhammadiyah Surakarta, mempublikasikan penelitiannya berjudul “Uji Aktivitas Antiradikal Ekstrak Etanol 70% Biji Selasih (Ocimum sanctum L) dan Penentuan Kandungan Polifenol”, seperti dapat dibaca di eprints.ums.ac.id.
Ia meneliti aktivitas antiradikal biji selasih (Ocimum sanctum), yang ia sebut sebagai salah satu tanaman bermanfaat di Indonesia. Ia juga menentukan kandungan polifenol total dalam ekstrak etanol 70 persen biji selasih sebagai data pendukung. Hasil penelitiannya menunjukkan ekstrak etanol 70 persen biji selasih mempunyai aktivitas antiradikal, walaupun vitamin E menurut hasil penelitiannya masih merupakan penangkap radikal yang lebih baik.
Dalam tradisi pengobatan kuno India, Ayurveda, ekstrak tanaman tulsi ini dimanfaatkan untuk mengobati pilek, sakit kepala, sakit perut, radang, sakit jantung, malaria, dan terpapar racun. Secara tradisional, tanaman ini dimanfaatkan dengan berbagai cara. Paling sederhana, mengeringkan daunnya dan menjadikannya minuman teh. Selama berabad-abad, orang juga memanfaatkannya sebagai pengusir serangga.
Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia, juga menyebutkan secara tradisional kemangi hutan ini di Indonesia dimanfaatkan sebagai obat pilek dan memperkuat produksi air susu. Daun yang dicampur dengan cuka, biasa dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat rematik.
Studi Priyabrata Pattanayak, Pritishova Behera, Debajyoti Das, dan Sangram K Panda, dalam publikasikasi ilmiahnya, “Ocimum sanctum Linn., A reservoir plant for therapeutic applications: An overview”, menyebutkan kemangi hutan ini mengandung vitamin C dan A, serta mineral seperti kalsium, zinc, besi, selain klorofil dan fitonutrien lain. Para peneliti itu, seperti dikutip dari situs ncbi.nlm.nih.gov, juga menyebutkan kandungan protein 30 Kcal, 4.2 g, lemak 0.5 g, karbohidrat 2.3 g, kalsium 25 mg, fosfor 287 mg, besi 15.1 mg.
Kabar menggembirakan bagi pengidap dibetes mellitus, bubuk daun ini melalui penelitian yang dimuat di situs ncbi.nlm.nih.gov, memiliki efek hipoglikemik. Memang masih dalam tahap percobaan, tetapi bukan tidak mungkin di masa depan kemangi hutan ini menjadi tiang harapan bagi pengidap diabetes.
Editor : Sotyati
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...