Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:22 WIB | Kamis, 21 Juli 2016

Kementerian LHK Kelola Aplikasi Wildscan

Ilustrasi: Splikasi wildscan, pembantu identifikasi satwa liar dilindungi yang dibangun oleh Freeland Foundation dengan dukungan pendanaan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID). (Foto: play.google.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan mengelola aplikasi pembantu identifikasi satwa liar dilindungi, Wildscan, yang dibangun oleh Freeland Foundation dengan dukungan pendanaan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).

"Harus dikelola sendiri, tetapi kami masih akan mencari tahu lebih terperinci tentang biaya-biayanya," kata Kepala Sub Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah II, Kementerian LHK Achmad Pribadi ketika ditemui seusai peluncuran Wildscan, di Jakarta, Rabu (20/7).

Menurut dia, aplikasi tersebut memiliki manfaat yang besar, untuk mencegah perdagangan satwa liar ilegal, tidak hanya untuk masyarakat umum, agar lebih waspada, tetapi juga untuk membantu penegak hukum melakukan identifikasi.

Achmad mengatakan, aparat penegak hukum sering mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi jenis satwa burung yang termasuk kategori satwa dilindungi sesuai PP Nomor 7 Tahun 1999, tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Pihaknya, juga akan memanfaatkan aplikasi itu untuk membantu menangani perdagangan satwa ilegal melalui media sosial,  yang sering menjadi alat untuk bertransaksi.

"Ini akan kami pakai sebagai indikasi awal, untuk mengawal jaringan seluas mungkin. Ini lebih efektif. Kami akan surati semua Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Kalau harimau ya hapal, tapi ada beberapa spesies yang belum mereka ketahui," kata dia lagi.

Achmad menuturkan, perdagangan satwa ilegal melibatkan banyak kalangan, mulai dari pemburu, pedagang maupun pedagang besar, sehingga untuk mengurainya memerlukan dukungan dari masyarakat luas.

Deputi Direktur Komunikasi Freeland Foundation Matthew Pritchett mengatakan, tidak diperlukan biaya yang mahal untuk mengelola aplikasi tersebut.

"Kami selalu memikirkan ini untuk 5-10 tahun ke depan. Setelah aplikasi ini diciptakan, selanjutnya hanya perlu 100 dolar AS (Rp 1.311.500) untuk mengelolanya," dia menambahkan.

Pemanfaatan aplikasi itu, kata dia, dapat melawan kejahatan penyelundupan dan perdagangan satwa ilegal yang terorganisasi.

Pihaknya, bekerjasama dengan 50 institusi pemerintah di Asia Tenggara dan Tiongkok untuk mendukung tindaklanjut dari laporan yang disampaikan ke aplikasi tersebut. (Ant)

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home