Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 09:48 WIB | Senin, 04 November 2013

Ketegangan di Mesir Menjelang Pengadilan Morsi

Demonstrasi menentang Presiden Mohammed Morsi sejak akhir tahun lalu, dan akhirnya dia digulingkan pada 3 Juli 2013. (Foto: ist)

KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Penjagaan yang ketat untuk sidang pengadilan pertama mantan Presiden Mesir yang digulingkan, Mohammed Morsi hari Senin (4/11) menimbulkan protes masyarakat dan menjadi ujian bagi negara itu untuk reformasi demokrasi.

Morsi, yang berasal dari Ikhwanul Muslimin, bersama dengan 14 anggota gerakan itu lainnya akan dihadapkan di pengadilan hari Senin ini sekitar pukul 15.00 WIB.

Mereka menghadapai tuduhan menghasut pembunuhan dan kekerasan pada Desember 2012 terhadap demonstran di depan istana presiden Ittihadiya. Bentrokan terjadi antara demonstran dan kelompok pendukung Morsi yang sebagian besar dari Ikhwanul Muslimin. Demikian diberitakan ahram.org.eg.

Pendukung Morsi  dituduh menyerang dengan kekerasan dan menyebarkan kebencian kepada pengunjuk rasa  yang melakukan aksi menduduki di depan istana Ittihadiya pada pagi hari tanggal 4 Desember 2012.

Hari itu, dari sore hari hingga pagi hari berikutnya terjadi bentrokan antara demonstran yang pro  Morsi dan dan anti  Morsi. Hal itu mengakibatkan kematian sedikitnya sembilan orang, termasuk empat anggota Ikhwanul Muslimin dan empat demonstran anti Morsi.

Selain itu, ratusan orang lainnya terluka, termasuk sejumlah demonstran anti Morsi. Sebuah video yang merekam peristiwa itu menunjukkan ada korban yang disiksa di gerbang istana presiden oleh anggota Ikhwanul Muslimin.

Selama bentrokan terjadi, para pemimpin Ikhwanul Muslimin menyerukan untuk mobilisasi rakyat untuk melindungi istana presiden dari apa yang mereka sebut sebagai serangan terhadap presiden terpilih.

Ketegangan di Mesir

Sidang hari Senin ini akan diadakan di Akademi Polisi yang berlokasi di pinggiran Kairo. Di tempat itu juga mantan Presiden Mesir, Hosni Mubarak, pendahulu Morsi diadili semasa pemerintahan Morsi.

Jika terbukti bersalah, Morsi dan terdakwa lainnya bisa menghadapi hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Ketegangan di Mesir terjadi pada Minggu (3/11) malam menjelang sidang pertama bagi Morsi. Hal itu dapat makin meningkatkan konflik antara Ikhwanul Muslimin dan pemerintah sementara sejak penggulingan Morsi pada tanggal 3 Juli, karena dinilai pemerintahannya sktarian.

Sumber pengadilan mengatakan bahwa beberapa wartawan dan pengacara hak-hak sipil tidak akan diizinkan masukkan ke ruang sidang. Sebagian diizinkan untuk menyaksikan persidangan, namun tidak akan diizinkan untuk memawa telepon seluler, kamera dan alar perekam lainnya. Sidang juga tidak akan disiarkan melalui televisi.

Pendukung Mohammed Morsi menyerukan protes massa atas pembatasan dan pengamanan yang ketata ini. Pada hari Minggu (3/11) menjelang sidang, mereka menggelar unjuk rasa  di depan Akademi Kepolisian, tempat sidang akan diselenggarakan.

Ikhwanul Muslimin menggambarkan persidangan tersebut sebagai upaya oleh rezim saat ini untuk memasukkan Morsi "di balik jeruji besi, dan mengisi Mesir dengan korupsi  penjarahan dan otoritarianisme."

Protes dari Aliansi

Aliansi Nasional untuk Mendukung Legitimasi (NASL), sebuah koalisi pro  Morsi yang didukung Ikhwanul Muslimin, menggambarkan sidang sebagai "sandiwara" pada hari Minggu (3/121). Mereka mengutuk apa yang mereka sebut  tindakan  ilegal terhadap presiden pertama negara itu yangh dipilih secara bebas.

Pendukung Morsi menuduh tentara berada di balik pementasan 'kudeta' terhadap presiden terpilih dan mengambil keuntungan dari pemberontakan dan demokratisasi dari penggulingan otokrasi lama Mubarak tahun 2011.

Sementara pihak militer mengatakan bahwa  mereka hanya menanggapi kehendak rakyat setelah jutaan orang  turun ke jalan untuk memprotes aturan-aturan memecah belah rakyat mesir selama satu tahun pemerintahan Morsi itu.

"Apa yang terjadi sekarang adalah pelanggaran mencolok dari semua standar, hukum dan norma," kata pernyataan NASL.  Kelompok ini juga mengecam "kinerja memalukan kehakiman, yang telah menjadi alat di tangan militer... digunakan dalam konflik politik untuk menghancurkan hak dan hukum."

Pernyataan NASL menyerukan agar semua orang Mesir memprotes sidang Morsi itu. Mereka akan melancarakan demonstrasi, dan menekankan bahwa demonstrasi akan tetap damai dan aksi ini akan lebih kuat daripada peluru (polisi).

Hari Senin (4/11 ini, aparat keamanan menjaga tempat sidang dan kantor penting pemerintah secara ketat. Sebanyak  20.000 polisi dan tentara telah disiagakan.

Tidak Libur 

Pada hari Minggu (3/11) Kabinet Mesir mengumumkan bahwa Senin akan menjadi hari kerja biasa di semua lembaga pemerintah, sekolah dan universitas.

Menteri Pendidikan Mesir, Mahmoud Abu-Nasr, mengatakan sekolah negeri tidak akan diliburkan. Namun, beberapa sekolah internasional dan swasta, serta universitas telah memutuskan untuk meliburkan, karena takut terjadinya eskalasi konflik pada Senin ini.

Juru bicara kabinet , Sherif Shawki,  kepada kantor berita negara MENA mengatakan  bahwa setiap upaya untuk menyabot atau menghalangi lembaga pemerintah akan ditindak tegas, dan dalam batas-batas aturan hukum.

Sementara itu, otoritas Mesir untuk pelayanan transportsai dengan kereta api telah mengumumkan keadaan darurat pada hari Jumat  (1/11) dalam upaya mengantisipasi meningkatnya protes dari kelompok Ikhwanul Muslimin menjelang sidang terhadap Morsi.

Kereta api di Mesir baru-baru ini kembali berioperasi setelah hampir dua bulan sejak dihentikan akibat menyebarnya kekerasan di berbagai daerah. Kekerasan terjadi ketika polisi membubarkan aksi menduduki dari kelopok pro  Morsi di Rabaa Al-Adawiya, Kairo dan Nahda Square di Ginza,  pada 14 Agustus lalu. Peristiwa ini menewaskan ratusan orang dan ribuan terluka, dan kemudian menyusul kerusuhan di berbagai daerah.

Kepala otoritas Kereta Api, Hussein Zakaria, menyatakan bahwa gugus tugas khusus telah dibentuk untuk memerangi protes dan kekerasan di dalam stasiun kereta api. Penjagaan keamanan juga telah ditingkatkan di kereta api dan stasiun. Namun , jadwal kereta akan tetap seperti biasa, kata Zakaria menambahkan.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada halaman Facebook resmi pada hari Sabtu (2/11) bahwa pihaknya akan melawan setiap serangan, mematuhi  prosedur hukum yang mengatur penggunaan senjata api.

Ikhwanul Muslimin yang mendukung Morsi, menurut Kemneterian Dalam Negeri, merencanakan aksi yang bertujuan untuk "menyebarkan kekacauan, menghalangi fasilitas negara dan kepentingan warga, dan menghambat lalu lintas," demikian pernyataan kementerian itu.

Pernyataan itu menambahkan bahwa kementerian itu akan memantau secara akurat kegiatan Ikhwanul Muslimin, khususnya yang berkaitan dengan seruan untuk aksi protes massal pada hari Senin ini. (ahram.org.eg)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home