Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 17:37 WIB | Senin, 02 November 2015

KIARA: Nelayan Disiksa, Jokowi Lupakan Nawacita

Sekretaris Jendral KIARA Abdul Halim saat diskusi di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta Pusat, hari Senin (2/11). (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pada bulan Juli 2015 mencatat pemerintah memperlakukan sedikitnya 63 nelayan tradisional secara tidak manusiawi.

"Mulai dari penangkapan, itimidasi, pemukulan, hingga pemaksaan untuk menandatangani surat pernyataan bersalah telah melanggar batas negara," kata Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta Pusat, hari Senin (2/11).

Menurut Abdul sejak masa kampaye Presiden Joko Widodo atau Jokowi, ia menyampaikan sembilan cita-cita pemerintahan atau lazim dikenal dengan sebutan Nawacita. Dalam rentang 12 bulan, sembilan cita-cita ini diuji oleh masyarakat pesisir lintas profesi, yakni nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, perempuan nelayan, dan pelestarian ekosistem pesisir. Sudah sembilan janji ini ditunaikan?

"Sembilan janji Nawacita Jokowi belum ditunaikan. Penangkapan ini merupakan pengulangan. Negara tidak pernah sungguh-sungguh memberikan perlindungan, meski sudah ada nota kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia dengan menandatangani pendoman umum tentang penanganan terhadap nelayan oleh lembaga penegak hukum di laut Republik Indonesia dan Malaysia," kata dia.

Untuk itu, kata Abdul  padahal banyak langkah yang bisa dilakukan untuk melindungi masyarakat nelayan yang melaut di tapal batas negara, pertama lanjut Abdul untuk memberikan bantuan hukum kepada warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan, baik nakhoda maupun ABK, di Malaysia, agar bisa bebas dan kembali berkumpul dengan keluarganya di tanah air.

Kedua, lanjut Abdul  menyampaikan protes keras kepada pemerintah Malaysia atas perlakuan tidak manusiawi aparatur hukumnya kepada nelayan tradisional Indonesia di perairan perbatasan kedua belah negara hal ini bertolak belakang dengan semangat perdamaian dan solusi jangka penjang bagi perbedaan dalam penanganan terhadap nelayan sebagaimana diatur di dalam nota kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia mengenai pedoman umum tentang penanganan terhadap nelayan oleh lembaga penegak hukum di laut RI dan Malaysia.

"Ketiga meningkatkan diplomasi maritim dengan pemerintah Malaysia agar sunggih-sungguh menjalankan nota kesepahaman yang telah disepakati pada tanggal 27 Januari 2012 di Nusa Dua, Bali," kata dia.

Oleh karena itu, kata Abdul setahun sudah Jokowi ‘melaut’. Di dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia menegaskan bahwa."Saatnya bangsa Indonesia kembali kepada jati diri utamanya, yakni sebagai bangsa bahari yang menjadikan samudera, laut, selat dan teluk sebagai halaman utama rumah Indonesia. Tidak lagi memunggungi laut."

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home