Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 01:00 WIB | Sabtu, 15 November 2014

Kisah Orang-orang Bertalenta

Hamba itu malah takut ketika kepadanya dipercayakan satu talenta. Dia tidak bangga seperti dua hamba lainnya. Saking takutnya, dia menyembunyikan talentanya.
Menyembunyikan Talenta (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Barak gentar. Debora meminta dirinya memimpin sepuluh ribu bani Naftali dan Zebulon melawan Sisera. Sepuluh ribu bukan jumlah sedikit. Namun, dibanding pasukan kaveleri Sisera dengan 900 kereta besi, belum lagi pasukan infantrinya, sepuluh ribu seakan tak berarti. Apalagi, Barak tak memiliki satu pun kereta besi.

Rasa gentar membuat Barak berkata terus terang kepada Debora: ”Jika engkau turut maju aku pun maju, tetapi jika engkau tidak turut maju aku pun tidak maju” (Hak. 4:8). Rasa takut itu. Yang tak wajar, orang begitu dikuasai ketakutan hingga lupa potensi diri.

Padahal, Debora Sang Nabiah, menegaskan: ”Bukankah Tuhan, Allah Israel, memerintahkan demikian: Majulah, bergeraklah menuju gunung Tabor dengan membawa sepuluh ribu orang bani Naftali dan bani Zebulon bersama-sama dengan engkau, dan Aku akan menggerakkan Sisera, panglima tentara Yabin, dengan kereta-keretanya dan pasukan-pasukannya menuju engkau ke sungai Kison dan Aku akan menyerahkan dia ke dalam tanganmu” (Hak. 4:6).

Dalam kalimat Debora tersurat dua hal penting. Pertama, itu adalah perintah Tuhan. Tuhan memberi perintah. Perintah itu bukan tanpa dasar. Di mata Tuhan, Barak mempunyai talenta memimpin sepuluh ribu orang. Ada kepercayaan di balik perintah. Kedua, Tuhan berjanji mendukung Barak. Bahkan Dia berjanji akan menyerahkan Sisera ke tangan Barak. Hanya saja, Barak tak terlalu percaya diri.

Kisah ketakpercayaan diri tak hanya monopoli Barak. Sang Guru dari Nazaret pernah berkisah tentang seorang hamba yang lebih suka menyembunyikan talenta ketimbang mengembangkannya. Mengapa? Dia takut rugi. Dia takut jika talenta itu malah menyusut. Memang senantiasa ada risiko. Tetapi, hanya menyembunyikan di dalam tanah tidak akan membawa perubahan apa pun. Hamba itu lebih menyukai status quo.

Dibandingkan hamba yang mendapatkan kepercayaan lima talenta, satu talenta terlihat sedikit. Tetapi, satu talenta setara 6.000 dinar. Satu dinar adalah upah harian pekerja kasar. Jika upah harian itu sebesar Rp 75.000,-, maka satu talenta setara Rp 450 juta (6.000 x Rp 75.000). Kecilkah? Pasti tidak! Tetapi, ya itu tadi, hamba yang mendapatkan satu talenta lebih suka menyembunyikannya talentanya di dalam tanah.

Dia beralasan: ”Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!” (Mat. 25:24-25).

Jelaslah, hamba itu malah takut ketika kepadanya dipercayakan satu talenta. Dia tidak bangga seperti dua hamba lainnya, tetapi malah takut. Saking takutnya, dia menyembunyikan talentanya. Dia pikir, Sang Tuan pastilah maklum. Lagi pula, bukankah dia tidak merugikan Sang Tuan? Bukankah uang Sang Tuan itu tetapi jumlahnya dan tidak berkurang.

Tetapi, di mata Sang Tuan, dia adalah seorang hamba yang jahat dan malas. Dia jahat karena telah berprasangka buruk terhadap tuannya. Dia malas karena dia lebih suka menyembunyikan uang tersebut. Dan yang pasti, dia lupa bahwa sesungguhnya Sang Tuan sangat mempercayainya.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home