Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:41 WIB | Jumat, 23 Oktober 2015

KLHK: Kemendag Tak Mengerti Aturan SVLK

Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong saat tiba di ruang rapat Kementerian Maritim dan Sumber Daya dalam agenda rapat koordinasi membahas tentang dwelling time, illegal fishing dan juga impor garam yang akan dipimpin oleh Menteri Rizal Ramli pada bulan Agustus 2015 lalu.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih menunggu penjelasan dari pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait penghapusan mekanisme Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam pengaturan ekspor produk kehutanan. Staf ahli bidang ekonomi sumber daya alam KLHK Agus Justianto bahkan mengatakan Kemendag tidak paham aturan SVLK.

"Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan sudah keluar. Tentunya kita di KLHK akan meminta penjelasan kepada teman-teman di Kemendag terkait dengan mekanisme pengaturan lebih lanjut ekspor produk kehutanan, karena ada beberapa implikasi," kata Agus di Jakarta, Kamis (22/10).

Ada beberapa poin penting yang menurutnya harus dikaji ulang. Misalnya, ada salah satu pasal dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produksi Industri Kehutanan yang menyebutkan bahwa produk ekspor yang masuk dalam kelompok B terdiri dari 15 nomor pos tarif tidak perlu memiliki V-Legal (dokumen verifikasi legal), namun produk tersebut harus berasal dari bahan baku legal.

"Ini perlu penjelasan, karena nanti di bea cukai, mereka harus bisa memastikan apakah produk tersebut disertai dokumen yang berasal dari SVLK atau tidak. Selama ini untuk memastikannya ada dokumen V-Legal, nah kalau dihilangkan untuk mengetahui bahan baku legal atau tidak siapa yang verifikasi," ujar dia.

Ia mengatakan jika verifikasi dibebankan ke bea cukai tentu tidak akan sanggup.

Menurut dia, terkait SVLK belum sepenuhnya dipahami oleh Kemdag. Verifikasi hulu dan hilir perlu dilakukan, karena dalam satu sistem rantai pasokan kayu berarti dari hulu dan hilir yang semuanya harus dipastikan legalitasnya.

"Kalau di hilir ada produk yang dikecualikan, sistem ini tidak akan berjalan sempurna karena ada celah masuk kemungkinan terjadinya sumber-sumber kayu ilegal," katanya.

Ia mencoba mengingatkan bahwa semangat SVLK sejak awal adalah tata kelola kehutanan yang baik, tidak mengorbankan keberlanjutan hutan. Karena kondisi saat ini pun kayu-kayu dari aktivitas ilegal tidak bisa dipungkiri masih ada.  

Kemendag telah menerbitkan aturan untuk ketentuan ekspor produk industri dengan tidak lagi mewajibkan penyertaan dokumen V-Legal yang diterbitkan oleh Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) sebagai syarat dokumen kepabeanan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang akan berlaku 30 hari sejak tanggal diundangkan pada 19 Oktober 2015.

Selain pembebasan V-Legal, regulasi tersebut juga menghapus ketentuan mengenai ekspor produk industri kehutanan yang berbahan baku kayu ulin, ketentuan mengenai deklarasi ekspor oleh industri kecil dan menengah (IKM), dan mengenai eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK).

Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong sempat mengatakan bahwa Kemendag terus mendukung SVLK karena sistemnya yang baik dan canggih. Namun, rupanya pernyataannya tidak sesuai dengan sikapnya yang akhirnya menandatangani penghapusan SVLK tersebut. (Ant)

 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home