Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 09:50 WIB | Minggu, 14 Desember 2014

KMP Dicurigai Tahu MK Akan Tolak Perppu Pilkada

Koalisi Merah Putih saat foto bersama di Kediaman Prabowo Subianto, Hambalang, Bogor, Jawa Barat. (Foto: akun Facebook Koalisi Merah Putih)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mencurigai perubahan sikap Koalisi Merah Putih (KMP) yang “berbalik arah” mendukung pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada) langsung disebabkan telah mencium kebijakan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono itu akan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jangan-jangan KMP sudah mencium barang ini (Perppu Pilkada) akan ditolak MK?” kata Margarito kepada satuharapan.com lewat sambungan telepon, di Jakarta, Sabtu (13/12).

Menurut dia, bila MK menolak dan menyatakan Perppu Pilkada langsung inkonstitusional, maka KMP akan terhindar dari ancaman bahaya perpecahan, kemudian MK menjadi solusi terhebat yang mengutuhkan koalisi partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pemilu Presiden 2014 lalu itu.

“Sehingga mereka tidak akan berdebat begini begitu begini begitu, karena KMP akan menjadi raja di republik ini, yang  mendominasi kepala daerah dari Sabang sampai Merauke,” ujar Margarito.

Mereka pun tinggal berurusan pembagian dalam internal mereka,” Alumni Universitas Hasanuddin, Makassar, itu menambahkan.

Bila MK Tak Banci

Namun, kata dia, pandangan tersebut akan terwujud bila MK memiliki keberanian dan tidak “banci” untuk menyatakan Perppu Pilkada langsung inkonstitusional. “Saya harapkan mereka (MK) bisa berdiri di atas konstitusi, kemudian mengambil sikap tegas demi menghindari keburukan yang bisa menghinggapi bangsa ini,” tutur Margarito.

Selain itu dia juga mengungkapkan Perppu Pilkada langsung membawa ancaman bahaya lain, yakni saat pilkada dilangsungkan serentak maka akan menghadirkan kekacauan serentak juga. “Lalu apa itu yang mau kita tunjukkan ke dunia? Kalau negeri kita begini kacaunya?” ujar Margarito.

Dunia tidak akan pusing dengan kekacauan itu, mereka nanti hanya katakana negara kita hebat, Indoneia bisa melangsungkan pilkada serentak, padahal kita berkelahi bunuh-bunuhan di sini,” dia menegaskan.

DPR Harus Tolak

Oleh karena itu dia mengharapkan MK dapat menolak dan menyatakan Perppu Pilkada langsung inkonstitusional. Sebab dengan begitu DPR hanya memiliki satu pilihan dalam pembahasannya nanti, yakni ikut menolak.

“Tidak ada pilihan lain, kalau MK nanti menyatakan inskontitusional, maka DPR tak punya pilihan apapun kecuali ikut menolak,” ujar dia.

Bahkan, kata Margarito, bila MK telah memutuskan Perppu Pilkada langsung inkonstitusional, DPR tak perlu membahasnya lagi, karena sudah batal secara hukum. “Namun undang-undang kita menegaskan DPR harus melakukan pembahasan terkait perppu yang dikeluarkan presiden, lalu memutuskan menerima atau menolak,” ujar  Pakar Hukum Tata Negara itu.

“Sebab, bila nanti MK menolak, maka perppu itu kehilangan sifat hukum dan tak ada lagi alasan untuk DPR menerima dan mengesahkan itu menjadi undang-undang,” dia menambahkan.

Berikut Garis Besar Isi Perppu yang Diterbitkan Presiden RI Keenam SBY

1. Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2);

2. Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung oleh DPRD (Pasal 205);

3. Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) huruf b, dan Pasal 7 huruf d);

4. Penghematan atau pemotongan anggaran pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat (1) huruf c, d, e, dan f, serta ayat (2), dan Pasal 200);

5. Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal (Pasal 69);

6. Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76);

7. Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak pada tindakan penyalahgunaan wewenang (Pasal 47);

8. Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68 huruf c);

9. Larangan pelibatan aparat birokrasi yang menyebabkan pilkada tidak netral (Pasal 70);

10. Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca-pilkada karena dianggap tidak mendukung calon (Pasal 71);

11. Pengaturan yang jelas, akuntabel, dan tranparan terkait penyelesaian sengketa hasil pilkada (Bab XX Pasal 136 sd 159);

12. Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung (Pasal 69 huruf g, Pasal 195);

13. Pilkada serentak (Pasal 3 ayat (1);

14. Pengaturan ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41);

15. Penyelesaian sengketa hanya dua tingkat, yaitu pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157);

16. Larangan pemanfaatan program atau kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana (Pasal 71 ayat (3));

17. Gugatan perselisihan hasil pilkada ke pengadilan tinggi/Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila memengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal 156 ayat (2).

Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) pada Kabinet Indonesia Bersatu II Denny Indrayana agar regulasinya tidak saling bertentangan, Presiden juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).

Isi Perppu tersebut intinya ada dua hal, yaitu pertama, menghapus tugas dan wewenang DPRD Provinsi untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada presiden melalui menteri dalam negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal I angka 1).

Kedua, menghapus tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota kepada menteri dalam negeri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal I angka 2).

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home