Loading...
BUDAYA
Penulis: Tunggul Tauladan 14:40 WIB | Sabtu, 06 Juni 2015

Konsep Egaliter dan Membumi dalam “Oplosan”

Seorang perupa sedang melukis dalam Gelar Seni Rupa Oplosan 2015 (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ritual puncak dari rangkaian proses insan seni rupa Yogyakarta, akhirnya digelar dengan tajuk Gelar Seni Rupa Oplosan 2015. Pameran karya seni yang dihelat di Taman Pintar, Kota Yogyakarta pada Sabtu (6/6) ini melibatkan tak kurang dari 60 perupa. Inilah sebentuk kreasi para perupa di Yogyakarta sebagai apresiasi akan kerinduannya pada Kota Budaya.

Ir. Eko Suryo Maharsono, MM., Kepala Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemerintah Kota Yogyakarta dalam sambutannya berharap bahwa acara ini bisa menjadi inspirasi bagi seluruh warga Yogyakata. Selain itu, bagi para seniman, gelaran ini juga diharapkan dapat menjadi ajang untuk terus berkarya.

“Saya berharap Gelar Seni Rupa Oplosan 2015 ini bisa menjadi inspirasi bagi seluruh masyarakat di Yogyakarta untuk terus berkarya nyata sebagai upaya mewujudkan Jogja Istimewa,” demikian disampaikan oleh Ir. Eko Suryo Maharsono, MM.

Joseph Wiyono, M.Sn., Dosen Seni Lukis di Fakultas Seni Rupa (FSR), Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mengatakan bahwa konsep Gelar Seni Rupa Oplosan 2015 atau  pada dasarnya berusaha untuk membuka pemahaman di tengah masyarakat yang masih beranggapan bahwa seni rupa itu mahal, eksklusif, dan tidak terjangkau. Oleh karena itu, menurut Joseph, konsep oplosan dibuat lebih membumi dan egaliter.

“Prinsip membumi dibuat agar seni rupa dapat lebih dekat dengan masyarakat, sedangkan prinsip egaliter adalah membuka keterlibatan dan keikutsertaan selebar-lebarnya, tanpa sekat dan transparan,” jelas Joseph.

Prinsip membumi tersebut memang terlihat dengan ditampilkannya puluhan karya lukis di Taman Pintar yang bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa dipungut biaya. Selain itu, pameran ini juga tidak dilakukan di dalam sebuah ruangan yang lebih mengesankan eklusivitas, tetapi digelar di salah satu jalan di Taman Pintar, di mana setiap karya bisa dinikmati dengan mudah oleh setiap orang yang melalui jalan tersebut.

Di sisi lain, konsep egaliter ditunjukan dengan dibukanya keterlibatan dari para pengunjung untuk ikut serta dalam proses pengerjaan seni lukis. Pengunjung dipersilakan untuk menggoreskan kuas lukis pada sebidang kanvas. Selain itu, penyelenggara juga menyediakan kanvas lain berupa model bodypainting yang mengajak para pengunjung untuk turut serta dalam melukis.

“Siapapun boleh andil dan ikut serta dalam kegembiraan berkarya seni rupa,” kata Joseph.

Joseph menambahkan bahwa misi oplosan pada dasarnya adalah membawa seni ke dalam ruang-ruang yang langsung bersinggungan dengan masyarakat. Alhasil, implementasi dari oplosan adalah membawa seni langsung ke masyarakat, seperti di pasar tradisional, tempat-tempat cagar budaya (heritage), hingga ke kantung-kantung budaya di Yogyakarta.

Selain itu, oplosan juga bersifat edukatif hingga apresiatif, yaitu pengetahuan praktis berseni rupa dengan semangat bermain, memakai material atau medium yang ada di lingkungan sekitar, dan tanpa harus memakai material yang berharga mahal. Pemahaman oplosan adalah berkreasi seni rupa dapat dilakukan di masa saja, dengan gembira, dan tak mahal.

Gelar Seni Rupa Oplosan 2015 merupakan salah satu mata acara dalam rangkaian Gelar Maestro Rindu Jogja 2015. Acara hasil kerjasama antara Disparbud Kota Yogyakarta dengan komunitas pelukis asal Yogyakarta, Oplosan ini sendiri merupakan bentuk peran para seniman untuk mewujudkan Jogja Istimewa. Selain itu, Gelar Seni Rupa Oplosan 2015 juga dihelat untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun Pemerintah Kota Yogyakarta.

 

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home